![]() |
Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) Palmerah, Jakarta
Foto: @pakwali
|
Mengganti penyeberangan pejalan kaki tidak sebidang seperti Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) dengan penyeberangan pejalan kaki sebidang seperti penyeberangan pelikan tak harus menjadi jawaban atas komplain dari para difabel. Untuk kasus kota besar, pengubahan fasilitas penyeberangan dari tidak sebidang menjadi sebidang butuh kajian yang lebih dalam. Untuk kasus kota besar dengan volume lalu-lintas yang tinggi, saya sangat tidak setuju dengan penyeberangan pelikan.
Pada ilmu transportasi yang saya pelajari, terdapat parameter-parameter yang menentukan jenis penyeberangan apa yang akan kita pilih, sebidang maupun tidak sebidang. Parameter-parameter ini antara lain jumlah lalu lintas kendaraan, jumlah pejalan kaki yang menyeberang, serta ketersediaan lahan. Penyeberangan pelikan menggunakan zebra cross sebagai marka untuk menyeberang. Karena penyeberangan pelikan terdapat di tengah ruas jalan, maka dari itu penyeberangan pelikan dibantu menggunakan Alat Isyarat Pengatur Lalu Lintas (APILL) khusus menyeberang.
Pernahkah kalian sedang berkendara menggunakan mobil, tiba-tiba terjadi kemacetan dan ternyata kemacetan tersebut berasal dari penyeberangan pelikan? Ternyata yang menyeberang jalan hanya sedikit orang namun dengan frekuensi yang tinggi? Itulah akibat salah memperhitungkan perbandingan antara pejalan kaki yang menyeberang dengan volume lalu lintas.
Peraturan tentang penentuan fasilitas pejalan kaki diatur dalam Direktorat Bina Marga “Tata Cara Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan”. Pada peraturan tersebut dijelaskan kriteria-kriteria untuk menentukan pemilihan jenis penyebrangan pejalan kaki sebagai berikut.
PV²
|
Volume Penyebrangan (P) (Orang/jam)
|
Volume Kendaraan (V) (Kendaraan/jam)
|
Tipe Fasilitas
|
>10⁸
|
50-1100
|
300-500
|
Zebra Cross (ZC)
|
>2×10⁸
|
50-1100
|
400-750
|
ZC dengan pelindung
|
>10⁸
|
50-1100
|
>500
|
Pelikan
|
>10⁸
|
>1100
|
>300
|
Pelikan
|
>2×10⁸
|
50-1100
|
>750
|
Pelikan dengan pelindung
|
>2×10⁸
|
>1100
|
>400
|
Pelikan dengan pelindung
|
>2×10⁸
|
>1100
|
>750
|
Jembatan Penyebrangan
|
Pada data tersebut, dapat dilihat bahwa apabila volume lalu lintas dan volume pejalan kaki sangat tinggi dan melewati PV² lebih dari 2×10⁸ maka jenis penyebrangan yang cocok adalah jembatan penyeberangan. Mengapa jembatan penyeberangan bukan pelikan dengan pelindung? Pada kota besar kapasitas jalan terbilang tinggi terutama di jalan protokol sehingga saya lebih memilih jembatan penyeberangan.
Faktor lain yang mendukung pilihan jembatan penyeberangan adalah karakteristik dari pejalan kaki dan pengemudi kendaraan bermotor. Juniardi (2010) mengemukakan bahwa perilaku pengemudi yang diamati dalam hubungannya dengan penyeberang jalan adalah kecepatan pengemudi pada saat melewati fasilitas penyeberangan. Perilaku pengemudi diamati dengan mendapatkan kecepatan pengemudi pada saat penyeberang berada ditepi jalan (kerb) yaitu saat akan menyeberang serta pada saat penyeberang sedang ditengah (sedang menyeberang).
Hasil dari pengamatan inilah yang mendukung pemilihan jenis penyebrangan. Pada kota besar pengemudi banyak yang tidak patuh dan menghormati pejalan kaki yang ingin menyebrang sehingga dapat membahayakan pejalan kaki. Maka dari itu, pemilihan jembatan penyeberangan menjadi lebih diprioritaskan.
Dengan karakteristik pengendara kendaraan bermotor yang sembarangan, penyeberangan sebidang malah lebih berbahaya. Difabel memiliki kebutuhan khusus untuk menyeberang yaitu cenderung lebih lama dan butuh fasilitas tambahan. Bayangkan saja jika ada difabel yang ingin menyeberang di saat lalu lintas padat, selain bahaya untuk orang itu sendiri, lalu lintas pun akan terganggu.
Tetapi bukankan lift pada JPO itu mahal? Apabila semua JPO dipasang lift bukankah pemborosan? Difabel mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan aksesibilitas yang memudahkan mereka. Pembuatan lift merupakan amanat dari undang-undang untuk kemudahan aksesibilitas difabel.
Surabaya mampu mempunyai JPO yang dilengkapi dengan lift dan pembangunan fasilitas tersebut dikerjakan dan dibiayai oleh swasta sebagai kompensasi pemberian izin. Lagi pula, tidak semua tempat memerlukan JPO, apabila di ruas jalan tersebut tidak ramai dan memenuhi kriteria, maka zebra cross maupun penyebrangan pelikan menjadi pilihan yang lebih tepat.