Baca bagian ketiganya di sini
Setelah menelaah permasalahan Tol Trans Jawa yang lumayan rumit, mari kita membahas lebih lanjut tentang konsep logistik Pulau Jawa. Ini pertanyaan pentingnya: apakah pemerintah akan terus mengandalkan truk atau ingin mendorong koneksi intermodal dengan moda transportasi lainnya?
Sebelum kita membahas perbandingan antar-moda, berikut ini adalah sedikit penjelasan tentang kelebihan dan kekurangan dari masing-masing moda. Kelebihan dan kekurangan ini digunakan sebagai acuan perusahaan untuk memilih moda yang paling efektif.
Moda Jalan Raya
Kendaraan logistik yang memakai jalan raya adalah truk. Biaya logistik kendaraan ini lebih pasti dibandingkan dengan moda kendaraan lainnya. Hal ini dikarenakan moda truk memiliki proses transfer barang yang sangat sederhana dan relatif tidak ada biaya lainnya selain biaya transportasi dan bongkar muat.
Baca juga: Infrastruktur Jokowi Tidak Demokratis
Kapasitas angkut truk tidak besar. Oleh karena itu, waktu keberangkatan armada lebih fleksibel sehingga pengirim barang dapat lebih leluasa dalam mengatur jadwal pengiriman barangnya.
Kelebihan lainnya dari moda truk ialah barang bisa dikirim dari pintu ke pintu. Barang dapat diangkut dari depan gudang hingga ke depan toko tempat orang yang memesan. Kemudahan inilah yang membuat logistik dengan truk masih diminati sampai sekarang.
Moda Jalan Rel
Kereta memiliki ketepatan waktu yang tinggi. Hal ini dikarenakan tidak banyaknya hambatan lalu-lintas yang membuat kereta berhenti.
Rangkaian kereta akan lebih efisien dalam membawa logistik karena dalam sekali jalan dapat membawa banyak gerbong. Efesiensi didapat dari lebih sedikitnya bahan bakar dan sumberdaya manusia yang digunakan.
Baca juga: Evaluasi Skema Pembiayaan Infrastruktur dan Proses Pembangunan di Rezim Jokowi
Namun demikian, moda jalan rel membutuhkan bongkar muat yang lebih kompleks sehingga akan efisien jika barang logistik dibawa untuk perjalanan jarak jauh. Jika jarak pengiriman pendek, maka waktu akan tidak efisien karena lebih banyak dipakai untuk bongkar muat.
Keamanan kereta api lebih tinggi daripada moda jalan raya. Kita lebih sering mendengar kecelakaan truk daripada kereta api, bukan? Tingkat keamanan tinggi ini tentu saja akan menarik minat pengirim barang.
![]() |
Sumber: FreightHub
|
Jalan Raya vs Jalan Rel
Narasi pemerintah yang mendorong logistik jalan raya melalui Tol Trans Jawa perlu dikaji lebih dalam lagi. Moda transportasi jalan raya memiliki banyak keunggulan sekaligus memiliki banyak konsekuensi yang harus ditanggung.
Semakin banyak pemerintah membangun akses untuk mempermudah logistik jalan raya maka akan berimbas kepada semakin banyaknya truk yang akan tumbuh. Pada prakteknya jalan raya pun harus berbagi ruang dengan pengemudi pribadi. Jika ruas jalan ditambah terus, maka pertumbuhan kendaraan logistik ini pun tidak bisa dibendung.
Salah satu solusi moda yang dapat dikembangkan untuk transportasi logistik di Pulau Jawa adalah memberdayakan moda jalan rel sebagai tulang punggung logistik. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa jalan rel memiliki efesiensi tenaga yang lebih tinggi daripada transportasi jalan raya.
Baca juga: Logistik Jawa Bagian Kedua: Menyelesaikan Masalah Tarif Tol
Selain mengurangi biaya logistik, transportasi dengan jalan rel pun mengurangi emisi karbon yang dikeluarkan oleh kendaraan truk. Menurut data New Zealand Transportation Agency (NZTA), yang membandingkan antara transportasi truk, kereta, dan kapal laut untuk mengangkut sebuah kontainer, terlihat emisi karbon dan penggunaan bahan bakar untuk kereta lebih sedikit daripada truk dan kapal laut.
![]() |
Sumber: New Zealand Transportation Agency |
Dari data di atas dapat dilihat bahwa semakin banyak barang yang dibawa oleh moda transportasi tersebut, maka biaya bahan bakar dan emisi akan makin mengecil. Intinya, biaya dan kerusakan lingkungan yang dihasilkan oleh proses pengiriman barang logistik tersebut akan lebih sedikit.
Pengalihan logistik dari jalan raya menuju jalan rel untuk Trans Jawa tentu saja memiliki beberapa kendala. Kendala yang pertama adalah belum terpisahnya jalur rel antara kereta barang dengan kereta penumpang.
Baca juga: Biar Sukses, Tol Probolinggo-Banyuwangi Perlu Dibarengi Pengembangan Pelabuhan
Kereta barang memiliki kecepatan yang lebih lambat daripada kereta penumpang. Rangkaian kereta barang pun jauh lebih panjang. Rangkaian kereta penumpang biasanya sekitar 12 kereta, sedangkan kereta batu bara rangkaian panjang (Babaranjang) bisa mencapai 70 gerbong.
Permasalahan rangkaian dan kecepatan ini akan sangat berpengaruh pada Grafik Perjalanan Kereta (Gapeka) secara keseluruhan. Integrasi yang kurang baik antara kereta barang dan penumpang malah akan menimbulkan masalah.
Selain itu, fasilitas bongkar muat harus dibuat dengan baik agar proses pemindahan barang antara moda jalan rel dengan moda yang lainnya menjadi cepat. Tempat menyimpan kontainer harus disediakan dengan baik dan cukup agar barang yang belum terambil dapat ditumpuk.
Baca juga: Transjogja dan Masalah Transportasi Perkotaan yang Tak Akan Selesai
Hal terakhir yang paling penting dari konektivitas intermoda dengan jalan rel adalah terkoneksinya simpul-simpul moda transportasi. Contohnya, terdapat fasilitas bongkar muat antara kapal laut dengan kereta api, kereta api dengan truk, dan lain-lain. Ini untuk menjamin proses logistik dapat terkoneksi dengan baik.
Kita tidak boleh terlena dengan kemegahan Tol Trans Jawa. Jika narasinya adalah logistik, maka kita harus memandang secara keseluruhan dan harus mempertimbangkan untuk mengembangkan moda yang lainnya.