Kemarin Gunung Merapi “batuk” lagi. Sebagai salah satu gunung paling aktif di dunia, sudah tidak lagi menjadi hal asing bahwa gunung ini sering menyapa warga di sekelilingnya. Gempa kecil sudah menjadi aktivitas normal selama saya tinggal di Jogja, bukan lagi dianggap bencana. Namun fenomena kemarin berbeda, asap yang keluar dari Gunung Merapi mengakibatkan hujan abu yang mengarah ke wilayah di sebelah timurnya. Tidak cukup tebal, tapi cukup berbahaya untuk pernapasan.
Sehari sebelumnya, Senin (2/3) Presiden Jokowi sudah mengonfirmasi keberadaan virus corona yang sudah menjangkit dua WNI di Depok. Dikarenakan oleh ketidakpahaman masyarakat yang menganggap bahwa penggunaan masker medis bisa mencegah penularan, permintaan di pasar pun meningkat. Hal ini sudah mulai terjadi saat sebelum ada WNI yang ketauhan terjangkit penyakit ini. Padahal beberapa waktu sebelumnya Menteri Kesehatan, Terawan, sudah menginformasikan bahwa masker tidak diperuntukkan bagi orang sehat. Sehingga orang sehat tidak perlu membeli karena tenaga medis dan orang sakit lebih membutuhkan.
Terlepas dari komunikasi publik sang menteri yang kurang, seharusnya kita tidak mengolok-oloknya. Tapi memang kelakuan warganet–mungkin termasuk saya–yang suka ngomel dulu tabbayun belakangan.
Keadaan yang semakin keos ini, ada-ada saja manusia yang cukup laknat dengan memanfaatkannya. Manusia-manusia ini dengan sengaja menimbun masker dan menjualnya dengan harga selangit. Padahal di luar kebutuhan akibat Corona, ada pula kebutuhan mendesak akan masker bagi masyarakat di sekitar Gunung Merapi.
Menurut saya, ini adalah bencana yang lebih besar dibanding bencana alam maupun wabah virus yang sedang terjadi. Yang mana manusia tidak lagi memedulikan sesamanya tetapi lebih memikirkan dirinya sendiri. Kemanusiaan telah sirna, pragmatisisme jangka pendek tumbuh subur.
[mks_pullquote align=”left” width=”300″ size=”24″ bg_color=”#ffffff” txt_color=”#1e73be”]Kemanusiaan telah sirna, pragmatisisme jangka pendek tumbuh subur.[/mks_pullquote]
Sebelum ini, saya kira akibat terburuk dari virus corona adalah stigma terhadap ras tertentu. Yang sebelumnya telah mengakibatkan segregasi di masyarakat akan menguat. Tetapi ternyata lebih buruk, empati yang kian punah. Atas dasar keuntungan duniawi yang sangat sementara, orang dengan tega mengais untung dari penderitaan orang lain. Penderitaan orang banyak.