Beberapa waktu yang lalu ketika Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) belum dilaksanakan di Jakarta, jalan-jalan di ibu kota mulai sepi dan langit biru yang biasanya tertutup polusi mulai tampak. Namun di waktu yang bersamaan, masih kondisi di KRL masih cukup ramai. Ketika melihat ini saya jadi menyadari satu hal, bahwa pandemi COVID-19 menunjukkan pada kita bahwa privilese work from home dan memiliki kendaraan pribadi itu adalah diagram venn yang kedua anggota himpunannya sebagian besar beririsan.
kemarin anter oma ke airport krn mau balik ke kampung trus baliknya sekalian muter krn udh lama di rumah doang trus berasa bgt kalo udara Jakarta bersihan sekali…
dipakein filter vivid warm ciamik sekali 😍😍😍 pic.twitter.com/qCcszNNDIR— Rachel (@rclnatasyaa) April 3, 2020
https://platform.twitter.com/widgets.js
KESADARAN-KESADARAN AKIBAT PANDEMI
Selain keterkaitannya dengan kesenjangan sosial, pandemi ini membawa masyarakat menuju tatanan sosial yang baru. Semakin kita menyadari bahwa banyak pekerjaan yang dapat kita kerjakan dari rumah tanpa berkurang nilai produktivitas pekerjaannya. Yang mana dapat mengurangi pengeluaran perusahaan, pergerakan manusia di dalam kota yang menyebabkan kemacetan, dan fleksibilitas dalam bekerja. Untuk kalian para pekerja yang sebelum ini tidak mendapat tunjangan biaya transportasi, nanti saat sudah diwajibkan kembali ke kantor sepertinya kalian harus mempertanyakannya.
Ada juga kenyataan bahwa hubungan antar manusia sebenarnya sudah tidak lagi terhalang oleh ruang. Kita bisa nongkrong, bercanda, dan bermain gartic.io atau game lainnya bersama kawan jauh di luar pulau sana. Untuk yang satu ini waktu masih bisa jadi penghalang, mungkin.
Hal lain yang juga baru disadari adalah bahwa kita yang terlalu asik dengan coffee shop bersama teman sedang di rumah orang tua tidak pernah kita ajak ngobrol. Waktu terasa sangat cepat untuk berangkat pagi hari dan pulang hampir larut sehingga terlalu lelah untuk bercengkrama dengan keluarga.
Kemanan digital juga mulai menjadi concern, di mana kita tidak bisa lagi acuh dengan teknologi yang kita gunakan. Seperti harus selektif memilih aplikasi rapat daring yang akan digunakan berdasarkan tingkat kerahasiaan materi yang akan dibahas. Terutama untuk instansi-instansi pemerintah agar tidak disadap rapatnya.
Pandemi ini menunjukkan kepada kita banyak hal. Mulai dari kenyataan mengenai kelas sosial, hubungan antar manusia, kesadaran mengenai keamanan digital, dan bahkan sekadar siapa anggota group RT yang toxic dan suka menyebar informasi hoaks.
Beberapa semester lalu dalam sebuah kelas transportasi seorang dosen bercerita bahwa suatu saat, sebagai salah satu dari solusi dari masalah transportasi yaitu perpindahan orang, perkuliahan akan dapat dilakukan secara jarak jauh tanpa perlu tatap muka. Sehingga meminimalisasi perpindahan orang terutama mahasiswa dan dosen yang mayoritas menggunakan kendaraan pribadi. Siapa sangka saat yang diimajinasikan itu datang akibat pandemi.
KITA, MASYARAKAT, YANG SANGAT BARU
Kita, masyarakat, setelah pandemi akan menjadi orang yang benar-benar baru dari siapa kita sebelumnya. Pilihan-pilihan yang kita buat selama terkurung di rumah ini akan menjadi pondasi baru kehidupan kita di masa yang akan datang. Mulai dari cara kita menyikapi suatu permasalahan, sampai pada nilai-nilai hingga norma-norma yang kita anut.
[mks_pullquote align=”left” width=”300″ size=”24″ bg_color=”#ffffff” txt_color=”#1e73be”]Pilihan-pilihan yang kita buat selama terkurung di rumah ini akan menjadi pondasi baru kehidupan kita di masa yang akan datang. Mulai dari cara kita menyikapi suatu permasalahan, sampai pada nilai-nilai hingga norma-norma yang kita anut.[/mks_pullquote]
Berdasarkan tulisan Yuval Noah Harari, The World after Coronavirus, di China dan Israel teknologi sudah dimanfaatkan sebagai alat pengawas bagi pasien yang dinyatakan positif. Dan langkah penanganan itu disanjung oleh golongan liberal yang menghendaki data privasi. Terlepas dari konteks pemanfaatannya, nilai-nilai yang mulai bergeser seperti ini akan menjadi sebuah keadaan normal yang sama sekali baru bagi kita. Batasan baru telah tercipta, dan tanpa kita sadari telah kita sepakati bersama.
Bahkan kita mulai menyadari pentingnya cuci tangan dengan sabun. Hal sederhana yang ditemukan manfaatnya oleh ilmuwan dari abad ke-19 itu kini menyelamatkan banyak nyawa. Ironis bukan?
MUSUH BERSAMA
Kini, akhirnya kita mulai dapat bekerja sama dengan golongan yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh masyarakat dari segala spektrum nilai menemukan musuh yang sama. Corona Virus Disease 2019. Musuh yang telah merontokkan sekat-sekat, setidaknya untuk saat ini. Namun saya yakin sikap ini, persatuan akibat musuh bersama, akan menjadi hal yang makin lazim.
Akhirnya kita menemukan cara bagaimana menyatukan berbagai spektrum dalam menghadapi satu masalah. Di masa yang akan datang, kita tinggal menunjukkan musuh bersama yang mengancam seluruh bagian dalam sebuah spektrum golongan untuk menyatukannya dan bekerja sama. Sebuah utopia yang terdengar mudah dan menyenangkan.
Akhir kata, saya tidak yakin pandemi ini akan selesai dalam waktu dekat. Namun saya yakin setelah semua ini selesai, kita akan menjadi orang yang baru.