Menari tradisi berbeda dengan menari dalam pengertian universal. Tari bukanlah sekedar gerak tubuh tanpa rima atau tujuan tertentu. Beragam kebudayaan suku bangsa di dunia mengenal gerakan tari yang khas di dalam kebutuhan ekspresi masing-masing.
Budaya modern memberikan beragam pilihan tari untuk beragam kebutuhan. Sekedar ekspresi hingga bagian gerak berolahraga. Di dalam kebudayaan barat, dikenal ragam gerak tubuh dengan lebih bertumpu pada esensi senam, berolahraga.
Di dalam ilmu bela diri silat, dikenal jurus atau tarian pembuka, kembangan. Tarian yang cepat, luwes dan membuyarkan konsentrasi lawan bisa jadi alat menggentarkan musuh.
Benarkah demikian?
Di Nusantara, beragam suku memiliki gerakan tari yang khas. Ada yang sederhana, diulang-ulang hingga ada yang rumit penuh kode dan memiliki dramaturgi.
Tarian bisa berfungsi sebagai ritual ataupun hanya untuk kesenangan belaka. Budaya Jawa lebih kompleks, ragam gerak tari dan jenisnya. Seiring perjalanan waktu, tari menjadi eksklusif di dalam lingkup benteng kuasa dan di luar benteng berkembang juga tarian.
Kala rakyat yang menari, gerakan tarinya tak jauh berbeda, tetap memiliki dramaturgi dan babak. Hanya iringan alat musiknya yang berbeda, ringkes, padat, singkat dan menghibur. Busana yang dikenakan apalagi.
Seni tari Jaranan, budaya yang berkembang di luar benteng keraton misalnya. Ada yang unik kalau jeli memperhatikan busana para penari.
Tiap penari jathilan alias jaranan mengenakan baju bermotif batik bunga aneka warna, mengenakan kain jarik dan asesori khusus sembari naik kuda kepang. Baju bermotif bunga di lingkungan istana hanya dipakai raja yang bertakhta, yang jumeneng.
Sejak kapan seni budaya jaranan, jathilan ini tergelar? Menarik juga menelusurinya.
Bukan berarti rakyat jelata tak boleh menari, kini siapa saja bisa menari. Mempelajari tari yang biasa digelar di lingkup istana atau di pagelaran keraton.
*****
Pengalaman menonton gelaran tari di lingkup istana bisa disaksikan secara reguler, jelas memberikan impresi khusus. Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menggelar ragam tari terjadwal. Begitu pula di Puro Pakualaman Yogyakarta dan di Keraton Solo.
Keraton sebagai pusat kebudayaan dengan tujuan pelestarian, memiliki jadwal belajar tari untuk umum, untuk semua.
Lembaga formal, Institut Seni Indonesia, STSI Solo dan lembaga pendidikan tinggi di sejumlah universitas, institut kependidikan memiliki pula jurusan atau fakultas seni tari. Kajian seni tari berkembang baik, tarian, ekspresi menari juga beradaptasi dengan budaya tari dari berbagai suku bangsa.
Di pergaulan kebudayaan dunia, gerak tari tradisional tak kalah pamornya. Para penari berkelas dunia pun berdatangan ke Indonesia.
Gerak lembut para penari, gagahnya gerakan yang tercipta dalam epos Ramayana di kompleks Candi Prambanan telah ratusan kali digelar menghibur para pelancong, wisman maupun wisatawan lokal yang datang berkunjung terpesona dibuatnya.
Tari masa kini dihadirkan dalam rangkaian pertunjukan di istana kerajaan, di kantor pemerintahan di hajatan warga hingga kebutuhan untuk menyambut tamu.
Sebuah pagelaran tari, bisa merekam sejarah panjang kekuasaan, konflik dan damai yang disimbolkan hadir dalam gerak juga dramaturgi.
Tarian apa saja yang memberikan kesadaran baru, untuk mereka yang belajar, mereka yang melihat dan turut berproses?
Mari menari, eh menjelajah peran dan fungsi tari dalam hidup manusia. Setidaknya di Indonesia ini sajalah. Tari, gerakan lembut yang membawa narasi perdamaian tentu lebih menarik bukan sekedar diobrolkan. Lebih dari itu, saat menari, makin tampak jelas dari mana asal usul kita.