Politik dengan menu di atas meja dan menu tersembunyi, lebih suka yang mana?
Urusan publik, keterbukaan informasi, apalagi soal politik memang kadang mudah diwakilkan ibarat bermain bola. Ada umpan lambung ke depan, ada yang bertahan, ada libero dan tentu saja striker yang siap menusuk eh, menendang bola ke gawang lawan.
Kemenangan permainan bola adalah terkumpulnya skor siapa yang lebih banyak memasukkan gol ke gawang lawan. Bagi tim yang kebobolan gawang, jelas jadi pihak yang kalah.
Siapakah pemenang sejati dalam permainan bola? Siapa pemenang sejati dalam permainan politik?
Di luar permainan bola, ada manajer, ada pelatih, ada penonton, ada banyak pihak yang terlibat dalam emosi permainan bola.
Apalagi dalam urusan politik.
Bisa kelelahan kalau sekedar menulis ragam permainan aktor politik. Apalagi memperhatikan permainan politik tanpa tujuan jelas. Apa itu? Berkuasa semata.
Nah, di tiap negara, tiap aktor politik memiliki karakter masing-masing. Budaya politik yang dipanggungkan juga jelas berbeda.
Di periode kedua Joko Widodo, jelas isu politik lebih dinamis. Sejumlah lembaga survei politik sudah memiliki peta dukungan dan popularitas individu, popularitas pasangan untuk mengisi kandidat pengganti Joko Widodo – Maruf Amin di pilpres 2024.
Waktu yang cukup pendek, bagi siapa saja yang memang berkehendak maju menjadi pasangan capres dan cawapres. Termasuk kendaraan politik (parpol) yang bisa memuluskan proses pencalonan kandidat pemimpin Indonesia paska Joko Widodo-Maruf Amin.
Rasanya belum lama hingar bingar kampanye pilpres diikuti bersama. Betapa riuhnya, betapa bersemangatnya kala itu, bukan hanya tim kampanye tapi pendukungnya sampai mengkristal ke dua kubu cebong-kampret. Sama-sama punya amunisi saling ejek, saling serang, terutama ekspresi politik di medsos. Gaduh sekali.
Akhir permainan politik?
Sebagai pemenenang, ada budaya politik baru yang dihadirkan. Semua paslon mencicipi kuasa pemerintahan.
*****
Ini bukan beromantisme, sekedar review kilas balik saja. Bagaimana Prabowo Subianto bisa maju menjadi kandidat capres bersama Sandiaga Uno, bagaimana Joko Widodo dan Maruf Amin bisa berpasangan melenggang meraih kemenangan?
Lebih ke belakang lagi. Bagaimana euforia partai politik kala pertama kali terlepas dari kuasa otoriter Jenderal Soeharto dengan orde baru-nya?
Ada yang ingat siapa saja yang menjadi tim sebelas, yang mempersiapkan Komisi Pemilihan Umum penyelenggara Pemilu 1999? Bagaimana posisi mereka sekarang?
Apalagi? Upaya pelengseran Presiden Abdurahman Wahid oleh poros tengah dengan tokoh-tokoh politiknya. Ada yang terekam kuat peristiwa itu. Siapa saja politisi busuk yang menggerogoti duit negara, pejabat korup yang masih saja bisa tersenyum kala kasusnya dibongkar, diadili?
Bagaimana kelanjutan proses hukum, kasus orang hilang yang belum kembali ke keluarganya? Kekerasan politik di masa lalu, dan penyelesaiannya.
Masih banyak berderet isu politik yang bisa jadi menu perbincangan publik belum tuntas terselesaikan sampai saat ini. Masalah hukum, keadilan, kesenjangan ratio gini, kesehatan, pendidikan, kebudayaan dan perekonomian masih bertumpuk butuh penyelesaian. Termasuk kerja bersama, keluar dari krisis dampak pandemi yang begitu dalam, di seluruh sektor peri kehidupan bangsa.
*****
Gaduh, riuh, populer di media termasuk medsos bukanlah ukuran ada urusan publiknya. Rasanya hal beginilah yang penting, yang perlu dipahamkan kepada semua.
Jika politik diibaratkan permainan bola, bolehlah berlatih dan memilih lawan bermain, untuk bersiap dalam momen laga, musim kompetisi liga demokrasi elektoral lima tahunan.
Kalaupun gaduh, semarak dan berhasil memikat perhatian publik, permainan bola politik, isu elit, isu kuasa di level elit, jauh dari jangkauan penggemar biasa, perhatian rakyat.
Iya, bagi tim dan elemen tim tentu akan selalu jadi bahan hangat obrolan, perbincangan, diskusi. Tapi sebagai tontonan, hiburan di kala pandemi, permainan politik kuasa rasanya macam menonton laga uji nyali, pertandingan latihan semata. Tak ada piala dan kemenangan yang bisa dirayakan.
Apalagi piala trophy bergilir dari Presiden. Ini masih pandemi, masih butuh jaga jarak, hidup sehat, rajin cuci tangan dan pakai masker.
Sing sabar ngadepi kahanan.