Kategori
Society

Merawat Politik Dagelan Kekinian

Sudah menonton film Budi Pekerti yang disutradarai oleh Wregas Bhanuteja? Bingkai dan narasi ceritanya sangat relevan dengan kehidupan politik di tanah air. Politik yang melahirkan tawa hingga tragedi.

Sang sutradara film tersebut berhasil menghadirkan narasi rekaan yang memberikan impresi ke khalayak penonton dengan hal-hal ganjil yang menghadirkan tawa sekaligus tangis pada saat bersamaan. Begitulah sebuah tontonan yang berhasil mengaduk benak dan pikiran penonton agar terhibur.

Sejarah sinema dunia mencatat sosok Charlie Chaplin. Ia adalah artis yang mampu membuat tawa tanpa berkata-kata. Cukup satu gerakan saja, sudah melahirkan tawa. Iya, kadang jatuh bangun juga untuk menciptakan tawa penonton, ditertawakan dengan sukarela.

Sebuah film tentu saja bisa dibilang hanyalah cerita karangan semata. Apakah menghadirkan realita hidup sebenarnya? Jawaban pertanyaan ini bisa panjang atau singkat. Jawaban pendeknya logis atau di luar logika alias tidak sesuai nalar.

Masih seputar film Budi Pekerti yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris andragogy.. Publik bisa melihat bingkai dramaturgi sosok ibu yang berhadapan dengan problem keluarga.

Andragogi bermakna proses untuk melibatkan peserta didik dewasa ke dalam suatu struktur pengalaman belajar. Istilah ini awalnya digunakan oleh Alexander Kapp, seorang pendidik dari Jerman, pada tahun 1833, dan kemudian dikembangkan menjadi teori pendidikan orang dewasa oleh pendidik Amerika Serikat, Malcolm Knowles, begitu catatan Wikipedia.

Saya sengaja mengutip penjelasan paparan Wikipedia untuk penjelasan istilah. Semua tentu paham, saat ini semua yang terhubung dan terpapar internet sepakat Maha Benar Netizen dengan segala kontroversi yang hadir.

Film Budi Pekerti rasanya berhasil memberi bingkai cara pandang atas satu problema kehidupan manusia modern yaitu urusan kesehatan mental. Tak boleh diabaikan.

Ada pengaruh besar yang diciptakan oleh suatu film. Mendokumentasikan semangat dan problematika zaman di era masing-masing adalah satu fungsi yang bisa dikerjakan melalui sinema.

Sebenarnya saya ingin sekali menceritakan lengkap isi narasi film yang banyak menghadirkan situasi masyarakat perkotaan ini. Melalui tokoh utamanya, publik diajak menyelami dan merasakan pengalaman berhadapan dengan ketidakpastian.

Ruang hidup bagi semuanya penting diciptakan dan dirawat bersama. Tidak mudah memahami situasi ketidakpastian, tak bisa diselesaikan dengan cara instan karena bisa bermasalah di masa yang akan datang. Hanya bisa dirasakan kala publik berada di situasi seperti yang dialami para tokoh di film yang mampu tapi itu jelas perlu dikerjakan.

Sedikit saja, spill singkat film Budi Pekerti dengan tokoh utama Bu Prani yang hendak jadi Wakasek (Wakil Kepala Sekolah), sebagai jalan hidup pencapaian prestasi sebagai guru.

Ruang hidup bagi semuanya penting diciptakan dan dirawat bersama. Tidak mudah memahami situasi ketidakpastian, tak bisa diselesaikan dengan cara instan karena bisa bermasalah di masa yang akan datang.”

Saya tertarik untuk menghadirkan bingkai, quotes populer netizen kala menuliskan status, berkomentar mengingatkan seseorang yang begitu getol, aktif, atraktif mencari perhatian publik.

“Eling, kesehatanmu,”

“Sarapan sik, ben kuat ngadepi kahanan,”

“Sing penting njoget.”


Apa apa yang yang dinarasikan oleh film Budi Pekerti, memang relevan dengan konteks situasi masyarakat kekinian. Wregas berhasil menghadirkan hal-hal ganjil, yang biasa terjadi dalam kehidupan keluarga, di dalam keseharian masyarakat Indonesia.
Kala film ditafsirkan oleh penonton secara bebas, ada pesan penting yang bisa dicatat.

Pertama, di tengah situasi politik kebangsaan dan proses elektoral yang kini tengah berjalan, dengan menonton film di ruang gelap, di bioskop, publik diajak bisa merasakan dan mengalami sendiri masalah kehidupan tokoh-tokoh yang hadir di layar perak.

Kedua, ada sejumlah sistem dan metode belajar yang ditawarkan. Tinggal dipilih model pembelajaran apa yang dirasa pas.

Ketiga, bingkai, narasi tawa dan tragedi yang dihadirkan boleh jadi mencerminkan situasi faktual politik kekinian. Melalui tokoh utama, Bu Prani, publik diajak merumuskan bersama-sama apa itu Budi Pekerti.

Keempat, ada ‘bapak’ yang bermasalah, ada ‘anak’ nakal dan ‘ibu’ yang kuat dan bijak dalam bersikap. Tentu saja, ada tips singkat mengarungi problema kehidupan kebangsaan, ke-Indonesiaan, ada pilihan bebas mau terlibat, terhubung dengan hal-hal serba viral atau abaikan saja semuanya.

Kelima, setiap orang, setiap warga negara berhak hidup layak dan mendapatkan hak hak dasarnya, urusan papan atau rumah tinggal dan akses pendidikan, serta kesehatan.

Mohon maaf, kalau lima hal catatan di atas terlalu dipaksakan, tidak cocok dengan alam pikiran pembaca, penonton film Indonesia. Apalagi saat tidak cocok dengan judul tulisan ini. MERAWAT POLITIK DAGELAN KEKINIAN. Anggap saja itu cara saya menarik perhatian pembaca agar click bait tercapai. Hehehehe.

Ya, siapa tahu, tulisan ini bisa jadi bahan obrolan di meja makan bersama orang-orang tercinta, bersama keluarga kecil, teman dekat njenengan semua.

Terakhir, sebagai pengingat ada sosok Bu Prani sebagai tokoh utama dalam film Budi Pekerti yang mengingatkan publik pada sosok Bu Tejo yang mendadak viral di masanya saat tampil di film Tilik.

Tinggalkan komentar