Hari ini kita merayakan hari buruh. Kita sepakat untuk sama-sama berhenti bekerja, walau sehari saja. Ini sebagai pengingat, bahwa tujuan kita, kelas pekerja, bukan hanya soal mencapai kesejahteraan saja. Tujuan kita yang paling utama adalah memusnahkan diri sendiri, sebagai suatu kelompok. Tujuan kelompok buruh bukan menjadi sejajar dengan atau lebih tinggi dari kelompok borjuis (yang memberinya kerja), seperti hasil dari revolusi-revolusi besar di berbagai belahan dunia. Tujuan kelompok buruh adalah membuat kelompok buruh tak lagi ada, sebagai akibat hilangnya kelas sosial-ekonomi di dalam masyarakat. Salah satu indikasi tercapainya tujuan utama tersebut adalah adanya kekuatan untuk menolak kerja.
Beberapa waktu yang lalu dalam sebuah percakapan, saya diberi tahu oleh lawan bicara bahwa saat ini ia sedang kesulitan mencari sebuah informasi dari topik penelitiannya di Tiktok. Pada momen tersebut ada dua hal yang secara khusus membuat saya merasa takjub. Pertama, anak ini lahir ketika saya sudah Sekolah Dasar (SD) dan sekarang dia sudah melakukan penelitian skripsi. Kedua, dia mencari informasi terkait penelitian di Tiktok.
Alangkah bijaksana jika hal yang pertama tidak perlu dibahas lebih lanjut.
Sempat ramai perbincangan tentang pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) DKJ yang seharusnya sudah dilakukan sebelum tanggal 15 Februari 2024 berdasarkan amanat Undang-Undang No 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 21 Tahun 2023.
Ramainya perbincangan terkait dengan RUU yang telah menjadi UU pada 28 Maret 2024 ini berawal dari nomenklatur Dewan Kawasan Aglomerasi yang dipimpin oleh Wakil Presiden. Di luar itu juga terkait dengan Gubernur yang semula ditetapkan akan ditunjuk oleh Presiden dengan mempertimbangkan usul DPRD. Namun bukan dua hal ini yang akan saya bahas, karena Wakil Presiden tetap menjadi ketua Dewan Kawasan Aglomerasi dan Gubernur akhirnya tetap dipilih langsung oleh rakyat, seperti 19 tahun terakhir.
Industri Kasih Sayang
Cinta terlalu suci. Akibat kesuciannya, kita tidak bisa membicarakan cinta secara rasional. Para penyair, pendongeng, dan peramu cerita di kelompok mainstream akan sebal jika mendengar rencana membicarakan cinta secara rasional. Sebab ini akan menjadi penghambat bagi mereka untuk terus meromantisasi cinta menjadi sederet baris syair, berlembar-lembar dongeng, dan berjilid-jilid buku cerita.
Akan tiba waktunya. Gunung-gunung meledak. Laut terbelah. Langit pecah. Bumi dan semesta sudah mencapai batasnya. Seluruh isi bumi, termasuk manusia-manusia celaka yang hidup sampai Hari Akhir, akan musnah.
Kapan hari itu datang? Tak ada yang tahu, kecuali Sang Ilahi.
Merawat Politik Dagelan Kekinian
Sudah menonton film Budi Pekerti yang disutradarai oleh Wregas Bhanuteja? Bingkai dan narasi ceritanya sangat relevan dengan kehidupan politik di tanah air. Politik yang melahirkan tawa hingga tragedi.
Roasting politics artinya apa? Kalau ada pertanyaan begini, kira kira bagaimana jawaban mesin AI (artificial intelligence) ya? Saya mencoba menanyakannya ke ChatGPT yang dikembangkan oleh Open AI. Begini hasilnya:
Selama ini, dalam setiap kesempatan berbusana resmi, alam pikir urusan pernik baju dan asesoris lekat dengan istilah batik. Ada beragam motif batik yang jadi “kode motif” dan narasi untuk mengirimkan pesan dan “jati diri” penggunanya. Sejarah kain batik lekat dengan kehidupan di istana. Untuk simbol kuasa, ada motif khusus, termasuk aturan ketat juga berlaku.
Aneka produk teknologi memiliki masa pakai efektifnya. Pertanyaan sederhananya, seberapa penting dan perlu bagi kita untuk memiliki dan menggunakannya? Ada banyak ragam jawaban yang bisa dituliskan. Selalu ada harga yang harus dibayar mahal untuk mendapatkan beragam produk teknologi modern canggih yang terkini. Riset dan pengembangan teknologi terus dikerjakan ahli, meski berbiaya mahal untuk ongkos penelitian.
MAMAT ALKATIRI, komika asal Papua berkisah bagaimana geregetan, gerundelan dan keluh kesahnya soal urusan keterbatasan yang dimiliki dan pengalaman mendapatkan pendidikan dasar sampai menengah.