![]() |
Yellow Box Junction / Foto: Sansan |
Kemacetan sekarang ini merupakan pemandangan yang sudah biasa dijumpai. Salah satu contohnya adalah kota Solo. Kota dengan luas sekitar 46,01 kilometer persegi yang ditempati sekitar 547.116 jiwa menurut data dari kemendagri.go.id. Dan juga, kepadatan penduduknya mencapai 11.300 jiwa per kilometer persegi berdasar hasil sensus yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010 silam. Ada berbagai macam metode yang bisa digunakan untuk mengurai kemacetan tersebut, baik dari segi teknis ataupun non teknis. Salah satu yang sudah diterapkan di kota ini ialah Yellow Box Junction (YBJ).
Mungkin YBJ masih terdengar asing di telinga kita. YBJ, jika dilihat sepintas merupakan garis berbentuk persegi dan berukuran besar yang terdapat pada persimpangan lampu merah. Marka kuning ini bertujuan untuk mencegah kepadatan lalu lintas pada jalur yang dilewati dan berakibat pada tersendatnya arus kendaraan di jalur lain yang tidak padat. Dengan adanya YBJ, diharapkan kepadatan di persimpangan tersebut tidak terkunci.
YBJ sangat berguna di persimpangan-persimpangan jalan yang padat pada jalan-jalan utama, serta saat waktu puncak kepadatan lalu lintas. Di kota Solo sendiri, YBJ terdapat di sepanjang jalan Slamet Riyadi, dimulai dari Purwosari hingga perempatan Nonongan.
Mekanisme kerjanya adalah kendaraan berhenti di simpang ketika lampu merah. Saat lampu menunjukkan warna hjau, pengendara kendaraan mulai melakukan pergerakan. Ada yang mengambil jalur lurus, belok kanan, ataupun belok kiri. Sementara itu, terdapat YBJ yang harus mereka lewati terlebih dahulu di simpang tersebut. Pengendara baru diperbolehkan untuk melakukan pergerakan ketika sudah tidak terdapat kendaraan di dalam YBJ.
Misal ada pengguna jalan ingin menuju ke arah selatan dari arah utara. Pengguna jalan tersebut baru boleh melaju saat sudah tidak terdapat kendaraan dari arah lain yang berada di dalam YBJ. Begitu pula dengan pengguna jalan lain di belakang yang juga hendak menuju arah selatan dari arah utara. Mereka baru bisa bergerak ketika semua kendaraan di depan mereka sudah melewati YBJ. Walaupun masih lampu hijau, tetapi jika kendaraan di depan sudah mengekor sampai di dalam YBJ maka sebaiknya pengguna jalan tersebut mengurungkan niatnya untuk menyeberang dan berhenti tepat dibelakang marka. Ini sangat membantu untuk mengurangi tundaan yang terjadi saat lampu hijau dari arah lain menyala.
Dalam pengamatan yang dilakukan tim pijak.co, kebanyakan dari pengguna jalan masih belum mengetahui fungsi dan tujuan dari YBJ. Ada beberapa pengguna jalan yang masih menerobosnya walaupun sudah lampu merah. Ada yang sama sekali tidak mengerti tujuan diterapkannya YBJ dan hanya menganggapnya sebagai penghias jalan. Namun, ada pula yang sudah mengetahui arti dari YBJ baik dari fungsi maupun tujuan diberlakukannya.
YBJ akan berfungsi maksimal jika ada kesadaran dari pengguna jalan. Sebab kesadaran merupakan kunci utama kelancaran lalu lintas. Jadi, jika pengendara melihat jalur di depannya tersendat sebaiknya pengendara tidak memaksakan kendaraannya untuk terus melaju walaupun lampu lalu lintas masih menunjukkan warna hijau dan berhenti tepat di belakang marka. Perilaku seperti inilah yang bisa membuat lalu lintas menjadi lancar ketika lampu lalu lintas di jalur lain menunjukkan warna hijau.
Pengguna jalan yang masih nekat melajukan kendaraannya dan terlihat terjebak di dalam YBJ ketika jalur lain hijau maka dapat dikenai sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku. Seperti yang dijelaskan dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pasal 287 (2) juncto Pasal 106 (4) huruf a, b tentang rambu-rambu lalu lintas dan berhenti di belakang garis stop. Pidananya ialah kurungan dua bulan penjara atau denda lima ratus ribu rupiah.
Agar lalu lintas dapat berjalan dengan lancar dan tanpa terjadi kemacetan, maka sosialisasi kepada pengguna jalan perlu dilakukan. Selain memperlancar lalu lintas, dengan adanya sosialisasi maka masyarakat umum dapat mengetahui kondisi terkini terkait peraturan yang sedang diberlakukan. Kemacetan sekarang ini merupakan pemandangan yang sudah biasa dijumpai. Salah satu contohnya adalah kota Solo. Kota dengan luas sekitar 46,01 kilometer persegi yang ditempati sekitar 547.116 jiwa menurut data dari kemendagri.go.id. Dan juga, kepadatan penduduknya mencapai 11.300 jiwa per kilometer persegi berdasar hasil sensus yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010 silam. Ada berbagai macam metode yang bisa digunakan untuk mengurai kemacetan tersebut, baik dari segi teknis ataupun non teknis. Salah satu yang sudah diterapkan di kota ini ialah Yellow Box Junction (YBJ).
Mungkin YBJ masih terdengar asing di telinga kita. YBJ, jika dilihat sepintas merupakan garis berbentuk persegi dan berukuran besar yang terdapat pada persimpangan lampu merah. Marka kuning ini bertujuan untuk mencegah kepadatan lalu lintas pada jalur yang dilewati dan berakibat pada tersendatnya arus kendaraan di jalur lain yang tidak padat. Dengan adanya YBJ, diharapkan kepadatan di persimpangan tersebut tidak terkunci.
YBJ sangat berguna di persimpangan-persimpangan jalan yang padat pada jalan-jalan utama, serta saat waktu puncak kepadatan lalu lintas. Di kota Solo sendiri, YBJ terdapat di sepanjang jalan Slamet Riyadi, dimulai dari Purwosari hingga perempatan Nonongan.
Mekanisme kerjanya adalah kendaraan berhenti di simpang ketika lampu merah. Saat lampu menunjukkan warna hjau, pengendara kendaraan mulai melakukan pergerakan. Ada yang mengambil jalur lurus, belok kanan, ataupun belok kiri. Sementara itu, terdapat YBJ yang harus mereka lewati terlebih dahulu di simpang tersebut. Pengendara baru diperbolehkan untuk melakukan pergerakan ketika sudah tidak terdapat kendaraan di dalam YBJ.
Misal ada pengguna jalan ingin menuju ke arah selatan dari arah utara. Pengguna jalan tersebut baru boleh melaju saat sudah tidak terdapat kendaraan dari arah lain yang berada di dalam YBJ. Begitu pula dengan pengguna jalan lain di belakang yang juga hendak menuju arah selatan dari arah utara. Mereka baru bisa bergerak ketika semua kendaraan di depan mereka sudah melewati YBJ. Walaupun masih lampu hijau, tetapi jika kendaraan di depan sudah mengekor sampai di dalam YBJ maka sebaiknya pengguna jalan tersebut mengurungkan niatnya untuk menyeberang dan berhenti tepat dibelakang marka. Ini sangat membantu untuk mengurangi tundaan yang terjadi saat lampu hijau dari arah lain menyala.
Dalam pengamatan yang dilakukan tim pijak.co, kebanyakan dari pengguna jalan masih belum mengetahui fungsi dan tujuan dari YBJ. Ada beberapa pengguna jalan yang masih menerobosnya walaupun sudah lampu merah. Ada yang sama sekali tidak mengerti tujuan diterapkannya YBJ dan hanya menganggapnya sebagai penghias jalan. Namun, ada pula yang sudah mengetahui arti dari YBJ baik dari fungsi maupun tujuan diberlakukannya.
YBJ akan berfungsi maksimal jika ada kesadaran dari pengguna jalan. Sebab kesadaran merupakan kunci utama kelancaran lalu lintas. Jadi, jika pengendara melihat jalur di depannya tersendat sebaiknya pengendara tidak memaksakan kendaraannya untuk terus melaju walaupun lampu lalu lintas masih menunjukkan warna hijau dan berhenti tepat di belakang marka. Perilaku seperti inilah yang bisa membuat lalu lintas menjadi lancar ketika lampu lalu lintas di jalur lain menunjukkan warna hijau.
Pengguna jalan yang masih nekat melajukan kendaraannya dan terlihat terjebak di dalam YBJ ketika jalur lain hijau maka dapat dikenai sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku. Seperti yang dijelaskan dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pasal 287 (2) juncto Pasal 106 (4) huruf a, b tentang rambu-rambu lalu lintas dan berhenti di belakang garis stop. Pidananya ialah kurungan dua bulan penjara atau denda lima ratus ribu rupiah.
Agar lalu lintas dapat berjalan dengan lancar dan tanpa terjadi kemacetan, maka sosialisasi kepada pengguna jalan perlu dilakukan. Selain memperlancar lalu lintas, dengan adanya sosialisasi maka masyarakat umum dapat mengetahui kondisi terkini terkait peraturan yang sedang diberlakukan.