Manusia modern, pergi jauh untuk mencari ketenangan dan kebahagiaan diri. Itu untuk urusan keluar, mendapatkan pengalaman hidup dan kebutuhan mengisi waktu luang (leissure time) bisa dengan berwisata salah satunya.
Ada beragam ekspresi yang bisa hadir dalam beragam simbol, untuk urusan kebahagiaan.
Baik segala hal yang melekat pada tubuhnya, pada gelar yang dimiliki atau pada aneka gemerlap perhiasan. Sebagian yang lain, berkecukupan seperti berlomba memperbaiki rumah tinggal. Ada fungsi hunian yang ingin dilampui untuk menegaskan dirinya hidup bahagia.
Urusan kebahagiaan, dalam beberapa tahun terakhir menjadi satu indikator indeks pembangunan manusia. Indikator kesejahteraan yang dimiliki diasumsikan setara dengan kebahagiaan.
Bagaimana manusia Indonesia modern hari ini dalam memberi makna ketenangan, ketentraman, kebijaksanaan, kemakmuran, persatuan, kemanusiaan, keadilan sosial dalam konteks kebangsaan?
Melangkah di 2021, seluruh elemen bangsa melalui adaptasi kebiasaan baru, tengah berjibaku untuk menuntaskan upaya memutus mata rantai penyakit menular Covid-19.
Kembali ke normal baru, jagad anyar ada perubahan kultur, budaya hidup bersih dengan menjalankan protokol kesehatan. Ini tak mudah dan sekaligus butuh konsistensi, semangat untuk bangkit, bekerja bersama, kreatif dan inovatif.
Hal yang pokok, penting dan utama tentu menempatkan sikap hidup sederhana, jujur, adil dan anti-korupsi. Ini terutama berlaku untuk pejabat negara. Kalau bisa menjalankan hal ini, tentu satu masalah pelik Indonesia bisa terselesaikan.
Apakah pernyataan begini hanya sekedar utopia atau mimpi bunga tidur di awal tahun baru?
Butuh keberanian dan sikap, sebagai bekal melangkah menapaki tahun-tahun paska hadirnya pandemi.
Sepanjang perkenalan singkat dengan masyarakat pesisir, ternyata etos dan semangat kerja bisa jadi kunci ketenangan dan kebahagiaan dalam hidup. Benar adanya, kisah dan narasi optimis bahwa Tuhan sedang bahagia tatkala menciptakan manusia atau orang Madura.
Hal-hal lucu, semangat pantang menyerah, berani, ulet, tekun, mudah beradaptasi adalah beragam sifat yang dijalankan rakyat Madura dari masa ke masa. Lingkungan geografis dan sumber daya kepulauan membentuk karakter kuatnya.
Warga Sapudi di Madura, misalnya sudah terbiasa dengan pasokan listrik yang tidak stabil, kehabisan gas kala ada cuaca buruk sehingga transportasi laut berhenti operasi.
Keindahan landscape yang dimiliki, memang bisa jadi tak begitu dirasakan karena sudah menjadi kebiasaan keseharian. Meski bagi orang baru, ada hal yang membuat takjub, kagum atas saujana bentang alam yang dimiliki.
Tak begitu jauh, ada Gili Iyang yang dalam beberapa tahun terakhir mulai deras berdatangan para pelancong yang ingin merasakan segar dan bersihnya udara. Suasana alami, keramahan warga desa menjadi magnet banyak wisatawan dari berbagai pelosok negeri bahkan hingga ke mancanegara.
Kini banyak orang menyebutnya Pulau Oksigen. Di sini, mudah sekali menemukan makna sehat, waras dan bahagia dari hal-hal sederhana saja. Menghirup udara bersih dan hidup sehat.
Tak salah, mantan hakim agung, Artidjo Al Kostar suatu ketika menyampaikan mimpinya memilih untuk hidup dan menetap di Gili Iyang setelah pensiun.
Mbah Sahlan, sosok yang bisa ditemui di titik oksigen menyatakan sudah sekitar 6 tahun terakhir banyak tamu berdatangan ke Gili Iyang. Ada yang dari Mesir, China, Arab, lalu Timor Timur juga wisatawan lokal dari berbagai daerah Kalimantan, Sumatra, Bali dan Jawa.
Di buku tamu tercatat beragam catatan dan kesan wisatawan tatkala berkunjung. Ada beragam individu dan rombongan yang memilih Gili Iyang atau Pulau Oksigen sebagai tujuan berwisata.
“Jenderal-jenderal di Indonesia sudah datang ke Pulau Oksigen, cuman satu yang belum datang yaitu rajanya, Pak Jokowi. Silakan napak dan mengisi buku tamu Pak Presiden,” begitu harapan Mbah Sahlan, sembari terkekeh.
Tertarik dan ingin merasakan hirup oksigen terbaik di Indonesia? Silakan datang, kapan saja ke kepulauan di Madura. Siapkan dan rancang waktunya, semoga pandemi berlalu dan semua saja bisa turut merasakan hidup bahagia.