Kategori
Transportasi

Membiarkan Data Perjalanan Dikuasai Perusahaan Aplikasi Bertentangan dengan Pancasila

Pengkhianatan pada Pancasila tidak hanya dilakukan oleh kelompok yang berhasrat ingin mengganti ideologi ini untuk negara Indonesia, tapi juga para pejabat yang membiarkan hal-hal yang menyangkut hajat hidup seluruh rakyat dikuasai korporasi.

Data perjalanan sangat krusial dalam perencanaan dan operasional transportasi. Para insinyur transportasi bisa mendesain jalur transportasi umum, berapa armada tiap jalurnya, kapan mulai dan berakhirnya operasional tiap armada secara baik dan dapat diandalkan jika data perjalanan yang ia punya berkualitas.

Selama ini, data yang digunakan untuk perencanaan dan analisis transportasi dikumpulkan melalui survei lapangan. Petugas survei nongkrong di pinggir jalan atau simpang untuk menghitung berapa banyak kendaraan yang lewat di situ tiap rentang waktu. Kendaraan apa saja yang lewat, dan berapa jumlahnya tiap jenis kendaraan. Petugas survei juga berkeliling rumah per rumah untuk menanyakan riwayat perjalanan mereka. Hari Senin pagi biasanya ke mana jam berapa. Pulang dari kantor jam berapa, lewat mana. Kalau akhir pekan biasanya ke mana dan seberapa sering. Mereka juga bertanya langsung pada pengendara di jalan: mau ke mana dan dari mana. Ini untuk bahan pemetaan bangkitan perjalanan (titik berangkat) dan tarikan perjalanan (titik tujuan).

Selain itu, untuk menganalisis desain lampu lalu lintas, misalnya, mereka menghitung berapa lama lampu hijau, lampu kuning, dan lampu merah tiap ruas menyala. Data tersebut kemudian dianalisis bersama jumlah kendaraan yang lewat serta berapa panjang antrean kendaraan untuk menentukan performa simpang. Dari situ bisa ditentukan apakah perlu ada penyesuaian lama lampu menyala tiap ruas atau sebaiknya dibuat bundaran saja, tanpa lampu.

Beberapa insinyur memang mulai berinovasi dengan menggunakan kamera untuk memantau kondisi ruas jalan atau persimpangan. Inovasi ini sangat berperan mengurangi kesalahan petugas survei dalam menghitung jumlah kendaraan. Namun demikian, cara ini tetaplah terbatas. Pemantauan arus lalu lintas hanya dilakukan pada jam-jam sibuk, misalnya pukul 06:00-10:00 dan 16:00-20:00. Walaupun, misalnya, kamera dinyalakan sepanjang hari atau memanfaatkan CCTV, petugas survei tetap tidak tahu siapa yang sedang menggunakan kendaraan dan secara pasti menentukan dari titik mana ia berangkat, lewat mana, berhenti sejenak di mana, dan mau ke mana.

[mks_pullquote align=”left” width=”300″ size=”24″ bg_color=”” txt_color=”#1e73be”]”Data perjalanan yang menjadi kunci perencanaan dan operasional transportasi adalah barang publik. Data ini menyangkut hajat hidup orang banyak.”[/mks_pullquote]

Sialnya, data-data berkualitas yang sangat penting tersebut kini dikuasai oleh perusahaan swasta, yaitu Gojek dan Grab. Dua perusahaan aplikasi ini, melalui layanannya GoRide, GoCar, Grab Bike, dan Grab Car, setiap hari mengumpulkan data perjalanan. Datanya sangat lengkap mulai dari siapa yang melakukan perjalanan, dari mana, mau ke mana, jam berapa tepatnya ia berangkat, lewat jalur mana, melaju dengan kecepatan berapa, terkena macet di mana jam berapa, mampir di mana, dan sampai di tujuan jam berapa.

Tentu mudah sekali untuk setuju bahwa transportasi yang berkualitas adalah kebutuhan mendasar manusia. Oleh karena itu, data perjalanan yang menjadi kunci perencanaan dan operasional transportasi adalah barang publik. Data ini menyangkut hajat hidup orang banyak.

Pasal 33 Ayat 2 UUD 1945 menyatakan:

“Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.”

Isi pasal tersebut sungguh jelas. Seluruh kegiatan produksi baik itu barang atau jasa yang merupakan kebutuhan mendasar rakyat, seperi listrik, air, dan tentu saja transportasi harus dikuasai oleh negara. Saya tentu sadar akan banyak orang yang sinis dengan ide semacam ini. Ini bisa dipahami karena hingga hari ini, banyak sekali pelayanan negara yang bikin kecewa. Layanan PLN sering bermasalah dan baru-baru ini diterkam isu kenaikan tagihan yang mengagetkan. Layanan air bersih masih jauh dari optimal dan di beberapa daerah malah dikuasai oleh swasta. Begitu juga layanan transportasi umum yang saking buruknya bikin banyak orang ogah menggunakannya. Manajemen yang buruk ini jelas harus diperbaiki.

Namun demikian, kita sebaiknya tidak menjadi anti-negara. Sebab, melalui institusi negaralah kita bisa bermusyarawah untuk menentukan bagaimana sumber daya akan dikelola. Dalam kasus transportasi, jika data perjalanan yang detail dan kaya dikuasa oleh negara, maka dinas perhubungan di tiap kota bisa membuat layanan transportasi yang lebih berkualitas. Data perjalanan digunakan untuk membangun sistem transportasi yang bertumpu pada solidaritas dengan wujud transportasi umum. Bukan dibiarkan menjadi kebutuhan dan pilihan individu seperti sekarang ini, yang berupa layanan ojek dan taksi online.

Jadi, perlu saya tekankan. Ini bukan soal nasionalisme dan anti-swasta dan anti-asing. Juga bukan wujud cinta yang buta pada negara. Poin saya di sini, data perjalanan yang krusial bagi hajat hidup seluruh rakyat tidak seharusnya dimonopoli satu-dua perusahaan untuk modal mengeruk keuntungan. Layanan transportasi tidak semestinya menjadi layanan individu, yang prinsipnya siapa bisa bayar lebih mahal lebih enak perjalanannya. Transportasi adalah sesuatu yang kolektif. Transportasi harus menjadi milik bersama. Transportasi adalah layanan untuk rakyat (kolektif), bukan konsumen (individu). Dan untuk saat ini, institusi berupa negaralah, melalui kementerian perhubungan dan dinas perhubungan tiap kota, yang paling mampu mewujudkannya.

Dengan demikian, dapat saya katakan, keputusan negara membiarkan data perjalanan terus ditambang dan dikuasai oleh perusahaan aplikasi jelas melanggar UUD 1945 khususnya Pasal 33. Dan karena UUD 1945 disusun berdasarkan ideologi negara, maka ini juga merupakan tindakan yang bertentangan dengan Pancasila.