Sebelumnya aku tak tahu ia siapa. Pemandu acara PPSMB Teknik UGM memperkenalkannya sebagai pelopor mobil listrik nasional. Ia diundang sebagai pembicara di depan barisan mahasiswa baru teknik, termasuk diriku.
Aku tidak ingat ia bicara apa. Yang kuingat, nampaknya ia tak terlalu bersemangat menjawab pertanyaan dari mahasiswa baru. Sampai kemudian ada yang bertanya begini: kalau kami sudah bekerja keras untuk menemukan inovasi dalam bidang teknik, lalu terbentur dengan persoalan politik, bagaimana?
Begini ia membuka jawabannya, “Nah, pertanyaan ini yang saya tunggu-tunggu dari tadi.” Kalimat selanjutnya aku lupa persisnya. Tapi kira-kira singkatnya seperti ini, “Tidak usah mikirin politik. Kalian berkaryalah dengan tekun.” (Koreksi kalau aku salah, bagi yang mendengarnya juga).
Sampai beberapa bulan kemudian, aku mengamini perkataannya. Ngapain juga ikut-ikut mengurusi politik. Aku kan kuliah teknik. Setiap orang sudah punya perannya masing-masing. Jika setiap orang menjalankan perannya dengan baik, maka dunia ini akan semakin cepat mencapai cita-cita bersama. Aku ingin mempelajari bidang ilmuku secara sungguh-sungguh. Dan tak perlu ambil pusing dengan bagian orang lain, termasuk politik.
Sejujurnya aku tidak tahu kapan dan di momen apa mulai meragukan omongan si pelopor mobil listrik nasional. Bisa jadi memang tidak ada momen spesial yang mengubah pandanganku. Prosesnya berangsur-angsur.
Kini aku percaya, tanpa politik, penerapan ilmu-ilmu teknik akan sulit berdampak luas. Uji coba inovasi teknik di sebuah desa memang bikin kagum, dan tidak ada salahnya. Namun, jika terus dilakukan oleh komunitas-komunitas kecil, tanpa ada peran aktif negara, maka hanya sebagian kecil (bahkan sangat kecil) kelompok masyarakat saja yang menikmatinya.
Mengapa? Karena yang punya perangkat lengkap itu negara. Dengan dukungan birokrasi negara yang gemuk dan anggaran yang jumbo, negara bisa menerapkan kegiatan yang dampaknya sangat luas.
Pekerjaan rumahnya memang besar. Karena saat ini, citra ilmu teknik cukup buruk apalagi di benak masyarakat terdampak pembangunan. Ilmu teknik kerap dituding menjadi alibi penguasa dalam melaksanakan proyek-proyek yang tidak sensitif pada kemanusiaan. Jalanan macet, kata ilmu teknik via bibir penguasa: bangun jalan tol. Ada potensi gelombang laut tinggi, kata ilmu teknik via mulut penguasa: bangun tembok. Lahan hunian sudah sesak, kata ilmu teknik via lidah penguasa: reklamasi pantai.
Pola penyelesaian masalah seperti di atas merebut banyak ruang hidup rakyat. Belum jelas memang apakah dampak positifnya jauh melampaui efek negatifnya. Tapi perut yang lapar tidak bisa menunggu. Rakyat yang kena efek negatif berjuang untuk hidupnya setiap hari.
Beberapa kalangan menyimpulkan, deretan masalah pembangunan ini karena pengambil keputusan didominasi orang-orang dengan pola pikir teknik, juga ekonomi. Akibatnya, pembangunan nasional tidak menempatkan manusia sebagai pertimbangan utama.
Namun menurutku, justru karena orang-orang yang punya sudut pandang segar dalam ilmu teknik belum menjadi wajah pemerintahan. Mereka ini belum punya kendali dalam pemerintahan, sehingga berbagai keputusan pembangunan terus mengacu pada konsep teknik yang sudah kedaluwarsa.
Zaman sudah maju. Di berbagai belahan dunia, ilmu teknik berkembang pesat. Teori-teori yang sudah basi dan terbukti tak efektif, dibuang ke bak sampah lalu diganti teori yang lebih manjur.
Misalnya di bidang transportasi. Negara-negara macam Amerika dan Korea Selatan pernah keranjingan membangun jalan tol tiap ada sumbatan aliran kendaraan. Mereka dulunya percaya jika jalan macet, berarti jalan tidak cukup lebar untuk menampung kendaraan. Jadi bangunlah terus jalan sampai pertumbuhan jalan baru lebih cepat daripada pertumbuhan jumlah kendaraan. Salah satu kota di Korea Selatan, Seol, bahkan pernah membuat jalan layang di atas sungai!
Kini mereka mulai insyaf. Beberapa jalan tol di negeri mereka sudah dihancurkan. Sebab mereka sudah meresapi teori baru, yang menyatakan bahwa semakin kau membuat jalan baru, orang akan semakin pengin ke mana-mana membawa kendaraan pribadi, dan selanjutnya akan mendorong orang-orang membeli kendaraan baru.
Patut dicatat, perubahan kebijakan di Amerika dan Korea Selatan itu tidak hanya dipengaruhi oleh setumpuk penelitian orang-orang teknik tentang transportasi yang dipublikasikan di jurnal ilmiah lalu sudah. Perubahan besar-besaran terjadi saat ada keputusan politik. Orang-orang teknik yang punya pemikiran baru ini punya suara di dalam pemerintahan, sehingga bisa mempengaruhi arah pembangunan.
Indonesia kini sudah banyak memiliki cendikia teknik yang pikirannya lebih terbuka pada kemungkinan-kemungkinan baru. Apalagi mereka adalah kaum muda yang di zaman ini melihat dunia dengan cara yang jauh berbeda dengan generasi sebelumnya. Tinggal kita bersama-sama, di bidang masing-masing, merebut suara kekuasaan agar tidak terus menerus terjebak di kubangan yang sama. Jangan sampai kendali kekuasan jatuh pada orang-orang yang tubuhnya doang muda, tapi isi kepalanya tidak bergerak ke mana-mana.