Dulu, di tahun kedua aku kuliah, ada kuliah umum salah satu matakuliah yang mendatangkan alumni sebagai pembicara. Seluruh mahasiswa diwajibkan hadir. Jadi aku pun hadir.
Namun, karena malam sebelumnya begadang, aku tidak terlalu memperhatikan omongan si pembicara. Tapi ada satu kalimat yang tiba-tiba menarik perhatianku. “Seorang insinyur jangan alergi politik! Karena setiap keputusan dalam bidang teknik ditentukan oleh kebijakan politik!” Begitu kata si pembicara. (Bagi kawan yang mendengarnya juga, mohon koreksi apabila kalimatnya salah).
Kalimat itu terngiang-ngiang di kepalaku hingga hari ini…
Satu semester sebelumnya, aku baru bergabung dengan organisasi di bidang sosial politik. Jadi, sebetulnya aku telah terpapar dengan aktivitas politik. Walaupun aku masih ogah-ogahan waktu itu. Sebab aku masih menganggap politik hanyalah tentang perebutan kekuasaan, politik praktis, saling sikut, saling tikung, dan hal-hal menjijikkan lainnya.
Seminar yang kuceritakan tadi sungguh telah membuka pikiranku. Ternyata penerapan bidang ilmuku juga dipengaruhi politik! Bagaimana aku bisa acuh?
Tahun-tahun berlalu. Kini aku sudah berada di penghujung masa kuliah. Seperti mahasiswa akhir pada umumnya, aku mulai gelisah. Apalagi waktu itu sedang ada isu pembangunan prasaran transportasi di provinsi tempatku menuntut ilmu. Dalam proses pembangunannya, terjadi konflik lahan antara masyarakat dan pemerintah. Peristiwa ini semakin membuatku gelisah.
Dari pelajaran di kelas, aku paham bahwa infrastruktur yang memicu konflik lahan ini perlu dibangun karena yang ada sudah tak lagi mampu menampung penumpang yang makin padat. Namun juga aku tahu dari pengalaman dan bacaan, pemilihan lokasi pembangunan infrastruktur perlu mempertimbangkan aspek sosial.
Sungguh pusing kami waktu itu mencari trase (jalur) terbaik dalam matakuliah geometri jalan, gara-gara menerobos kuburan dan pemukiman warga. Tapi kenapa pada pembangunan proyek ini bisa sampai terjadi konflik? Bukankah perancangnya adalah insinyur-insinyur terbaik negeri ini?
Jawaban pun kudapat, walau hanya kata seorang teman dan masih kupertanyakan kevalidannya. Prasarana tersebut telah memiliki beberapa opsi lokasi dan yang dipilih itu bukan opsi terbaik berdasarkan aspek sosial. Sasus yang kudengar, masalah keuntungan wilayahlah yang menyebabkan dipilihnya lokasi itu.
Dari informasi tersebut aku semakin sadar. Politik memang tidak memengaruhi tulangan beton yang akan digunakan. Namun lebih besar dari itu, dampak sosial pada masyarakat akibat kerja-kerja insinyur ditentukan olehnya. Keputusan politiklah ujung tombaknya. Oleh karena itu, aku serukan pada para insinyur dan calon insinyur yang sadar akan kemanusiaan: berpolitiklah! Kalau tidak karya-karya yang kau pikir mulia itu hanya dimanfaatkan oleh mereka yang memiliki kuasa untuk mengambil keuntungan.