Kategori
Society

Ada Sesuatu yang Hilang di Yogyakarta

Ada masalah sampah-sampah kebijakan publik yang belum mampu menghadirkan rasa nyaman dan aman.

Perencanaan dan penataan kawasan perkotaan terus berjalan di tanah air. Tentu saja, pola perencanaan yang ada bersumber pada pola aktivitas dan mobilitas warganya. Kalau ada perubahan fasad atau wajah bangunan dan perubahan penataan kawasan, itu jamak dilakukan untuk merespon perubahan yang terjadi. Ada yang hilang dan ada yang baru dari hasil perencanaan dan penataan kawasan perkotaan.

Misalnya, apa yang teringat soal keberadaan air mancur di kawasan titik nol kilometer Yogyakarta? Tak banyak juga, yang memiliki dokumen keberadaan air mancur di lokasi tersebut. Di masa lalu, hadirnya air mancur begini bisa jadi untuk menegaskan harapan soal lestarinya lingkungan perkotaan. Pola begini malah hadir lagi dengan adanya air mancur warna-warni yang bernyanyi dan terlihat indah di malam hari di berbagai kota dunia. Jadi atraksi wisata tersendiri.

Tapi simak saja, bagaimana cerita masa lalu pemanfaatan air mancur model begini. Merespon itu, ada kebijakan menghilangkan air mancur dan berganti dengan diratakan menjadi bagian jalan raya.

Seiring perkembangan kebijakan penataan kawasan perkotaan terus berganti-ganti. Misalnya, ada kisah bagaimana kawasan titik nol kilometer selalu padat oleh pedagang tiban, pedagang pakaian, pedagang kain santai, hingga ada istilah kibaran sarung menghiasi titik nol kilometer. Sri Sultan HB X, pernah menyentil persoalan ini. Pedagang tiban ini, selalu hadir kala momen sekaten, momen yang ditunggu oleh para pelaku UMKM dari banyak kota untuk turut juga mengais untung.

Pemerintah kota Yogyakarta sebagai penyelenggara acara rutin sekatenan juga mengalokasikan secara khusus dan isi media massa bisa dirunut lagi, bagaimana hadir debat peningkatan pendapatan daerah dari retribusi bisa dioptimalkan. Ada kesempatan menampilkan potensi usaha rakyat dalam pameran yang dirangkai dengan acara sekaten. Lalu, kebijakan ini berubah kala hadir Jogja Expo Centre, kawasan baru untuk menampilkan potensi dan penyelenggaraan event yang lebih bergengsi dan modern. Itu cita dan harapan idealnya.

Ada juga masa kala kawasan titik nol kilometer diubah dan dipercantik dengan menghadirkan taman kota, termasuk hadirnya monumen tapak untuk menempatkan memori kolektif atas prestasi dan teladan tokoh bangsa. Soal menghadirkan taman kota, tentu ingatan publik tak boleh lupa dengan adanya protes masyarakat sipil, respon seniman dengan film dokumenter pendek, “Nasi Kucing Lawuh Suket” yang di dalamnya berisi narasi visual dan respon pelaku ekonomi yang selama masa itu bergantung pada keramaian di titik nol.

Upaya penataan kawasan perkotaan berlanjut dengan episode baru yaitu penataan kawasan Malioboro, termasuk titik nol. Taman hilang, kawasan ditata ulang untuk bisa jadi ruang publik lebih nyaman bagi pejalan kaki. Dua tahun terakhir, pedagang buku dan majalah, koran di kawasan ini digusur tak boleh lagi melanjutkan usaha. Bagi sebagian orang, membaca dan membeli buku, koran, dan majalah adalah bagian cerita masa lalu saja. Nah, terkini penting juga dicatat hilangnya keberadaan pos polisi yang berganti dengan pengawasan lewat CCTV 24 jam, untuk menghadirkan rasa aman.

Bak merespon cerita kenangan, dan hadirnya rasa kangen dengan Yogyakarta, ada puisi Joko Pinurbo yang cukup populer, penegasan bahwa Yogyakarta itu terdiri dari rindu, pulang dan angkringan. Begitulah perasaan seniman, yang bisa menghaluskan akal budi manusia. Bukan hanya puisi, ada lagu juga yang populer, soal ada sesuatu di Yogyakarta.

Kalau urusan #JogjaBerhentiNyaman, atau #JogjaOraDidol bisa direspon secara positif ke depan dengan #JogjaBerhentiKorupsi, misalnya, bisa jadi menghadirkan harapan untuk membuat Yogyakarta jadi lebih baik.

Bukan hanya puisi, lewat karya Fotografi, Pewarta Foto Indonesia secara khusus pernah membuat pameran yang cukup fenomenal. Slogan dari judul pameran bahkan menggeser ikon Yogyakarta Berhati Nyaman yang kemudian diplesetkan dengan Yogyakarta Berhenti Nyaman. Lewat visualisasi fotografi inilah, ada protes, ada kritik kepada penyelenggara pemerintahan, pemangku kebijakan atas masalah riil yang terjadi di Yogyakarta. Rasanya bisa ditelusuri juga, apakah sejumlah foto, rekaman lensa pewarta foto kala itu kini sudah berhasil mengubah kebijakan publik, masalah-masalah publik yang belum selesai.

Masalah sampah-sampah kebijakan publik yang belum mampu menghadirkan rasa nyaman dan aman. Ini pekerjaan rumah bersama.

Kalau urusan #JogjaBerhentiNyaman, atau #JogjaOraDidol bisa direspon secara positif ke depan dengan #JogjaBerhentiKorupsi, misalnya, bisa jadi menghadirkan harapan untuk membuat Yogyakarta jadi lebih baik.

Ini tentunya butuh kerja bersama, respon bersama-sama untuk menemukan langkah mencari sesuatu yang hilang dari Yogyakarta. Sesuatu, yang dalam beberapa waktu terakhir direbut oleh aksi-aksi random pelaku kekerasan jalanan, perilaku remaja yang membuat miris dan khawatir banyak pihak.

Iya, benar ada teknologi model CCTV yang 24 jam nonstop merekam aktivitas warga. Agaknya itu belum cukup, kala respon cepat, upaya mitigasi dan pencegahan aksi kekerasan jalanan terus terjadi dan memakan korban. Kritik dan respon, penting. Termasuk perlunya diwujudkan langkah berbudaya, upaya bersama menghadirkan praktek konkrit, keteladan, keramahan dan tegur sapa lintas generasi guna menemukan kembali, sesuatu yang hilang dari Yogyakarta. Selain sumbu filosofis Ngayogyakarta, ada sumbu-sumbu pendek yang butuh perhatian juga.

Sebagai penutup, seniman film Garin Nugroho pernah membuat film Daun Di Atas Bantal. Ada sosok Asih, yang diperankan oleh Christine Hakim yang memiliki perhatian dan kasih sayang kepada tiga anak-anak jalanan. Rasa sayang, rasa asih dan besarnya perhatian kepada anak-anak pun tanpa identitas yang jelas, yang dilupakan negara karena ketiadaan identitas memberi cermin penting bagaimana praktek kemanusiaan dijalankan.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s