Duka mendalam dialami warga di Jalan Tanah Merah Bawah, Rawa Badak Selatan, Kecamatan Koja, Kota Administrasi Jakarta Utara pada hari Jumat (3/3/2023). Sekitar pukul delapan malam, kobaran api yang berasal dari Depo BBM Plumpang milik Pertamina menghanguskan rumah-rumah di area tersebut. Jarak rumah warga dengan area Depo BBM tersebut memang dekat sekali, hanya dipisahkan tembok dengan tinggi sekitar 4,5 meter dan jalan yang lebarnya sekitar 4 meter. Sampai dengan hari Sabtu (4/3/2023), korban meninggal dilaporkan sebanyak 19 orang, dan korban luka-luka setidaknya 50 orang.

Karena dekat dengan tahun politik elektoral (pemilu tahun 2024), peristiwa ini oleh beberapa orang dijadikan bahan untuk menyalahkan kubu yang berseberangan. Saling menyalahkan pun terjadi. Alhasil, tidak terjadi perdebatan yang produktif tentang apa yang perlu dilakukan ke depannya agar tidak terulang peristiwa yang sama dan memunculkan korban jiwa. Perlu kita ingat bersama, kebakaran Depo BBM Plumpang ini sudah yang kedua kalinya. Kebakaran pertama terjadi di tahun 2009.
Tata Ruang dan Zonasi
Idealnya, Depo BBM tidak boleh langsung bersebelahan dengan permukiman. Area ini mempunyai risiko kecelakaan yang tinggi. Salah satunya adalah kebakaran. Para ahli menyebut perlu adanya buffer zone (area penyangga). Maksudnya, ada luasan area tertentu di sekeliling Depo BBM yang berfungsi untuk mencegah kobaran api menjalar ke mana-mana.
Jokowi benar ketika ia berkata bahwa sudah pernah direncanakan area penyangga di Depo BBM Plumpang. Ini bisa dilihat di Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014 (Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014) untuk kawasan Depo BBM Plumpang berikut ini:

Depo BBM Plumpang berada di area warna merah. Zonasi area merah tersebut adalah P (Zona Pemerintahan Nasional). Dapat kita lihat bahwa belum semua area merah tersebut sudah menjadi kawasan Depo BBM. Di kanan bawah, terdapat permukiman padat yang juga masuk ke dalam area merah tersebut. Hal ini menunjukkan adanya rencana perluasan area Depo BBM Plumpang.
Di sekeliling area merah tersebut, terdapat zona berwarna biru. Warna ini menggambarkan rencana saluran air atau saluran air yang sudah ada. Di sebelah Selatan Depo BBM Plumpang (di bawah area merah), sudah terdapat saluran air yang cukup lebar. Saluran ini menjadi pemisah antara area Depo BBM Plumpang dengan area di selatannya. Di sisi selatan depo ini sebenarnya juga tidak terdapat permukiman padat. Penampakan saluran di sisi selatan depo bisa dilihat di gambar berikut.

Di sebelah Barat Depo BBM Plumpang (di sebelah kiri area merah), terdapat saluran air yang lebih lebar lagi, yaitu Kali Sunter. Selain itu, terdapat jalan inspeksi kali yang cukup untuk papasan dua mobil. Dengan demikian, buffer zone di sisi Barat depo sudah aman. Kondisi Kali Sunter dan inspeksinya bisa dilihat di gambar berikut.

Yang menjadi masalah adalah sisi Utara (di atas area merah) dan sisi Timur (di sebelah kanan area merah). Selain tidak ada saluran air yang cukup lebar, jarak permukiman padat dengan tembok depo juga sangat dekat. Apabila kita lihat peta zonasi RDTR 2014 di atas, terdapat zona B (zona terbuka biru), yang berarti terdapat rencana saluran air. Lebar rencana saluran tersebut hampir sama dengan lebar Kali Sunter. Jika saluran air ini terealisasi, maka tersedia buffer zone di sekeliling area Depo BBM Plumpang. Alhasil, tingkat keamanan Depo BBM ini menjadi lebih baik.
Sayangnya, terjadi perubahan RDTR Provinsi DKI Jakarta dengan dasar Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 31 Tahun 2022 yang ditetapkan pada tanggal 27 Juni 2022. Walaupun hanya setingkat Pergub, tapi peraturan ini sudah menggantikan RDTR 2014 yang setingkat Perda, karena telah diterbitkan Perda Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pencabutan Perda Nomor 1 Tahun 2014. Terjadi perubahan zonasi yang signifikan di area Depo BBM Plumpang pada RDTR 2022, seperti dapat dilihat di gambar berikut.

Di RDTR 2022 ini, area Depo BBM Plumpang ditandai dengan warna ungu. Terlihat jelas tidak ada rencana saluran air di sisi Utara (atas) dan Timur (kanan) area depo, yang sebelumnya ada di RDTR 2014. Di kedua sisi ini, zonasi Depo BBM Plumpang langsung berbatasan dengan zonasi R (warna kuning), yang berarti peruntukannya untuk Permukiman Kepadatan Sangat Tinggi. Hanya terdapat zona saluran air di sisi Selatan (bawah) dan Barat (kiri), karena di situ memang sudah ada saluran/kali.
Mengapa terjadi perubahan yang signifikan? Entahlah, eksekutif dan legislatif di DKI Jakarta yang bisa menjelaskan.
Namun demikian, meski rencana saluran tidak ada, dan saat ini zonasinya adalah Permukiman Kepadatan Sangat Tinggi, jika pemerintah membutuhkannya untuk kepentingan umum, aturan di RDTR 2022 memungkinkan hal tersebut. Ini tertuang dalam pasal 222 Pergub DKI Jakarta Nomor 31 Tahun 2022 sebagai berikut:
Dalam hal kegiatan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, swasta dan/ atau yang dikerjasamakan belum termuat dalam Rencana Struktur Ruang, maka dapat dilaksanakan di seluruh WP Provinsi DKI Jakarta dengan dilengkapi kajian komprehensif/kajian kelaikan setelah mendapatkan pertimbangan dari FPRD dan Persetujuan Gubernur.
Pasal 222 Pergub DKI Jakarta Nomor 31 Tahun 2022 tentang RDTR
Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum
Setelah Depo BBM Plumpang mengalami kebakaran lagi, ada yang mengusulkan untuk memindahkan lokasi depo BBM tersebut, seperti yang dilontarkan oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Ia menyatakan bahwa depo BBM tersebut akan lebih aman jika dipindah ke area pelabuhan. Apabila opsi ini yang dipilih, maka perlu dipertimbangkan hal-hal teknis seperti ketersediaan lahan di area pelabuhan dan kelancaran distribusi BBM.
Ada juga yang mengusulkan agar disediakan buffer zone yang cukup untuk menahan jalaran api. Artinya, tidak boleh ada permukiman di sekitar area Depo BBM Plumpang, khususnya di sisi Utara dan Timur. Pertanyaannya kemudian, untuk warga yang rumahnya masuk ke dalam rencana buffer zone, apakah diberikan ganti kerugian atau direlokasi?
Istilah “relokasi” muncul karena ada indikasi warga yang bertempat tinggal di area sekitar Depo BBM Plumpang tidak mempunyai bukti surat kepemilikan yang diakui oleh peraturan perundang-undangan, hanya menggarap saja. Terkait hal ini, kita sudah mempunyai aturan main yang jelas tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum, yaitu UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, yang kemudian dijabarkan dengan PP No. 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, yang kemudian dijabarkan kembali oleh Peraturan Menteri ATR/BPN No. 19 Tahun 2021 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 19 Tahun 2021. Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, surat keterangan garap di atas tanah negara (bukan tanah milik negara/aset, ya) dapat dijadikan bukti kepemilikan oleh warga sebagai dasar untuk pemberian ganti kerugian. Apabila penguasaan tanah negara oleh warga tidak dilengkapi dengan surat keterangan garap, asalkan dikuasi secara fisik dan di atasnya terdapat ladang, kebun, tanam tumbuh, bekas tanah tumbuh, bangunan permanen/tidak permanen, bukti penguasaannya berupa surat pernyataan penguasaan fisik dan tidak sengketa dari yang bersangkutan, serta surat keterangan dari lurah/kepala desa terkait tanah tersebut. Artinya, peraturan pengadaan tanah yang kita miliki saat ini tidak menyediakan opsi relokasi.
Jika Pertamina memutuskan untuk merealisasikan buffer zone ini, seperti yang disinggung oleh Presiden Jokowi, maka Pertamina sebagai instansi yang memerlukan tanah mengajukan Penetapan Lokasi (Penlok) kepada gubernur. Apabila Penlok sudah ditetapkan, maka proses pemberian ganti kerugian bisa dilakukan. Jika ternyata gubernur tak kunjung menerbitkan Penlok selama 14 hari kerja setelah pengajuan, dan keperluan buffer zone ini adalah Proyek Strategis Nasional atau tidak bisa dipindahkan lokasinya, maka Pertamina bisa mengajukannya ke menteri. Artinya, tidak adanya dukungan dari pemerintah provinsi tak lantas bisa menghambat keperluan yang sangat krusial ini. Beda visi antar-pejabat jangan sampai berakibat melayangnya nyawa warga.