Kategori
Society

Kenapa Kita Tidak Mempermasalahkan Youtube?

Indira Kalistha jelas membuat kesalahan ketika bilang bahwa ia tidak perlu memakai masker saat bepergian dan mencuci tangan setelah menerima barang dari orang lain. Walaupun ia tidak menganggap Corona sebagai ancaman yang serius, dan menyerahkan takdir mati-hidup kepada Tuhan, sebagian besar orang tidak berpikir demikian. Virus corona jelas mengancam semua orang terutama yang punya penyakit berbahaya dan para tenaga kesehatan. Apalagi virus corona sangat cepat menular, sehingga ketidakpedulian Indira jelas berisiko bagi orang lain.

Gritte Agatha juga bersalah karena ia yang memberi ruang Indira Kalistha untuk bicara seenaknya. Ia tetap mengunggah video itu ke akun YouTube-nya, meskipun pernyataan Indira sudah melewati batas. Entah ia menyadari pernyataan yang kelewatan tersebut atau tidak.

Selain kedua orang ini, ada lagi pihak yang perlu kita permasalahkan, yaitu YouTube. Platform ini jarang sekali mendapatkan sorotan saat ada video viral yang bermasalah. Kehadirannya sebagai mediator antara para pembuat konten video dengan penonton dianggap sebagai sesuatu yang normal.

Padahal, dalam kasus Indira Kalistha dan Gritte Agatha, YouTube jelas juga bersalah. Algoritma YouTube mempermudah konten-konten buruk tapi kontroversial seperti itu muncul dan bertahan di permukaan. Konten ini nangkring di jajaran trending dan tampil di linimasa berbagai akun Youtube. Akibatnya, semakin banyak orang yang menonton video tersebut. Semakin banyak pula waktu dan energi kita yang tersedot untuk bereaksi (menghujat, marah-marah, membela, menasihati, dll). Waktu, energi, dan pikiran yang seharusnya bisa dicurahkan untuk hal-hal yang penting dan bermanfaat, tersita begitu saja.

Kenapa banyak orang mengabaikan kesalahan YouTube? Sebab mereka menganggap YouTube netral. Menurut mereka, YouTube hanyalah media, yang hanya menyediakan ruang bagi orang-orang yang ingin berbagi konten video. Isinya ya tergantung kita mau mengunggah video apa. Masalah algoritma trending? Itu juga tergantung pada para penontonnya. Selama para pengguna YouTube lebih suka menonton konten-konten busuk, yang trending pun bakal ikutan busuk.

[mks_pullquote align=”left” width=”300″ size=”24″ bg_color=”” txt_color=”#1e73be”]”Algoritma YouTube mempermudah konten-konten buruk tapi kontroversial muncul dan bertahan di permukaan.”[/mks_pullquote]

Cara berpikir yang demikian keliru besar dan berujung fatal. Mereka lupa mempertanyakan, kenapa algoritma trending harus berdasarkan seberapa banyak dan seberapa lama orang-orang menonton sebuah video? Bukankah tidak ada hubungannya kualitas sebuah konten dengan seberapa sering ia ditonton? Mengapa YouTube memilih model algoritma yang demikian? Jawabannya adalah profit. YouTube adalah sebuah perusahaan yang tujuan utamanya adalah pengumpulan keuntungan sebanyak-banyaknya. Ia hadir bukan untuk memberikan fasilitas menonton dan berbagi video secara cuma-cuma kepada umat manusia. Ia tidak peduli apakah sebuah video berkualitas atau busuk. Ia hanya peduli pada potensi sebuah video mengalirkan banyak keuntungan.

Jika sudah memahami kenyataan ini, maka setiap ada konten busuk beredar di YouTube, kita tidak lagi hanya menyalahkan aktor, pemilik akun, dan orang-orang yang menonton. Kita juga harus mengarahkan telunjuk pada YouTube, sebuah perusahaan yang berada di Amerika.

Logika ini tidak hanya berlaku pada YouTube, tapi juga media sosial yang lain, seperti Twitter, Facebook, dan Instagram. Singkatnya, kita perlu lebih skeptis pada perusahaan yang menjadi perantara penyebaran informasi.

Lalu, apakah kemudian solusinya kita tidak usah menggunakan YouTube, Twitter, Facebook, dan Instagram? Untuk saat ini, cara tersebut belum bisa dilakukan. Mereka masih menguasai infrastruktur digital. Untuk menghadapinya diperlukan kekuatan sebuah negara bahkan beberapa negara.

Namun, ada satu hal yang bisa dilakukan oleh kita-kita ini, rakyat biasa, yaitu memulai model penyebaran informasi yang lain, di luar logika media sosial yang ada saat ini. Para pembuat video boleh tetap mengunggah video ke YouTube. Namun, kita tidak menonton video itu melalui beranda, trending, atau tombol  search di YouTube. Kita menonton berdasarkan rekomendasi dari pihak ketiga yang sudah memilih konten-konten yang bagus saja di YouTube. Pihak ketiga ini adalah para kurator, yang memiliki kemampuan untuk menyeleksi mana video yang perlu ditonton, mana yang perlu diabaikan. Sehingga kita tidak perlu lagi terpapar oleh konten-konten busuk seperti yang dibikin oleh Indira Kalistha dan Gritte Agatha, dan para YouTuber murahan lainnya.

Oleh Dandy Idwal

It is easier to imagine the end of capitalism than the end of family

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s