Semua yang awalnya virtual telah berubah menjadi nyata. Kecepatan informasi terkait penyakit menular baru, Covid-19 yang bermula di China dan merembet cepat menjadi wabah pandemi dunia itu sempat membuat geger warga dunia. Membuat takut dan rasa was-was. Beberapa waktu rupanya Covid-19 sudah sampai di lingkungan RT (Rukung Tetangga) saya. Inilah fakta riil. Hanya saja, suasana psikologi warga di lingkungan RT tidak lagi dipenuhi ketegangan dan ketakutan atas resiko kematian akibat penyakit menular baru, seperti saat awal penyakit akibat virus ini diumumkan.
Boleh jadi karena banjir informasi atas segala hal terkait penyakit menular baru begitu berlimpah. Termasuk juga sudah mulai dijalankan vaksinasi massal untuk pencegahan Covid-19.
Pasien positif yang harus menjalani proses perawatan atau isolasi di RT saya adalah kepala keluarga yang memiliki momongan anak pertama. Adanya dorongan untuk bisa bekerja kembali di kantor pemasaran dealer mobil membuatnya harus mengikuti tes SWAB. Ia memilih periksa kesehatan di Puskesmas yang melayani gratis dengan fasilitas jaminan kesehatan Kartu Indonesia Sehat yang iurannya dibayar pemerintah. Hasilnya positif, dikabarkan oleh Puskesmas dan pihak kelurahan segera bergerak memberi tahu RT/RW setempat.
Awalnya pasien positif Covid-19 ini mengaku tanpa gejala apa-apa dan berkeinginan untuk bisa berangkat sendiri ke faskes isolasi yang ada. Tak ada kompromi ternyata. Mobil ambulans dengan pengawalan mobil Covid Hunter untuk pelanggar protokol kesehatan menjemput langsung ke rumahnya. Siang hari, tepat saat waktu dhuhur tiba. Tak butuh waktu lama, pasien positif Covid-19 tanpa gejala ini harus menjalani proses isolasi hingga nanti dinyatakan negatif atau sembuh.
Pemerintah Indonesia kini memilih kebijakan penanganan penyakit menular baru dengan menerapkan PPKM Mikro. Presiden RI, Joko Widodo turun langsung ke lapangan untuk memastikan penanganan, pencegahan juga pelayanan kesehatan optimal. Faktualnya, di tengah masa liburan sekolah angka terkonfirmasi positif Covid-19 naik tajam di daerah.
Apa daya, jumlah pasien positif meningkat di masa libur sekolah. Kondisi yang membutuhkan perhatian semua pihak untuk benar berdisiplin menjalankan protokol kesehatan, pencegahan lebih baik daripada mengobati. Adaptasi kebiasaan baru, rajin cuci tangan, pakai masker, jaga jarak, hidup sehat rupanya perlu efektif dan ketat dijalankan.
Adanya kekhawatiran soal ketersediaan bed atau tempat tidur pasien yang isolasi maupun pasien yang butuh perawatan intensif di ICU, harus dijawab serius oleh pemerintah daerah dengan kerja keras. Semua yang sakit harus bisa terlayani di faskes. Ini tentu tidak mudah dan butuh kerja sama antar-kelembagaan untuk bisa memberikan kepastian pelayanan kesehatan dengan baik.
Benar, sudah ada vaksinasi massal yang terus digencarkan. Bahkan kepolisian dan TNI dilibatkan untuk pelaksanaan vaksinasi massal ini. Situasi darurat harus bisa diatasi dengan cepat. Vaksinasi sebagai langkah pencegahan diperlukan agar bisa menjangkau lebih banyak warga.
Soal wabah, pandemi, semua negara kini berjibaku untuk memastikan warga negaranya bisa selamat, bisa sehat.
Harapan agar kondisi segera pulih, bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat dampak wabah memang harus terus dirawat. Temtu ini tugas pemerintah untuk memberikan pelayanan publik, pelayanan kesehatan.
Kematian akibat penyakit menular tak bisa dihindari. Kematian adalah takdir yang tak diketahui kapan akan menghampiri manusia. Kesembuhan dari penyakit dan kesehatan bisa diupayakan dengan hadirnya kemajuan ilmu pengetahuan soal penyakit dan obatnya.
Kini, di tengah kondisi krisis, mengakhiri kesulitan akibat dampak pandemi memang perlu terus dinyalakan api semangat untuk segera bangkit. Adaptasi kebiasaan baru butuh partisipasi lebih banyak orang untuk menjalankan protokol kesehatan.