![]() |
Sumber: ANTARA |
Pagi hari, di simpang empat Kentungan, Sleman, empat polisi lalu lintas berjaga di empat lengan jalan. Ketika lampu hijau masih menyala untuk arus lengan Selatan (arah dari UGM), polisi menghentikan laju kendaraan. Kemudian, polisi yang berada di lengan Timur (arah dari UPN “Veteran”) menginstruksikan kendaraan untuk segara melaju. Padahal, lampu merah di lengan tersebut masih menyala. Polisi melakukan hal ini karena lengan Barat (arah dari Jombor) sudah macet panjang. Dengan mempercepat giliran, harapannya, kemacetan di ruas Barat dapat segera terurai. Volume kendaraan dari arah Barat memang besar di pagi hari.
Dari kasus ini muncul pertanyaan, apakah pengaturan waktu lampu lalu lintas perempatan tersebut tidak sesuai dengan kondisi di lapangan?
Untuk menentukan pembagian lama waktu lampu lalu lintas, para insinyur mula-mula mengambil data jumlah, jenis, dan kecepatan kendaraan yang lewat di masing-masing lengan suatu simpang. Lebar jalan yang menuju simpang juga diukur, sebagai salah satu parameter kapasitas jalan tersebut. Jumlah bangunan dan jenisnya di sekitar jalan juga menjadi catatan. Sebab, ia punya potensi mengganggu kinerja simpang. Para insinyur menyebutnya dengan istilah hambatan samping.
Perilaku pengendara juga menjadi data yang sangat penting dalam proses manajemen simpang. Aksi para pengendara sepeda motor yang gigih mencari celah di antara mobil sebetulnya adalah hal positif di satu sisi. Mereka membuat kinerja jalan tersebut menjadi efektif. Jadi, antrean kendaraan tidak terlalu panjang. Beda dengan mobil yang tidak bisa digunakan selincah itu. Walaupun, tentu saja keputusan terlalu nekat menerobos celah sempit lalu menyenggol spion mobil juga perlu kita kurangi. Setidaknya, bila suatu ketika kita sedang khilaf menyenggol spion mobil orang, menolehlah dan berikan tanda permohonan maaf.
Baca juga: Punya Garasi Dulu, Baru Beli Mobil
Keputusan para pengemudi yang nekat menerobos lampu kuning, bahkan lampu merah yang baru nyala, secara teknis juga menambah keberkahan. Kenekatan kita membuat performa jalan tersebut meningkat. Jalan itu bisa lebih banyak meloloskan kendaraan tiap satu siklus lampu hijau. Meskipun keselamatan seharusnya tetap menjadi perhatian utama.
Setelah semua data terkumpul dan terkoreksi, para insinyur mensimulasikan data tersebut menggunakan software. Analisis dari software tersebut menghasilkan pembagian lamanya lampu hijau, kuning, dan merah untuk tiap-tiap lengan simpang. Jadi, apabila kita sedikit kesal, mengapa lengan Timur simpang MM UGM (dari arah Lembah UGM) lampu hijaunya singkat sekali? Itu berasal dari pertimbangan teknis. Lengan tersebut lebih lebar dari tiga lengan lainnya. Sehingga, lebih banyak kendaraan yang lolos dari simpang untuk waktu yang sama dibandingkan lengan yang lain. Selain itu, apabila lampu hijau di lengan Timur itu terlalu lama, maka antrean kendaraan di lengan Selatan (arah dari Mirota Kampus) dan lengan Utara (arah dari Kaliurang) menjadi terlalu panjang. Jadi, pembagian waktu tunggu tersebut sudah diusahakan adil. Maka, marilah lebih bersabar jika berkendara di jalan tersebut. Berilah jalan bagi pengendara yang ingin belok kiri langsung. Jangan diserobot.
Agar tulisan ini nyambung dengan judulnya, mari kita kembali ke pembahasan mengenai polisi. Keputusan polisi menyuruh pengendara dari lengan Timur melaju sebelum waktunya memang berasal dari insting yang subjektif. Polisi menganggap antrean kendaraan di lengan Barat sudah terlalu panjang. Namun, hal itu menunjukkan pembagian waktu lampu lalu lintas di simpang tersebut tidak efektif saat pagi hari. Sehingga, para insinyur perlu mempertimbangkan variasi arus lalu lintas setiap harinya. Tentunya, jumlah kendaraan saat pagi hari, siang, dan malam berbeda-beda. Pembagian waktu lampu lalu lintas perlu mempertimbangkan fenomena tersebut. Tidak dipukul rata sama semua. Agar pak polisi tidak kelayapan saat jam-jam sibuk dan menghisap lebih banyak asap pekat.
Di zaman yang sudah modern ini, pengaturan lalu lintas mestinya mengurangi keterlibatan manusia di lapangan. Ketika dahulu perempatan jalan pertama kali dibuat, manusia memang menjadi andalan. Ia berdiri di tengah-tengah simpang dengan memegang bendera dan peluit untuk mengatur giliran laju kendaraan. Maka, apabila kita melewati simpang dan masih ada pak polisi mengayun-ayunkan tangan sambil meniup peluit, kita mengalami kemunduran beberapa abad.
PijakID