Saya tahu ini tidak pantas diucapkan pada Moko – seorang pemuda yang baru lulus kuliah arsitektur yang tiba-tiba harus mengurus lima keponakannya (tiga sudah sekolah, satu baru lahir, satu titipan) karena kakak perempuan dan iparnya meninggal dunia, dan seorang bapak yang kabur meninggalkan anaknya. Moko telah membunuh mimpinya sendiri, yang telah ia angan-angankan bersama pacarnya. Ia percaya pada takdirnya, meskipun sungguh, lelahnya tak terkira.
Tetapi toh, saya akan tetap mengatakan ini pada Moko: untungnya, masih ada tembok di rumahmu yang bisa dibongkar untuk membuat ruang tamu yang lebih jembar. Ada sebuah keluarga, di Jakarta juga, yang bahkan tidak punya tembok untuk dihancurkan. Sebab, satu-satunya ruang di rumah yang mereka miliki adalah sepetak ruangan berukuran 2×3 meter saja. Anggota keluarga mereka bahkan lebih banyak daripada anggota keluargamu. Alhasil, jangankan menghancurkan tembok, tidur saja mereka bergantian karena satu ruangan itu tak cukup untuk menampung mereka semua.
