Kategori
Transportasi

Sidang Tilang dan Cara Kembali ke Masa Lalu

Seingat saya, setelah diakui dewasa oleh negara, berdasar kriteria pada UU No. 23 Tahun 2006 pasal 63 ayat 1, saya selalu berusaha untuk menjadi warga negara yang baik. Membuat Surat Izin Mengemudi (SIM), tidak dengan sengaja melanggar hukum, menaati peraturan lalu lintas dll.

Namun tentu saja, seperti manusia kebanyakan, terkadang kelalaian datang. Sekitar dua minggu yang lalu, dalam perjalanan yang cukup terburu-buru dari Solo menuju Jogja, saya melewati razia lalu lintas yang dilakukan oleh Polres Klaten di sekitar Jalan Solo-Jogja. Dalam razia itu, hanya sepeda motor yang diperiksa, sedang kendaraan beroda lebih dari dua dipersilakan melanjutkan perjalanan. Karena merasa menjadi warga negara yang baik, memiliki SIM dan membawa surat-surat kendaraan bermotor yang lengkap, saya mengikuti prosedur dan tidak menghindar dari razia tersebut.

Setelah mengantri di sederet sepeda motor yang cukup panjang, karena memang jalanan cukup padat waktu itu, akhirnya tibalah giliran saya untuk dicek kelengkapan. Saya menyerahkan surat-surat saya lengkap, tak kurang satu pun karena memang hanya SIM dan STNK. Yang terhormat Bapak Polisi pun mengeceknya, dan beliau bilang bahwa motor saya belum bayar pajak untuk tahun 2019. Aduh, saya baru ingat juga itu. Lalu saya dipersilakan minggir untuk diproses.

Saat satu antrian saya sedang diproses, saya mendengar sedikit eyel-eyelan, berdebat, antara bapak-bapak pengemudi sepeda motor dengan Pak Polisi. Saya tidak terlalu memerhatikan apa yang mereka perdebatkan. Asumsi saya, seperti kebanyakan pelanggar lalu lintas, bapak pengemudi sepeda motor itu merasa tidak melanggar. Bagian yang saya dengar cuman, “Memangnya itu melanggar, Pak?”

“Ya melanggar, apa perlu saya tunjukan pasalnya!” jawab Pak Polisi.

Selebihnya saya tidak menghiraukan, setahu saya bapak tadi tetap ditilang dan kini tiba giliran saya. Sebagai orang yang tidak suka ngeyel dan kebetulan sedang terburu-buru, saya mengikuti setiap proses penilangan dengan menurut saja. Menyerahkan SIM, menerima surat tilang, dan langsung melanjutkan perjalanan. Ya, dengan perasaan sedikit kesal karena harus sidang di Klaten dua minggu kemudian. Waktu, bensin, dan tenaga akan terbuang untuk melakukan sidang di tempat yang jaraknya lebih dari 40 km dari kos saya ini.

Sebelum ini, saya hanya sekali terkena tilang. Itu pun dulu waktu SMA, karena belum memiliki SIM. Saya tidak tahu bagaimana prosedur tilang saat ini. Beberapa kali saya mendengar informasi dari kawan atau saudara yang terkena tilang, bahwa sekarang prosedur tilang sudah canggih. Mutakhir. Tinggal membayar via bank dan tanpa perlu antre. Namun saya tidak benar-benar mengonfirmasi apakah memang seperti itu. Dan juga saya cukup menyesal karena terlalu terburu-buru sehingga tidak menanyakan kepada Pak Polisi yang menilang saya. Di tengah perkembangan teknologi dan segala 4.0 yang sedang ramai diperbincangkan orang-orang, proses tilang yang canggih itu tentu mudah diwujudkan. Efektif dan efisien. Budiman Sudjatmiko dan Dandy Idwal pasti bergairah mendengarnya.

Beberapa waktu sebelum hari sidang, seorang kawan bilang kepadaku bahwa bukan wewenang razia polisi untuk menilang orang yang belum bayar pajak kendaraan bermotor. Saya pun tidak tahu ada peraturan itu. Ketergesaan waktu razia itu membuat saya tidak mencoba tabayyun. Lalu saya pun mengecek surat tilang saya, tertulis pelanggaran yang saya lakukan adalah pasal 288 ayat 1 dalam UU No. 22 Tahun 2009. Ternyata memang benar, yang tertulis di kertas tilang itu bukan pelanggaran yang saya lakukan. Dan mungkin juga benar apa yang kawan saya bilang, bahwa bukan wewenang polisi dalam razia lalu lintas untuk menilang dengan pasal itu. Karena pasal itu dalam ayat tersebut berbunyi:

“Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).”

Sebagai mahasiswa transportasi, saya malu karena belum mengkhatamkan undang-undang yang bagaikan kitab kuning kami itu. Sebagai pengangguran tidak berpenghasilan tetap, saya merasa konyol karena harus membuang waktu, bensin, tenaga, dan denda tilang untuk hal yang tidak saya lakukan. Sebagai warga negara Indonesia saya kecewa dengan kepolisian.

Dua minggu kemudian. Di Hari Jumat tanggal 7 Februari 2020.

Saya sampai di kantor Kejaksaan Negeri Klaten pukul 11.15. Setelah sebelumnya, ke Pengadilan Negeri. Karena seingat saya sewaktu SMA dulu sidang tilang di pengadilan. Tapi ternyata memang tidak ada tempat pasti di mana sidang dilakukan, setiap kota berbeda-beda. Kantor sudah istirahat. Hari Jumat istirahat memang lebih awal ternyata, pukul 11.00. Saya kembali lagi setelah sholat jumat selesai, pukul 13.00, saat kantor sudah buka.

Mengantre sidang tilang seperti kembali ke masa lalu, saat teknologi dan komputer masih menjadi mitos di masyarakat. Lupakan nomor antrean otomatis seperti yang biasa ada di bank. Pengalaman ini mengingatkan saya ketika SD, ditemani oleh ibu saya mengurus administrasi di kelurahan. Belasan tahun lalu, ketika teknologi belum semarak sekarang. Orang-orang berebut meletakkan surat tilang di loket dan dibagikan nomor urut yang lucunya tidak dipanggil sesuai urutan. Mungkin karena berkasnya banyak dan dipanggil sesuai yang ketemu lebih dulu, pikir saya masih mencoba khusnudzon.

Di musim hujan air meluap sampai jauh~ Bengawan Solo, Geasng

Prosesa selesai, saya diminta membayar denda sebesar lima puluh ribu rupiah. Entah dari mana nominal itu keluar. Langit hujan deras, membuat saya harus menunggunya reda untuk kembali ke Jogja. Di tengah menunggu, saya mencoba merenung untuk mencari hikmah dari kejadian ini. Ternyata memang tidak ada hikmah yang bisa saya dapat, kecuali untuk lebih bisa mengasah skill saya dalam perngeyelan. Hujan kian deras, air dari atap galvalum di atas tempat antre pesidang dibuang menggunakan pipa tidak ke saluran drainase, tapi ke arah tempat duduk antrean. Saya jadi kepikiran untuk menawarkan jasa desain pemipaan untuk tempat ini. Ah tapi buat apa, sepertinya lebih baik memperbaiki sistem tilang dengan teknologi sehingga tempat antre ini tidak diperlukan lagi.

Ditulis langsung di tengah genangan air hujan tempat antre sidang tilang Kejaksaan Negeri Klaten.

Kategori
Transportasi

Info Tarif Tol Trans Jawa Lengkap

Mudik via tol tahun ini akan terasa berbeda, khususnya bagi pemudik yang melintasi Pulau Jawa. Karena Tol Trans Jawa yang dicanangkan oleh pemerintah telah berhasil tersambung dari mulai Merak, Banten sampai ke Pasuruan, Jawa Timur tepat sebelum mudik lebaran tahun ini. Rute tol ini berturut-turut tersambung dari pintu tol Merak-Cikampek-Palimanan-Cirebon-Pejagan-Brebes Timur-Pemalang-Batang-Semarang-Ungaran-Boyolali-Solo-Sragen-Ngawi-Madiun-Kertosono-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Grati dan berakhir di Pasuruan, Jawa Timur dengan panjang total 965 Km.

Bagi anda yang berniat mudik dengan menggunakan kendaraan pribadi, dapat menjadikan jalan tol sebagai alternatif pilihan dalam mudik tahun ini. Jalan tol Trans Jawa yang kini sudah menyambung dari Merak Banten sampai dengan Pasuruan Jawa timur tentunya akan sangat mempersingkat waktu perjalanan anda, karena tidak perlu keluar masuk tol lagi seperti tahun lalu. Selain itu, pemandangan di sepanjang jalan tol juga patut menjadi perhatian anda untuk mendapatkan kenyamanan berkendara. Lantas bagaimana dengan tarif nya? Apakah sesuai dengan kantong Anda?

Baca juga: Tips Mudik Asyik Via Jalan Tol Baru Trans Jawa

Berikut adalah rincian tarif tol Trans Jawa secara lengkap

 

1.       Dari Dari Merak
Tujuan:
Cikampek: Rp 78.000
Palimanan: Rp 180.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 186.000
Pejagan: Rp 221.000
Brebes Timur: Rp 241.000
Pemalang: Rp 284.000
Batang: Rp 313.500
Semarang: Rp 365.500
Unggaran: Rp 373.000
Boyolali: Rp 422.000
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 431.000
Sragen: Rp 466.500
Ngawi: Rp 517.500
Madiun: Rp 541.500
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 585.500
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 649.500
Surabaya: Rp 637.500
Sidoarjo: Rp 645.500
Grati/Probolinggo Timur: Rp 687.500
Pasuruan: Rp 682.000
2.       Dari Cikampek
Tujuan:
Merak: Rp 78.000
Palimanan: Rp 117.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 123.000
Pejagan: Rp 158.000
Brebes Timur: Rp 178.000
Pemalang: Rp 221.000
Batang: Rp 250.500
Semarang: Rp 302.500
Unggaran: Rp 310.000
Boyolali: Rp 359.000
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 368.000
Sragen: Rp 403.500
Ngawi: Rp 454.500
Madiun: Rp 478.500
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 522.000
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 586.500
Surabaya: Rp 584.500
Sidoarjo: Rp 588.000
Grati/Probolinggo Timur: Rp 624.500
Pasuruan: Rp 619.000
3.       Dari Palimanan
Tujuan:
Merak: Rp 180.000
Cikampek: Rp 117.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 6.000
Pejagan: Rp 41.000
Brebes Timur: Rp 61.000
Pemalang: Rp 104.000
Batang: Rp 133.500
Semarang: Rp 185.500
Unggaran: Rp 193.000
Boyolali: Rp 242.000
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 251.000
Sragen: Rp 286.500
Ngawi: Rp 337.500
Madiun: Rp 361.500
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 405.000
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 469.500
Surabaya: Rp 467.500
Sidoarjo: Rp 471.000
Grati/Probolinggo Timur: Rp 507.500
Pasuruan: Rp 502.000
4.       Dari Cirebon/GT Ciperna
Tujuan:
Merak: Rp 186.000
Cikampek: Rp 123.000
Palimanan: Rp 6.000
Pejagan: Rp 35.000
Brebes Timur: Rp 55.000
Pemalang: Rp 98.000
Batang: Rp 127.500
Semarang: Rp 211.500
Unggaran: Rp 219.000
Boyolali: Rp 268.000
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 277.000
Sragen: Rp 312.500
Ngawi: Rp 363.500
Madiun: Rp 387.500
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 431.000
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 495.500
Surabaya: Rp 493.500
Sidoarjo: Rp 497.000
Grati/Probolinggo Timur: Rp 533.500
Pasuruan: Rp 528.000
5.       Dari Pejagan
Tujuan:
Merak: Rp 221.000
Cikampek: Rp 158.000
Palimanan: Rp 41.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 35.000
Brebes Timur: Rp 20.000
Pemalang: Rp 63.000
Batang: Rp 92.500
Semarang: Rp 176.500
Unggaran: Rp 184.000
Boyolali: Rp 223.000
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 242.000
Sragen: Rp 277.500
Ngawi: Rp 328.500
Madiun: Rp 352.500
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 396.000
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 460.500
Surabaya: Rp 458.500
Sidoarjo: Rp 462.000
Grati/Probolinggo Timur: Rp 498.500
Pasuruan:Rp 493.000
6.       Dari Brebes Timur
Tujuan:
Merak: Rp 241.000
Cikampek: Rp 178.000
Palimanan: Rp 61.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 55.000
Pejagan: Rp 20.000
Pemalang: Rp 43.000
Batang: Rp 72.500
Semarang: Rp 156.500
Unggaran: Rp 164.000
Boyolali: Rp 213.000
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 222.000
Sragen: Rp 257.500
Ngawi: Rp 308.500
Madiun: Rp 332.500
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 376.000
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 440.500
Surabaya: Rp 438.500
Sidoarjo: Rp 442.000
Grati/Probolinggo Timur: Rp 483.500
Pasuruan: Rp 478.000
7.       Dari Pemalang
Tujuan:
Merak: Rp 284.000
Cikampek: Rp 221.000
Palimanan: Rp 104.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 98.000
Pejagan: Rp 63.000
Brebes Timur: Rp 43.000
Batang: Rp 29.500
Semarang: Rp 114.000
Unggaran: Rp 121.500
Boyolali: Rp 170.500
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 179.500
Sragen: Rp 215.000
Ngawi: Rp 266.000
Madiun: Rp 290.000
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 333.500
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 398.000
Surabaya: Rp 396.000
Sidoarjo: Rp 399.500
Grati/Probolinggo Timur: Rp 441.000
Pasuruan: Rp 435.500
8.       Dari Batang
Tujuan:
Merak: Rp 313.500
Cikampek: Rp 250.500
Palimanan: Rp 133.500
Cirebon/GT Ciperna: Rp 127.500
Pejagan: Rp 92.500
Brebes Timur: Rp 72.500
Pemalang: Rp 29.500
Semarang: Rp 84.000
Unggaran: Rp 91.500
Boyolali: Rp 140.500
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 149.500
Sragen: Rp 185.000
Ngawi: Rp 236.000
Madiun: Rp 260.000
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 303.500
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 368.000
Surabaya: Rp 366.000
Sidoarjo: Rp 369.500
Grati/Probolinggo Timur: Rp 402.000
Pasuruan: Rp 396.500
9.       Dari Semarang
Tujuan:
Merak: Rp 365.500
Cikampek: Rp 302.500
Palimanan: Rp 185.500
Cirebon/GT Ciperna: Rp 211.500
Pejagan: Rp 176.500
Brebes Timur: Rp 156.500
Pemalang: Rp 114.000
Batang: Rp 84.000
Unggaran: Rp 12.500
Boyolali: Rp 61.500
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 70.500
Sragen: Rp 106.000
Ngawi: Rp 157.000
Madiun: Rp 181.000
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 224.500
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 289.000
Surabaya: Rp 287.000
Sidoarjo: Rp 290.500
Grati/Probolinggo Timur: Rp 327.000
Pasuruan: Rp 321.500
10.   Dari Ungaran
Tujuan:
Merak: Rp 373.000
Cikampek: Rp 310.000
Palimanan: Rp 193.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 219.000
Pejagan: Rp 184.000
Brebes Timur: Rp 164.000
Pemalang: Rp 121.500
Batang: Rp 91.500
Semarang: Rp 12.500
Boyolali: Rp 49.500
Solo/Yogya via Colomadu: Rp 58.000
Sragen: Rp 93.500
Ngawi: Rp 144.500
Madiun: Rp 168.500
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 212.000
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 276.500
Surabaya: Rp 323.000
Sidoarjo: Rp 326.500
Grati/Probolinggo Timur: Rp 363.000
Pasuruan: Rp 357.500
11.   Dari Boyolali
Tujuan:
Merak: Rp 422.000
Cikampek: Rp 359.000
Palimanan: Rp 242.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 268.000
Pejagan: Rp 233.000
Brebes Timur: Rp 213.000
Pemalang: Rp 170.500
Batang: Rp 140.500
Semarang: Rp 61.500
Unggaran: Rp 49.500
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 9.000
Sragen: Rp 44.500
Ngawi: Rp 95.500
Madiun: Rp 119.500
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 163.000
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 227.500
Surabaya: Rp 274.000
Sidoarjo: Rp 277.500
Grati/Probolinggo Timur: Rp 314.000
Pasuruan: Rp 308.500
12.   Dari Solo/Yogya via GT Colomadu
Tujuan:
Merak: Rp 431.000
Cikampek: Rp 368.000
Palimanan: Rp 251.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 277.000
Pejagan: Rp 242.000
Brebes Timur: Rp 222.000
Pemalang: Rp 179.500
Batang: Rp 149.500
Semarang: Rp 70.500
Unggaran: Rp 58.000
Boyolali: Rp 9.000
Sragen: Rp 35.000
Ngawi: Rp 86.500
Madiun: Rp 110.500
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 154.500
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 218.500
Surabaya: Rp 265.000
Sidoarjo: Rp 268.500
Grati/Probolinggo Timur: Rp 305.000
Pasuruan: Rp 299.500
13.   Dari Sragen
Tujuan:
Merak: Rp 466.500
Cikampek: Rp 403.500
Palimanan: Rp 286.500
Cirebon/GT Ciperna: Rp 312.500
Pejagan: Rp 277.500
Brebes Timur: Rp 257.500
Pemalang: Rp 215.000
Batang: Rp 185.000
Semarang: Rp 106.000
Unggaran: Rp 93.500
Boyolali: Rp 44.500
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 35.000
Ngawi: Rp 51.000
Madiun: Rp 75.000
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 118.500
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 183.000
Surabaya: Rp 229.500
Sidoarjo: Rp 233.000
Grati/Probolinggo Timur: Rp 269.500
Pasuruan: Rp 264.000
14.   Dari Ngawi
Tujuan:
Merak: Rp 517.500
Cikampek: Rp 454.500
Palimanan: Rp 337.500
Cirebon/GT Ciperna: Rp 363.500
Pejagan: Rp 328.500
Brebes Timur: Rp 308.500
Pemalang: Rp 266.000
Batang: Rp 236.000
Semarang: Rp 157.000
Unggaran: Rp 144.500
Boyolali: Rp 95.500
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 86.500
Sragen: Rp 51.000
Madiun: Rp 24.000
Kertosono/GT Nganjuk: 67.500
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 132.000
Surabaya: Rp 178.500
Sidoarjo: Rp 182.000
Grati/Probolinggo Timur: Rp 214.500
Pasuruan: Rp 209.000
15.   Dari Madiun
Tujuan:
Merak: Rp 541.500
Cikampek: Rp 478.500
Palimanan: Rp 361.500
Cirebon/GT Ciperna: Rp 387.500
Pejagan: Rp 352.500
Brebes Timur: Rp 332.500
Pemalang: Rp 290.000
Batang: Rp 260.000
Semarang: Rp 181.000
Unggaran: Rp 168.500
Boyolali: 119.500
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 110.500
Sragen: Rp 75.000
Ngawi: Rp 24.000
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 43.500
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 108.000
Surabaya: RRp 154.500
Sidoarjo: Rp 158.000
Grati/Probolinggo Timur: Rp 194.500
Pasuruan: Rp 189.000
16.   Dari Kertosono/GT Nganjuk
Tujuan:
Merak: Rp 585.000
Cikampek: Rp 522.000
Palimanan: Rp 405.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 431.000
Pejagan: Rp 396.000
Brebes Timur: Rp 376.000
Pemalang: Rp 333.500
Batang: Rp 303.500
Semarang: Rp 224.500
Unggaran: Rp 212.000
Boyolali: Rp 163.000
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 154.500
Sragen: Rp 118.500
Ngawi: Rp 67.500
Madiun: Rp 43.500
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 64.500
Surabaya: Rp 111.000
Sidoarjo: Rp 114.500
Grati/Probolinggo Timur: Rp 151.000
Pasuruan: Rp 145.500
17.   Dari Mojokerto/ Mojokerto Barat
Tujuan:
Merak: Rp 649.500
Cikampek: Rp 586.500
Palimanan: Rp 469.500
Cirebon/GT Ciperna: Rp 495.500
Pejagan: Rp 460.500
Brebes Timur: Rp 440.500
Pemalang: Rp 398.000
Batang: Rp 368.000
Semarang: Rp 289.000
Unggaran: Rp 276.500
Boyolali: Rp 227.500
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 218.500
Sragen: Rp 183.000
Ngawi: Rp 132.000
Madiun: Rp 132.000
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 64.500
Surabaya: Rp 46.500
Sidoarjo: Rp 50.000
Grati/Probolinggo Timur: Rp 86.500
Pasuruan: Rp 81.000
18.   Dari Surabaya
Tujuan:
Merak: Rp 649.500
Cikampek: Rp 584.500
Palimanan: Rp 467.500
Cirebon/GT Ciperna: Rp 493.500
Pejagan: Rp 458.500
Brebes Timur: Rp 438.500
Pemalang: Rp 396.000
Batang: Rp 366.000
Semarang: Rp 287.000
Unggaran: Rp 323.000
Boyolali: Rp 274.000
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 265.000
Sragen: Rp 229.500
Ngawi: Rp 178.500
Madiun: Rp 154.500
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 111.000
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 46.500
Sidoarjo: Rp 8.000
Grati/Probolinggo Timur: Rp 44.500
Pasuruan: Rp 48.000
19.   Dari Sidoarjo
Tujuan:
Merak: Rp 645.500
Cikampek: Rp 588.000
Palimanan: Rp 471.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 497.000
Pejagan: Rp 462.000
Brebes Timur: Rp 442.000
Pemalang: Rp 399.500
Batang: Rp 369.500
Semarang: Rp 290.500
Unggaran: Rp 326.500
Boyolali: Rp 277.500
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 268.500
Sragen: Rp 233.000
Ngawi: Rp 182.000
Madiun: Rp 158.000
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 114.500
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 50.000
Surabaya: Rp 8.000
Grati/Probolinggo Timur: Rp 43.500
Pasuruan: Rp. 44.500
20.   Dari Grati/ GT Probolinggo Timur
 Tujuan:
Merak: Rp 687.500
Cikampek: Rp 624.500
Palimanan: Rp 507.500
Cirebon/GT Ciperna: Rp 533.500
Pejagan: Rp 498.500
Brebes Timur: Rp 483.500
Pemalang: Rp 441.000
Batang: Rp 402.000
Semarang: Rp 327.000
Unggaran: Rp 363.000
Boyolali: Rp 314.000
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 305.000
Sragen: Rp 269.500
Ngawi: Rp 214.500
Madiun: Rp 194.500
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 151.000
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 86.500
Surabaya: Rp 44.500
Sidoarjo: Rp 43.500
Pasuruan: Rp 13.500
21.   Dari Pasuruan
Tujuan
Merak: Rp 682.000
Cikampek: Rp 619.000
Palimanan: Rp 502.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 528.000
Pejagan: Rp 493.000
Brebes Timur: Rp 478.000
Pemalang: Rp 435.500
Batang: Rp 396.500
Semarang: Rp 321.500
Unggaran: Rp 357.500
Boyolali: Rp 308.500
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 299.500
Sragen: Rp 264.000
Ngawi: Rp 209.000
Madiun: Rp 189.000
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 145.500
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 81.000
Surabaya: Rp 48.000
Sidoarjo: Rp 44.500
Grati/Probolinggo Timur: Rp 13.500

Letak Titik Rest Area

Jangan terlalu memaksakan fisik anda untuk segera sampai tujuan. Perkirakanlah perjalanan yang ideal bagi anda untuk berkendara (menatap jalanan), misal waktu rata-rata seseorang dapat berkonsentrasi saat berkendara adalah dalam waktu 4-5 jam. Atau dari pengalaman anda selama ini, seberapa lama anda kuat menatap jalanan hingga mulai merasa suntuk dan mengantuk. Dengan estimasi waktu berkendara tersebut, anda dapat menentukan titik rest area mana yang cocok untuk anda dan rombongan untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan.

Sudah tau titik rest area yang disediakan saat mudik via tol lebaran ini? Tenang, berikut adalah titik-titik rest area yang bisa anda singgahi saat mudik.

 

Menjadikan perjalanan mudik lebaran sebagai momen yang mengasyikan

Tujuan mudik tidak hanya berkumpul dengan sanak saudara di kampung, namun juga membahagiakan hati dan menikmati waktu liburan lebaran bersama keluarga kecil anda. Termasuk menikmati perjalanannya.

Mudik sembari berwisata, why not? Dengan merencanakan perjalanan dengan matang, anda juga dapat mengunjungi tempat-tempat wisata alternatif di sepanjang rute mudik anda. Selain wisata wahana, anda juga dapat berwisata kuliner, mencicipi kuliner khas daerah yang anda lalui. Senangkanlah hati anda pribadi dan keluarga dengan menikmati momen liburan lebaran secara maksimal.

Berikut adalah link buku Panduan Perjalanan Darat Anti Boring yang diterbitkan oleh Jasa Marga. Buku ini berisi tentang semua informasi terkait tol Trans Jawa dan rekomendasi tempat yang dapat anda kunjungi di daerah sepanjang jalan tol tersebut.

Panduan Perjalanan Darat Anti Boring-Jasa Marga.pdf (30 MB)

Selamat mudik. Selamat berbahagia bersama keluarga. Utamakan selamat!

Kategori
Infrastruktur Transportasi

Tips Mudik Asyik via Jalan Tol Baru Trans Jawa

Sudah menjadi rutinitas tahunan bagi kita, warga negara Indonesia melakukan mudik (pulang kampung) pada hari raya Idul Fitri. Anda dapat memilih moda transportasi apapun -bisa kendaraan pribadi atau transportasi umum- yang anda nilai paling nyaman, aman dan tentunya pas dari segi biaya. Bagi anda yang berniat menggunakan mobil untuk mudik tahun ini, anda bisa menggunakan fasilitas jalan tol baru untuk mempercepat perjalanan anda ke tujuan.

Mudik via tol tahun ini akan terasa berbeda, khususnya bagi pemudik yang melintasi Pulau Jawa. Karena Tol Trans Jawa yang dicanangkan oleh pemerintah telah berhasil tersambung dari mulai Merak, Banten sampai ke Pasuruan, Jawa Timur tepat sebelum mudik lebaran tahun ini dimulai. Rute tol ini berturut-turut tersambung dari pintu tol Merak-Cikampek-Palimanan-Cirebon-Pejagan-Brebes Timur-Pemalang-Batang-Semarang-Ungaran-Boyolali-Solo-Sragen-Ngawi-Madiun-Kertosono-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Grati dan berakhir di Pasuruan, Jawa Timur dengan panjang total 965 Km.

Jika kebetulan rute mudik anda melewati jalur tersebut, maka tidak ada salahnya anda mencoba mencicipi jalan tol baru Trans Jawa pada kesempatan mudik tahun ini. Namun, anda perlu memperhatikan hal-hal yang penting berikut ini sebelum anda benar-benar memasuki gerbang tol saat mudik lebaran.

Berikut adalah tips mudik via jalan tol yang seharusnya Anda ketahui:

1. Persiapkan kartu E-Toll atau Jasa Marga Access dan lakukan top up

Mempunyai kartu toll (E-Toll card) adalah wajib bagi siapapun yang ingin mengakses jalan tol. Maka dari itu bagi anda yang belum memiliki kartu E-Toll ini bergegaslah untuk segera membuatnya.

Sebenarnya cara membuat E-Toll Card ini sangatlah mudah, dimana kalian hanya perlu mengunjungi kantor penerbit E-Money atau beberapa kantor yang menyediakan kartu E-Toll, seperti E-Toll Card BPJT, Mandiri E-Money, BRI Brizzi, BNI Tapcash, BTN Link, BCA Flazz, E-Toll Card Mandiri, GAZ Card dan Indomaret Card.

Pastikan pula anda telah mengisi saldo E-Toll ini sesuai kebutuhan biaya tol pulang-pergi, dari gerbang tol asal sampai dengan gerbang tol tujuan. Apakah anda sudah tahu tarifnya? Tenang, berikut adalah tarif tol resmi yang telah dikeluarkan oleh Jasa Marga.

Silahkan cek Informasi tarif jalan tol dan buku panduan mudik tol Trans Jawa lebih lengkapnya di artikel pijak.id berikut.

 

Baca: Tarif Tol Trans Jawa Lengkap

 

2. Memastikan kendaraan dalam kondisi prima dan mengisi BBM jauh-jauh hari

Jangan sampai momen berbahagia mudik asyik anda ternodai oleh peristiwa mobil mogok di jalan atau hal-hal lain yang tidak diinginkan akibat abai terhadap kondisi kendaraan. Pastikan anda sudah melakukan servis terhadap mobil yang akan anda bawa untuk mudik dan mengecek semua komponen kendaraan masih dalam keadaan prima.

Tentu akan merepotkan bila anda harus berlama-lama antri mengisi BBM saat mudik. Untuk mengantisipasi hal tersebut, penuhilah tanki BBM (sesuai kebutuhan) anda sebelum masa mudik telah tiba. Sedangkan saat perjalanan mudik sangat disarankan untuk anda selalu mengecek kondisi ban dan air radiator mesin.
 

 

3. Rencanakanlah titik rest area dimana rombongan anda akan beristirahat 

Mudik dibawa asyik saja. Jangan terlalu memaksakan fisik anda untuk segera sampai tujuan. Perkirakanlah perjalanan yang ideal bagi anda untuk berkendara (menatap jalanan), misal waktu rata-rata seseorang dapat berkonsentrasi saat berkendara adalah dalam waktu 4-5 jam. Atau dari pengalaman anda selama ini, seberapa lama anda kuat menatap jalanan hingga mulai merasa suntuk dan mengantuk. Dengan estimasi waktu berkendara tersebut, anda dapat menentukan titik rest area mana yang cocok untuk anda dan rombongan untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan.

Sudah tau titik rest area yang disediakan saat mudik via tol lebaran ini? Tenang, berikut adalah titik-titik rest area yang bisa anda singgahi saat mudik.

4. Patuhilah semua rambu jalan tol, jangan berhenti/beristirahat di bahu jalan!

Jalan tol adalah jalan bebas hambatan, dimana anda dituntut untuk berkendara dalam rentang kecepatan tertentu. Ketidakpatuhan anda terhadap rambu dan rentang kecepatan yang di isyaratkan akan sangat membahayakan untuk pengendara yang lainnya.

Anda hanya dapat berhenti dan beristirahat di tempat rest area yang disediakan. Dan jika tidak dalam situasi yang darurat, anda tidak diperkenankan untuk menepi dan berhenti ke bahu jalan. Larangan melintas di bahu jalan tol diatur dalam PP Nomor 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol, khususnya pasal 41. Bagi anda ketahuan melintasi/berhenti di bahu jalan akan dikenai hukuman denda minimum Rp. 500.000 ,-. Ingin tahu lebih lanjut tentang peratuan-peraturan berkendara di jalan tol? Klik link disini.
Peraturan Pemerintah Tentang Jalan Tol-PP 15 Tahun 2005

5. Jadikanlah perjalanan mudik lebaran sebagai momen yang mengasyikan

Jangan terlalu terpaku bahwa momen yang paling bahagia mudik hanya saat berkumpul dengan sanak saudara. Anda juga perlu menjadikan perjalanan mudik sebagai momen berbahagia bersama keluarga kecil. Dalam sepanjang jalan tol tersebut anda juga dimungkinkan dapat melihat pemandangan yang indah. Pergunakan suasana tersebut untuk menciptakan pengalaman baru dan seru berkendara bersama keluarga.

Mudik sembari berwisata, why not? Dengan merencanakan perjalanan dengan matang, anda juga dapat mengunjungi tempat-tempat wisata alternatif di sepanjang rute mudik anda. Selain wisata wahana, anda juga dapat berwisata kuliner, mencicipi kuliner khas daerah yang anda lalui. Senangkanlah hati anda pribadi dan keluarga dengan menikmati momen liburan lebaran secara maksimal.

Nah, Itu tadi adalah tips mudik asyik via jalan tol ala Pijak.ID. Bagaimana dengan anda, apakah sudah melakukan persiapan sebelum mudik? Sekali lagi, tujuan mudik tidak hanya berkumpul dengan sanak saudara di kampung, namun juga membahagiakan hati dan menikmati waktu liburan lebaran bersama keluarga kecil anda. Termasuk menikmati perjalanannya.

Kami dari tim Pijak Indonesia @pijak.id @pijak.consulting @pijakpodcast mengucapkan, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1440 H, mohon maaf lahir dan batin. Selamat mudik. Selamat bebahagia. Utamakan selamat!

RID
PijakID

 

Kategori
Transportasi

Logistik Jawa Bagian Keempat: Efisiensi Intermodal dengan Jalan Rel

Baca bagian ketiganya di sini

Setelah menelaah permasalahan Tol Trans Jawa yang lumayan rumit, mari kita membahas lebih lanjut tentang konsep logistik Pulau Jawa. Ini pertanyaan pentingnya: apakah pemerintah akan terus mengandalkan truk atau ingin mendorong koneksi intermodal dengan moda transportasi lainnya?

Sebelum kita membahas perbandingan antar-moda, berikut ini adalah sedikit penjelasan tentang kelebihan dan kekurangan dari masing-masing moda. Kelebihan dan kekurangan ini digunakan sebagai acuan perusahaan untuk memilih moda yang paling efektif.

Moda Jalan Raya
Kendaraan logistik yang memakai jalan raya adalah truk. Biaya logistik kendaraan ini lebih pasti dibandingkan dengan moda kendaraan lainnya. Hal ini dikarenakan moda truk memiliki proses transfer barang yang sangat sederhana dan relatif tidak ada biaya lainnya selain biaya transportasi dan bongkar muat.

Baca juga: Infrastruktur Jokowi Tidak Demokratis

Kapasitas angkut truk tidak besar. Oleh karena itu, waktu keberangkatan armada lebih fleksibel sehingga pengirim barang dapat lebih leluasa dalam mengatur jadwal pengiriman barangnya.

Kelebihan lainnya dari moda truk ialah barang bisa dikirim dari pintu ke pintu. Barang dapat diangkut dari depan gudang hingga ke depan toko tempat orang yang memesan. Kemudahan inilah yang membuat logistik dengan truk masih diminati sampai sekarang.

Moda Jalan Rel
Kereta memiliki ketepatan waktu yang tinggi. Hal ini dikarenakan tidak banyaknya hambatan lalu-lintas yang membuat kereta berhenti.

Rangkaian kereta akan lebih efisien dalam membawa logistik karena dalam sekali jalan dapat membawa banyak gerbong. Efesiensi didapat dari lebih sedikitnya bahan bakar dan sumberdaya manusia yang digunakan.

Baca juga: Evaluasi Skema Pembiayaan Infrastruktur dan Proses Pembangunan di Rezim Jokowi

Namun demikian, moda jalan rel membutuhkan bongkar muat yang lebih kompleks sehingga akan efisien jika barang logistik dibawa untuk perjalanan jarak jauh. Jika jarak pengiriman pendek, maka waktu akan tidak efisien karena lebih banyak dipakai untuk bongkar muat.

Keamanan kereta api lebih tinggi daripada moda jalan raya. Kita lebih sering mendengar kecelakaan truk daripada kereta api, bukan? Tingkat keamanan tinggi ini tentu saja akan menarik minat pengirim barang.

Sumber: FreightHub

Jalan Raya vs Jalan Rel
Narasi pemerintah yang mendorong logistik jalan raya melalui Tol Trans Jawa perlu dikaji lebih dalam lagi. Moda transportasi jalan raya memiliki banyak keunggulan sekaligus memiliki banyak konsekuensi yang harus ditanggung.

Semakin banyak pemerintah membangun akses untuk mempermudah logistik jalan raya maka akan berimbas kepada semakin banyaknya truk yang akan tumbuh. Pada prakteknya jalan raya pun harus berbagi ruang dengan pengemudi pribadi. Jika ruas jalan ditambah terus, maka pertumbuhan kendaraan logistik ini pun tidak bisa dibendung.

Salah satu solusi moda yang dapat dikembangkan untuk transportasi logistik di Pulau Jawa adalah memberdayakan moda jalan rel sebagai tulang punggung logistik. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa jalan rel memiliki efesiensi tenaga yang lebih tinggi daripada transportasi jalan raya.

Baca juga: Logistik Jawa Bagian Kedua: Menyelesaikan Masalah Tarif Tol

Selain mengurangi biaya logistik, transportasi dengan jalan rel pun mengurangi emisi karbon yang dikeluarkan oleh kendaraan truk. Menurut data New Zealand Transportation Agency (NZTA), yang membandingkan antara transportasi truk, kereta, dan kapal laut untuk mengangkut sebuah kontainer, terlihat emisi karbon dan penggunaan bahan bakar untuk kereta lebih sedikit daripada truk dan kapal laut.

Sumber: New Zealand Transportation Agency

Dari data di atas dapat dilihat bahwa semakin banyak barang yang dibawa oleh moda transportasi tersebut, maka biaya bahan bakar dan emisi akan makin mengecil. Intinya, biaya dan kerusakan lingkungan yang dihasilkan oleh proses pengiriman barang logistik tersebut akan lebih sedikit.

Pengalihan logistik dari jalan raya menuju jalan rel untuk Trans Jawa tentu saja memiliki beberapa kendala. Kendala yang pertama adalah belum terpisahnya jalur rel antara kereta barang dengan kereta penumpang.

Baca juga: Biar Sukses, Tol Probolinggo-Banyuwangi Perlu Dibarengi Pengembangan Pelabuhan

Kereta barang memiliki kecepatan yang lebih lambat daripada kereta penumpang. Rangkaian kereta barang pun jauh lebih panjang. Rangkaian kereta penumpang biasanya sekitar 12 kereta, sedangkan kereta batu bara rangkaian panjang (Babaranjang) bisa mencapai 70 gerbong.

Permasalahan rangkaian dan kecepatan ini akan sangat berpengaruh pada Grafik Perjalanan Kereta (Gapeka) secara keseluruhan. Integrasi yang kurang baik antara kereta barang dan penumpang malah akan menimbulkan masalah.

Selain itu, fasilitas bongkar muat harus dibuat dengan baik agar proses pemindahan barang antara moda jalan rel dengan moda yang lainnya menjadi cepat. Tempat menyimpan kontainer harus disediakan dengan baik dan cukup agar barang yang belum terambil dapat ditumpuk.

Baca juga: Transjogja dan Masalah Transportasi Perkotaan yang Tak Akan Selesai

Hal terakhir yang paling penting dari konektivitas intermoda dengan jalan rel adalah terkoneksinya simpul-simpul moda transportasi. Contohnya, terdapat fasilitas bongkar muat antara kapal laut dengan kereta api, kereta api dengan truk, dan lain-lain. Ini untuk menjamin proses logistik dapat terkoneksi dengan baik.

Kita tidak boleh terlena dengan kemegahan Tol Trans Jawa. Jika narasinya adalah logistik, maka kita harus memandang secara keseluruhan dan harus mempertimbangkan untuk mengembangkan moda yang lainnya.

Kategori
Transportasi

Logistik Jawa Bagian Ketiga: Jalan Tol (Masih) Bukan Untuk Logistik

Selain untuk meningkatkan efisiensi waktu perjalanan dan mengurai kemacetan, tujuan utama pembangunan jalan tol adalah untuk memangkas biaya logistik. Berdasarkan paparan Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019, targetnya biaya logistik bisa turun hingga 20% dari PDB. Namun, setelah dua bulan diterapkannya tarif normal pada sejumlah ruas jalan tol, pelaku distribusi logistik alias pengemudi truk malah banyak yang memilih menggunakan Jalur Pantai Utara (Pantura). Lalu apakah masalah logistik benar bisa diatasi dengan jalan tol?

Dalam salah satu wawancara oleh TribunNews, Faisal Basri, pengamat ekonomi Institut for Development of Economic and Finance, menilai bahwa jalan tol bukanlah solusi dalam meringankan biaya logistik nasional. Padahal, selama ini pemerintah selalu mengatakan bahwa jalan tol dibangun untuk konektivitas logistik Pulau Jawa. Basri mengatakan bahwa untuk menurunkan biaya logistik dapat dilakukan dengan angkutan laut, karena selain muatan yang dibawa lebih banyak dan daerah yang dilayani bisa lebih luas, mencakup kepulauan di seluruh Indonesia. Menurutnya, lebih tepat dikatakan jika jalan tol memperlancar arus mudik.

Mulai tanggal 21 Januari 2019, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) telah berkoordinasi dengan Badan Usaaha Jalan Tol (BUJT) dalam pemberlakuan tarif normal pada jalan tol Trans Jawa. Sejak saat itu, banyak truk yang mengangkut logistik kembali berpindah ke Jalur Pantura karena para pengemudi merasa tarif normal yang diterapkan terlalu mahal. Dibandingkan pembayaran yang diberlakukan kepada pengemudi truk dengan sistem borongan, menggunakan jalan tol masih kurang efisien secara biaya.

Baca juga: Infrastruktur Jokowi Tidak Demokratis

Selain tarif tol yang memberatkan pengemudi, hal lain yang luput dari perhatian dalam pembangunan jalan tol adalah aspek sosial budaya. Pada umumnya, truk muatan bergerak dengan kecepatan yang relatif lambat, 15 sampai 20 km per jam. Apalagi untuk barang-barang curah yang memang tidak boleh diangkut dengan kecepatan tinggi. Kebiasaan itu membuat pengemudi truk sering berhenti untuk beristirahat, hal yang tidak bisa dilakukan jika melewati jalan tol.

Melihat kurangnya minat pengemudi truk menggunakan jalan tol menunjukkan bahwa alasan pemerintah membangun jalan tol sebagai upaya menurunkan biaya logistik merupakan legitimasi yang tidak terbukti. Lalu bagaimana dengan arus mudik? Apakah tol merupakan solusi?

Beradasarkan data yang dihimpun oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Kementerian Perhubungan, dari tahun 2013 sampai tahun 2016 jumlah pemudik selalu lebih dari angka 18 juta orang. Sebagian besar masih didominasi kendaraan pribadi. Efeknya, jalur-jalur favorit seperti Pantura menjadi sangat padat.

Baca juga: Evaluasi Pembiayaan Infrastruktur dan Proses Pembangunan di Rezim Jokowi

Keberadaan tol Trans Jawa menjadi solusi untuk mengurai kemacetan di jalan arteri yang semakin tidak terbendung. Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, pada tahun 2018, mobil yang melintasi Trans Jawa mencapai 1.308.803 buah. Hal tersebut membuktikan terurainya lalu lintas pemudik yang sebelumnya banyak melewati jalan arteri.

Selama masa konsesi, jalan tol masih harus menetapkan tarif yang sesuai agar tercapainya pengembalian dari investasi awal. Dengan kata lain, jalan tol masih belum menjadi solusi atas permasalahan logistik. Keberadaan jalan tol mungkin akan menjadi jawaban atas tingginya lalu lintas harian rerata puncak yang terjadi saat arus mudik lebaran, meskipun terjadinya cuma sekali setahun. Namun, tercapainya penurunan biaya logistik sesuai target masih jauh dari jangkauan.

Kategori
Transportasi

Logistik Jawa Bagian Kedua: Menyelesaikan Masalah Tarif Tol

Baca bagian pertamanya di sini 

Ketika yang lewat Trans Jawa sudah disuruh bayar, para pengemudi truk banting stir ke jalan arteri (Pantura). Para pengusaha truk menilai, tarif Trans Jawa terlalu mahal. Akibatnya, jalan tol tidak lagi menjadi pilihan utama sebagai prasarana distribusi logistik, malah “hanya” dinikmati oleh kendaraan pribadi.

Tentu muncul tanda tanya besar ketika kita menengok lagi ke belakang. Pembangunan jalan tol yang merupakan proyek strategis nasional ini kan bertujuan memangkas biaya logistik, meningkatkan efisiensi, dan mengurai kemacetan. Namun, kenaikan tarif tol ini bagi angkutan logistik tentu saja kontraproduktif dari tujuan awalnya. Kenaikan tarif justru menjadi beban terhadap biaya logistik.

Pada dasarnya, adanya jalan tol menjadi tambahan pilihan bagi moda angkutan logistik. Jalan tol yang menawarkan perjalanan cepat diharapkan akan menjadi pilihan utama selain jalan arteri sebagai alternatif pilihan. Namun, kondisi hari ini justru berkebalikan, jalan tol justru dilalui lebih banyak oleh kendaraan pribadi yang juga berimplikasi terhadap “seret”-nya aktivitas ekonomi di sepanjang jalan arteri. Selain itu, hal ini tentu berdampak terhadap berkurangnya occupancy ratio jalan tol dengan lalu lintas harian rata-rata yang rendah terutama untuk angkutan barang.

Sebagai proyek strategis nasional, investasi jalan tol tidak kecil. Anggaran belanja negara niscaya tak mampu membiayai penuh pembangunan jalan tol. Pun, jika harus mempertimbangkan subsidi yang membebani sektor lainnya meskipun porsi terbesar pembiayaan jalan tol masih tetap dibebankan pada APBN. Sehingga, perlu adanya public private partnership, yaitu menarik swasta sebagai investor.

Artinya, jalan tol tidak dipandang sebagai sekadar prasarana transportasi umum, tetapi juga sebagai komoditas bisnis dengan nilai ekonomi yang prospek. Operasionalnya tentu tidak hanya bertanggung jawab terhadap efektifitas distribusi logistik tetapi juga harus melindungi kepentingan bisnis swasta dengan return of investment (RoI) yang ditargetkan dalam jangka waktu konsesi tertentu.

Baca juga: Biar Sukses, Tol Probolinggo-Banyuwangi Perlu Dibarengi Pengembangan Pelabuhan

Besaran tarif yang demikian,—meskipun jalan tol menawarkan waktu dan jarak perjalanan yang jauh lebih singkat—masih dirasa tinggi bagi para penggiat logistik. Hal ini perlu menjadi evaluasi bagi pemerintah untuk mencari nilai tarif equilibrium yang memenuhi target baik occupancy logistik maupun RoI yang stabil.

Penurunan tarif tentu saja akan menurunkan pendapatan. Hal ini memang bisa diakali dengan menambah masa konsesi atau memberi subsidi dari APBN atau meningkatkan beban pajak. Namun, sebelum mengambil tindakan mengurangi tarif tol dengan konsekuensi sebagaimana di atas, perlu dipertegas bahwa besaran tarif yang tinggi tidak lantas berbanding lurus dengan pengembalian yang diharapkan, mengingat volume kendaraan—terutama moda angkutan logistik—yang menurun drastis semenjak pemberlakuan tarif penuh.

Baca juga: Terima Kasih Pak Jokowi, Jalan Tol Membuat Perjalanan Saya Singkat dan Enak

Perlu ada upaya mengoptimumkan tarif terhadap banyaknya kendaraan agar jalan tol kembali menjadi pilihan utama distribusi logistik dibanding jalan arteri. Tentunya dengan harapan pengembalian yang dihasilkan pun konsisten dan stabil sehingga tidak perlu menambah masa konsesi ataupun membebani APBN.

Beberapa hal yang perlu dijadikan pertimbangan untuk meletakkan besaran tarif optimum bergantung pada perbandingan Benefit Cost Ratio (BCR) antara penggunaan jalan tol dan jalan arteri. Variabelnya cukup kompleks, besaran tarif, waktu, jarak tempuh, beban emisi, kemacetan, serta hambatan lain sepanjang trip perlu diperhitungkan. Dari pendekatan ini diharapkan adanya perbandingan produktivitas terhadap biaya antara jalan tol dan jalan arteri agar para penggiat logistik beralih ke jalan tol sehingga tercapai dan terpenuhi manfaatnya sebagai infrastruktur prasarana transportasi logistik yang tepat sasaran.

Tapi ingat, jangan kecanduan jalan tol. Walaupun, infrastruktur yang sudah ada perlu dikelola. Sebab tak mungkin ditinggalkan sekadar sebagai monumen, atau tak perlu dibumiratakan. Ini bukan berarti harus terus-terusan membangun tol.

Kategori
Transportasi

Logistik Jawa Bagian Pertama: Trans Jawa Ternyata Tak Seperti yang Diduga

Pada 21 januari 2019 tarif Tol Trans Jawa resmi berbayar penuh setelah sebelumnya digratiskan saat baru diresmikan. Tarif Tol Trans Jawa ini ternyata membawa masalah terhadap pengemudi truk yang biasa membawa logistik. Mereka menilai bahwa tarif Tol Trans Jawa terlalu mahal sehingga membebani biaya logistik.

Menurut para supir truk, jika menggunakan Tol Trans Jawa, maka uang operasional mereka akan habis di jalan dan tidak bisa membawa pulang uang saku. Tidak adanya peningkatan uang jalan dari pemilik perusahaan membuat supir truk akhirnya kembali menggunakan jalur pantura.

Setelah adanya penetapan tarif normal Tol Trans Jawa, menurut data Dinas Perhubungan Kota Pekalongan, kenaikan lalu lintas di Kota Pekalongan naik sebesar 70%. Kenaikan tersebut didominasi oleh truk yang semula hanya 200 truk per jam hingga menjadi dua kali lipatnya9.

Menurut Corporate Finance Group Head PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR) Eka Setia Adrianto tidak semua operator mengeluhkan mahalnya harga Tol Trans Jawa. Justru beberapa ada yang berbahagia karena dengan adanya Tol Trans Jawa, waktu perjalanan terpangkas hingga setengahnya. Sehingga ritase (perjalanan pergi-pulang) dan efesiensi waktu akan menjadi lebih tinggi.

Baca juga: Biar Sukses, Tol Probolinggo-Banyuwangi Perlu Dibarengi Pengembangan Pelabuhan

Kendaraan logistik berat memang kerap menjadi topik debat praktisi politik, sosial, ekonomi, dan bisnis. Banyak negara yang menggratiskan tol untuk kendaraan logistik berat. Namun, banyak juga negara yang mengimplementasikan pembayaran pada tol.

Pemilik jasa ekspedisi harus memutar otak karena mereka harus mengatur strategi keuangan untuk bisa beroperasi dengan sehat.

Biaya Komponen Logistik

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa yang menjadi permasalahan utama dari mengeluhnya operator dan supir truk adalah tingginya biaya tol. Tarif tol ini kemudian akan meningkatkan biaya logistik yang harus dibebankan kepada operator. Tetapi sebenarnya apa saja komponen biaya keseluruhan yang harus ditanggung oleh operator? Biaya yang harus ditanggung operator secara garis besar dibagi menjadi dua, komponen tetap dan komponen operasional.

Baca juga: Terima Kasih Pak Jokowi, Jalan Tol Membuat Perjalanan Saya Singkat dan Enak

Untuk komponen tetap hal yang pertama adalah operator harus mempuyai modal untuk menyediakan atau mengadakan kendaraan logistik. Modal untuk membeli kendaraan ini yang kemudian menjadi salah satu komponen biaya yang harus ditanggung oleh operator. Tidak lupa juga kendaraan ini harus diasuransikan sesuai dengan masa layannya.

Sebelumnya operator telah memprediksi panjang umur kendaraan. Hal ini berguna untuk menghitung penurunan nilai dari kendaraan tersebut. Misal sebuah truk mempunyai masa layan sebelas tahun, sehingga setelah waktu sebelas tahun maka nilai truk tersebut menjadi nilai sisa. Selisih nilai sisa dengan harga kendaraan saat ini dibagi dengan jumlah tahun kendaraan tersebut menghasilkan nilai depresiasi per tahun.

Baca juga: Transjogja dan Masalah Transportasi Perkotaan yang Tak Akan Selesai

Misal, suatu kendaraan memiliki harga 1 miliar rupiah dan memiliki masa layan selama sepuluh tahun. Setelah sepuluh tahun dianggap harga kendaraan tersebut habis atau nol. Maka nilai depresiasi per tahun adalah seratus juta rupiah. Tentu saja perhitungan nilai depresiasi barang ini disederhanakan agar mudah dipahami.

Biaya modal lainnya yang harus ditanggung oleh operator adalah biaya untuk menggantikan kendaraan tersebut apabila sudah melewati masa layan. Biaya ini juga dibagi per tahun sampai pada saatnya perusahaan harus membeli kendaraan baru. Biaya modal untuk kendaraan ini juga memperhitungkan keausan ban dan biaya untuk perawatan bengkel.

Biaya operasional terdiri dari biaya bahan bakar, biaya tol (kalau lewat tol), biaya makan dan kebutuhan supir, biaya jembatan timbang, biaya tak terduga (ban bocor), dan lain-lain. Biaya-biaya tersebut dibebankan pada saat kendaraan membawa logistik sedangkan jika kendaraan tidak bergerak maka tidak memakan biaya operasional.

Apakah Tol Membuat Logistik Menjadi lebih Murah?

Jika melihat dari rincian biaya logistik yang ada di atas maka kita dapat membedah beragam biaya tersebut sesuai dengan rincian biaya-biaya beban perusahaan. Jika kita menggunakan tol, maka seharusnya waktu tempuh akan menjadi lebih rendah dikarenakan minimnya hambatan pada jalan tol. Truk juga tidak harus melewati jembatan timbang, sehingga biaya terpotong.

Permasalahan ekonomi dalam memilih tol atau jalan biasa adalah perbandingan antara waktu dengan biaya. Biaya tol akan menjadi masalah jika waktu yang dihemat tidak sebanding dengan harga. Biaya tol akan dapat diterima jika waktu yang dihemat jauh dari biaya yang dikeluarkan, sehingga ritase kendaraan akan lebih besar.

Baca juga: Banjir Bukan Salah Hujan

Namun permasalahan selanjutnya, biaya tol terlalu tinggi sehingga biaya operasional menjadi tinggi. Tingginya biaya tol sangat terasa karena untuk truk dan trailer dari Jakarta menuju Surabaya bisa di atas satu juta rupiah untuk biaya tolnya. Kenaikan biaya operasional ini sangat signifikan jika yang dibandingkan hanya biaya operasional.

Perlu ada studi lebih lanjut tentang efesiensi biaya. Tol banyak berpengaruh pada menurunkan harga pokok seperti bahan bakar, penggunaan ban, suku cadang, dan biaya modal kendaraan itu sendiri. Dengan menggunakan tol, maka kendaraan tidak banyak berhenti dan lebih halus perjalanannya. Jadi, saat menghitung biaya keseluruhan, harusnya lewat tol akan lebih hemat untuk jangka panjang.

Pertanyaannya adalah, bagaimana cara untuk menurunkan harga tol agar bisa sesuai dengan ekspektasi operator logistik? Pertama, kebijakan harga ini tergantung bagaimana model bisnis yang diterapkan oleh negara. Negara bisa menggunakan uang pajak untuk membangun tol, atau bisa menunjuk perusahaan untuk bekerja sama dengan pemerintah dengan sistem konsesi.

Jika jalan tol dibiayai oleh pemerintah, maka salah satu cara untuk menekan biaya tol adalah dengan menaikkan pajak. Kenaikan pajak yang paling berhubungan adalah pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar yang tentu saja akan menimbulkan protes besar-besaran di negara Indonesia.

Baca juga: Banjir di Tol Madiun, Apakah Tolnya Salah Desain?

Pilihan kedua adalah dengan cara konsesi. Untuk menekan biaya pengembalian investasi dengan harga yang lebih murah, maka harus dilakukan perpanjangan masa konsesi. Misalnya konsesi antara perusahaan dan pemerintah tadinya tiga puluh tahun, maka diperpanjang menjadi lima puluh tahun agar biaya tol dapat ditekan.

Narasi pemerintah yang berkata bahwa Tol Trans Jawa dimaksudkan untuk menekan biaya logistik patut dikaji lebih dalam. Ternyata permasalahan antara logistik dengan biaya tol yang mahal tidak terjadi di Indonesia saja, namun terjadi juga di negara-negara Eropa. Tol Trans Jawa akan lebih masuk akal apabila dinarasikan untuk mengurangi beban saat musim lebaran, bukan untuk menurunkan harga logistik.

Lalu bagaimana caranya untuk menekan biaya logistik? Biaya logistik dapat ditekan salah satunya dengan cara memilih moda transportasi yang tepat. Pertanyaannya bagaimana cara memilih moda transportasi yang tepat untuk logistik? Pembahasan tersebut akan kami lanjutkan pada artikel yang akan datang.

Kategori
Transportasi

Biar Sukses, Tol Probolinggo-Banyuwangi Perlu Dibarengi Pengembangan Pelabuhan

Saya termasuk yang bersyukur trase Transjawa segmen Probolinggo-Banyuwangi tidak melalui Jember, tapi Situbondo. Pasalnya, sampai hari ini perkembangan Situbondo jauh tertinggal daripada Jember. Anda bisa membuktikannya dengan melakukan perjalanan menggunakan bus dari Surabaya ke Situbondo, baik siang maupun malam. Ketika hendak naik bus di terminal Purabaya Surabaya (Bungurasih), mungkin Anda akan tersenyum senang karena menemukan bus tujuan Situbondo. Kenek yang Anda tanya pun bakal bilang bus akan sampai Situbondo.

Namun, saat bus hampir sampai di terminal Probolinggo, dan bisa saja saat itu Anda sedang terlelap, kenek akan membangunkan dan memaksa Anda untuk pindah bus. Mengapa? Karena bus yang sedang Anda tumpangi akan berbelok ke selatan: Lumajang, terus ke Jember, lalu ke Banyuwangi. Anda disuruh masuk ke bus yang sudah penuh penumpang, yang daritadi mengumpulkan penumpang tujuan Situbondo (senasib dengan Anda), agar tak merugi. Kemungkinan besar Anda tak akan dapat tempat duduk. Namun, itu masih mending daripada Anda masuk bus tujuan Situbondo yang masih kosong. Sebab, itu berarti Anda harus menunggu bus itu terisi penuh! Ya seperti angkot gitulah.

Mengapa demikian? Penumpang bus yang Anda naiki tadi tujuannya lebih banyak ke Jember daripada Situbondo. Sebagai kota yang lebih maju dari segi ekonomi, pariwisata, dan pendidikan, Jember tentu lebih banyak membangkitkan perjalanan dan juga sebagai tujuan perjalanan.

Maka, jika Transjawa lewat Situbondo, ia akan memberi angin segar bagi kabupaten yg punya banyak pesantren ini. Ekonominya akan berkembang, terutama di sektor pariwisata. Dengan adanya tol, perjalanan dari Surabaya maupun Banyuwangi ke Situbondo akan lebih singkat.

Awalnya, jika naik bus, perjalanan Surabaya-Situbondo memakan waktu 4 jam. Itupun kalau di Probolinggo tak menunggu lama. Tol niscaya akan meringkasnya menjadi hanya sekitar 2 jam saja. Sehingga, pilihan wisata bagi masyarakat tidak hanya terbatas di Probolinggo dengan Gunung Bromonya yang mashur, atau Jember dengan Pantai Papumanya, tapi juga Situbondo dengan pilihan pariwisata yang tak kalah menariknya. Sebut saja Pantai Pasir Putih, Pantai Bama, hingga Savana Baluran.

Selain itu, tol juga akan mempermudah perjalanan religi ke Situbondo. Jangan salah, ketika hari-hari penting Islam, khususnya Maulid Nabi, pesantren-pesantren di Situbondo banyak dikunjungi orang untuk mendengar ceramah kiai. Adapula yang sekaligus menjenguk anaknya di pesantren. Dan yang datang bukan hanya orang Situbondo saja, tapi juga daerah-daerah lain di tapal kuda serta Madura.

Selain memanjakan para pengendara kendaraan pribadi yang ingin berwisata, perjalanan religi, atau mudik, kata pemerintah pusat tol juga akan mengefektifkan sistem logistik. Sederhananya, menurunkan biaya pengiriman barang.

Akan tetapi, jika menengok fenomena Transjawa segmen Semarang ke arah barat, truk masih lebih banyak yg lewat jalur Pantura. Kata para pengusaha truk, mereka menghindari Transjawa karena tarifnya mahal.

Pembangunan jalan tol memang membutuhkan investasi (biaya) yang besar. Misalnya, pembangunan tol Semarang-Batang yang panjangnya 7 kilometer saja, membutuhkan biaya 11,04 triliun. Hal inilah yang membuat tarif tol terpaksa dibuat tinggi untuk pengembalian investasi selama masa konsesi. Pemerintah sempat beralasan, tol hanyalah salah satu alternatif jalur perjalanan. Kalau mau cepat ya naik tol dan bayar lebih mahal, tapi kalau mau lebih murah lewat jalan biasa dengan konsekuensi perjalanan lebih lama.

Di sisi lain, menurut teman saya, Ali Akbar, kualitas logistik bukan cuma soal kecepatan angkut. Secara umum, logistik punya 3 macam sifat: butuh diangkut cepat meski sedikit, butuh diangkut banyak meski lambat, dan di tengah-tengah keduanya. Untuk truk yang mengangkut barang yang tidak dituntut cepat sampai, seperti beras, garam, gula, pastilah ogah lewat tol jika tarifnya mahal. Mending lewat jalan biasa saja, karena meski lama, lebih hemat ongkos hingga setengahnya. Untuk barang yang dituntut cepat sampai pun, kata Ali Akbar, keuntungan yang didapat jasa pengiriman selama ini tidak terlampau besar. Jadi kalau lewat tol, keuntungan tersebut akan lebih kecil lagi.

Uraian masalah di atas mestinya membuat kita insyaf bahwa tol tak menyelesaikan seluruh masalah logistik. Ada bagian-bagian yang tidak diselesaikan tol. Hal inilah yang membuat tol perlu didukung oleh infrastruktur lain, seperti pelabuhan dan kereta api.

Di tulisan ini hanya akan dibahas soal pelabuhan. Di Situbondo, ada dua pelabuhan penting, yaitu Jangkar dan Panarukan. Pelabuhan Jangkar fungsinya untuk lalu lintas penumpang dan barang-barang yang tidak dalam skala besar. Tujuan penumpang umumnya ke Pulau Madura dan pulau-pulau kecil di sebelah timurnya.

Ketika mendengar kata “Panarukan”, apa yang terlintas di benak Anda? Ya, kita sering mendengar nama ini ketika berbicara soal Jalan Raya Pos-Jalan Daendels yang terbentang dari Anyer hingga Panarukan. Di kecamatan ini ada sebuah pelabuhan yang dilengkapi dengan lapangan kontainer. Kapal yang bisa berlabuh di pelabuhan ini pun sampai 1000 DWT.

Keunggulan jalur laut dibandingkan jalan tol adalah kapasitas angkutnya berkali-kali lipat. Sebagai gambaran, truk kontainer muatannya maksimal hanya 25 ton. Sedangkan kapal 1000 DWT muatannya bisa sampai 600 ton. Bayangkan, jika sama-sama berangkat dari Panarukan ke Surabaya, kapal laut bisa mengangkut 24 kali lebih banyak daripada truk. Ya meskipun truk akan duluan sampai di Surabaya, apalagi jika ada tol, tapi untuk jenis barang yang tak perlu cepet-cepet sampai, tetap akan lebih efisien memakai kapal. Sebab, harga barangnya ketika sampai di Surabaya akan lebih murah karena dibawa dalam jumlah banyak sekaligus. Hal tersebut juga berlaku jalur sebaliknya: Surabaya ke Panarukan.

Sayangnya, pelabuhan Panarukan terlantar. Lapangan kontainer kosong. Struktur pelabuhan banyak yang rusak. Lampu penerangan cuma satu-dua yang hidup, sehingga kalau malam hari sering dipakai pacaran (entah ini efek positif atau negatif). Pembangunan yang dilakukan oleh Kemenhub tahun 2016 tetap tak mampu menggairahkan pelabuhan ini. Mentoknya cuma dipakai bersender perahu ikan.

Maka, pembenahan pelabuhan di Situbondo seiring pembangunan tol, serta mengintegrasikan keduanya, mestinya menjadi fokus pemerintah ke depan. Agar ekonomi daerah tapal kuda benar-benar tumbuh, mengejar ketertinggalan. Agar logistik benar-benar murah dan efektif. Dan tentu saja tak cukup di situ. Sistem logistik Probolinggo-Situbondo-Banyuwangi mestinya bisa ikut membantu pemerataan ekonomi di daerah timur, khusunya Nusa Tenggara. Mengingat, Situbondo lebih dekat ke sana daripada Surabaya. Dan juga biar tak menumpuk di Surabaya. Kalau perlu bisa langsung ekspor ke Australia. Karena toh, hingga kini, kargo dari Bali yang mau dibawa ke Australia masih diberangkatkan dari Surabaya.

Kategori
Transportasi

Transjogja dan Masalah Transportasi Perkotaan yang Tak Akan Selesai

Sebagai kota pelajar, Yogyakarta setiap tahunnya terus kedatangan mahasiswa-mahasiswa dari luar daerah yang akan menuntut ilmu di kota ini. Pada tahun 2018, khusus untuk UGM saja terdapat 9.152 mahasiswa baru. Jika setengahnya saja berasal dari luar daerah, berarti lebih dari 4500 mahasiswa yang akan tinggal di kota ini. Belum lagi di universitas-universitas lain yang juga menerima mahasiswa baru dari luar kota. Padahal mahasiswa lama yang telah menyelesaikan studi tidak semua pergi meninggalkan kota ini, dan juga masih banyak yang belum menyelesaikan studinya.
 
Salah satu masalah yang akan dihadapi oleh daerah ini akibat dari pendatang tahunan ini adalah perihal transportasi. Saat ini sangat wajar setiap orang memiliki kendaraan masing-masing. Hampir semua orang memiliki kendaraan pribadi sebagai sarana mobilitas hariannya. Termasuk mahasiswa perantau yang datang untuk menuntut ilmu di kota ini. Bukan hanya sepeda motor, tidak sedikit pula yang menggunakan mobil. Apalagi sekarang banyak indekos yang sudah menyediakan fasilitas parkir mobil bagi penghuninya.
 
 
Secara kasat mata, tanpa perlu analisis lalu lintas, terlihat jelas kemacetan sudah menjadi masalah yang pelik di wilayah Kartamantul (Yogyakarta, Sleman, dan Bantul). Ketersediaan transportasi massal bukanlah jawaban atas kemacetan yang ada, karena pada kenyataannya pengguna layanan ini hanya didominasi oleh pelajar, turis, dan lansia. Sangat jarang terlihat pekerja atau mahasiswa menggunakan Trans Jogja untuk bepergian. Bahkan sering kali bangku penumpang, yang jumlahnya hanya dua puluh itu, tidak penuh di luar jam sibuk.
 
Selalu ada saja alasan untuk tidak menggunakan Trans Jogja. Masalah informasi mengenai rute trayek yang paling sering. Padahal pramugara/pramugari di setiap armada maupun penjaga di halte selalu bersedia untuk menjelaskan dengan detail trayek yang harus dinaiki beserta lokasi transitnya jika penumpang bertanya. Bahkan mereka akan menuliskannya di secarik kertas sebagai petunjuk untuk memudahkan penumpang mengikuti instruksinya.
 
 
Memang Trans Jogja mempunyai kekurangan yang telak jika dibandingkan dengan kendaraan pribadi maupun transportasi daring kalau berbicara soal waktu perjalanan. Waktu tempuh yang terlalu lama dan waktu tunggu yang tidak menentu jelas jauh dari kenyamanan kendaraan yang selalu siap kau nyalakan. Tapi pernahkah kita berpikir kalau kurangnya armada bus juga ditentukan berdasarkan penggunanya dan lamanya waktu tempuh bus adalah akibat dari kemacetan jalan yang diakibatkan kendaraan-kendaraan pribadi itu?
 
Lebih dari perencanaan yang baik, kecerdasan kolektif masyarakat diperlukan untuk mewujudkan transportasi ideal. Ironisnya, hal itu belum terjadi di kota pelajar.
Kategori
Transportasi

Terima Kasih Pak Jokowi, Jalan Tol Membuat Perjalanan Saya Singkat dan Enak

Saya sudah sampai Solo saja. Padahal sejam sebelumnya masih di Semarang. Ini berkat jalan tol Jokowi (maksudnya, direncanakan dan dilaksanakan oleh Pak Jokowi and team) yang membentang dari Semarang, Bawen, Salatiga, Boyolali, hingga Solo. Meskipun saya tak ngebut-ngebut amat, ya paling pol 100 km/jam dan hanya sekali dua 110-120 km/jam, cuma butuh waktu 60 menit untuk memindah tubuh dalam jarak 76 kilometer.

Ini sesuatu yang luar biasa. Terakhir saya kagum soal perpindahan badan yaitu ketika naik pesawat Jakarta-Bali enam tahun silam. Saya tercenung agak lama ketika mengetahui badan saya sudah berada di Bali padahal dua jam sebelumnya masih berada di Jakarta.

Apalagi tol Jokowi ini baik dalam pengerjaannya sehingga nyaman dilewati, rambu-rambu lengkap, fasilitas darurat tersedia, dan pemandangan yang menyejukkan – ya meskipun beberapa saat membosankan. Intinya, tol Jokowi ini sangat memanjakan orang yang ingin melakukan perjalanan memakai mobil. Salut.

Perjalanan saya yang menyenangkan di Minggu pagi itu berbeda jauh dengan perjalanan dua hari sebelumnya, hari Jumat, ketika saya berangkat dari Jogja menuju Semarang. Di hari Jumat itu saya tidak lewat tol. Berangkat dari Jogja setelah matahari terbenam, lalu menyisir kota Magelang, akhirnya saya terjebak macet kejam di Ambarawa. Sejam mobil yang saya injak-injak pedalnya mandek di daerah ini.

Kemacetan diperparah dengan banyaknya truk besar, kecil, maupun sangat besar yang juga ikut berdesakan. Dari pengamatan kasar saya, jumlah truk sama banyaknya dengan mobil plus pikep. Tubuh truk yang berat membuat kemacetan lebih sulit terurai. Perlu saya informasikan bagi yang belum pernah lewat jalur ini, di Ambarawa banyak tanjakan. Ini pekerjaan yang berat bagi truk untuk mendaki jalan saat terjadi kemacetan. Mereka mesti ngeden dulu baru bisa merayap. Sekali lagi, merayap.

Jadi patut bersyukurlah kita yang suka ke mana-mana bawa mobil karena kini ada jalan tol yang sudah hampir menyambung ujung timur dan ujung barat pulau Jawa. Perjalanan makin singkat dan nyaman. Tidak perlu lagi ketemu banyak truk yang bikin perjalanan jadi lama dan tidak nyaman. Sebab tak banyak truk yang lewat jalan tol karena biaya masuknya yang mahal. Tak apalah bahan-bahan kebutuhan hidup yang diangkut truk datangnya terlambat dan harganya tetap mahal. Yang penting kita tak perlu lagi terkena macet yang menyebalkan kalau mau ke luar kota.

Terima kasih, Pak Jokowi.