Kategori
Society

Mempertanyakan Eksistensi Diri di Tengah Arus Modernisasi dan Berkembangnya Teknologi

Barangkali kita kadung santai-santai saja atau bahkan berontak hasrat kita lantaran bualan-bualan modernisasi. Yang dimaksud dengan istilah “bualan” ini adalah statement yang “berani-berani takut” untuk melempar klaim bahwa modernisasi sudah cukup banyak merampas lumbung makanan lalu meninggalkan sampah busuk bagi peradaban. Ya, enggak selalu gitu sih. Okelah, tapi di setiap “enggak selalu gitu” biasanya emang ada sampah-sampahnya. Lalu apa yang kita lihat sebagai bualan itu? Oke, kita mulai bongkar khusnudzonnya manusia ini terhadap modernisasi dengan segala atributnya.

Kalau kita bicara soal modernisasi, maka tentu kita akan bicara tentang segala atribut, perangkat (teknologi), budaya beserta macam utilitasnya. Apa yang tak kita sadari adalah, bahwa kita perlahan-lahan dan secara bersamaan sedang memindahkan sentral peradaban dari manusia kepada perangkat modern tadi. Sehingga pelan-pelan kita pun mengalami kebingungan eksistensial tanpa ketemu jawaban. Diperlakukan dengan cara apa kita sehingga manusia bisa mengalami yang demikian? Adalah utilitas dan fungsi yang dijadikan jaminan bagi manusia untuk mencapai imajinasi ideal tentang kehidupan versi mereka. Sementara, apa yang menjadi indikator utilitas tadi? Siapa yang meletakkan indikator tersebut? Berikutnya akan muncul pertanyaan di mana secara eksistensial letak subjek manusia di tengah establish-nya teknologi?

Bagi Heidegger, teknologi merupakan manipulasi, ini bisa diterjemahkan bahwa manusia dan alam sudah memiliki hakikatnya masing-masing, sedangkan teknologi adalah memperantarai keduanya. Ibarat wedhus itu sudah ada dan beranak pinak dari dulu dengan sendirinya, manusia pun ada. Namun, teknologi memberikan akses di antara keduanya sehingga jadilah ternak kambing. Kalau kita perselisihkan dengan budaya hari ini, sesungguhnya ada kebingungan soal relasi antara manusia, teknologi dan alam, atau bahkan manusia, teknologi dan manusia. Heidegger percaya bahwa secara ontologis teknologi telah menggeser pandangan mengenai keberadaan manusia dan makna yang melekat padanya. Pada tahap ini, kita menemukan keadaan terbalik ketika manusia telah menjadi objek yang dimaknai oleh perangkat. Dengan kata lain, keberadaan kita saat ini ditentukan oleh teknologi itu. Kita bisa akui, bahwa sebagian dari subjektivitas yang ada jauh di dalam diri kita, luntur dan lenyap seketika sampai di ujung jari, lantas kemudian teknologi menghadirkan kita sebagai diri yang lain asalkan suitable dengan pola-pola yang ada di antara kerumunan manusia lainnya.

Teknologi berperan dalam membentuk pola-pola dalam peradaban. Manusia pada akhirnya disusun dalam bentuk deretan data-data statistik, nilai-nilai dan spiritualitas disederhanakan dalam angka dan kurva. Sangat mungkin dengan kondisi ini manusia ditata dalam struktur kelas tertentu, atau bahkan muncul kelas-kelas baru dalam relasi sosial ketika manusia dengan mudahnya dicacah, didefinisikan dan dibatasi oleh struktur tersebut. Maka pandangan bahwa “technology as salvation” perlu dipikir ulang kalau kita mau. Ini karena adanya kemungkinan dominasi kelas dalam hal peruntukan teknologi. Tak bisa rasanya bagi kita untuk menjamin bahwa kendali perangkat teknologi mungkin diakses semua kelas sehingga mau tidak mau sebagian di antara manusia yang menjadi objek kendalinya. Anggapan bahwa perangkat dapat mengeliminasi kesenjangan kelas justru berakhir pada manusia kehilangan dirinya sendiri di hadapan komputer. Ketidaknetralan perangkat itu jadi niscaya, dan bahayanya pola pikir kita ngikut-ngikut aja, gimana ndak ngikut? Kita udah dikuasai kok.

Enaknya bagi mereka yang punya kendali infrastruktur teknologi, dengan kata lain mereka punya kendali atas tubuh-tubuh bahkan pikiran manusia lainnya. Ketika manusia sudah bisa dipolakan, atau bahkan di-“angka”-kan, ini artinya sudah ada bayangan berapa angka pula cuan yang masuk ke sakunya. Mungkin dari sinilah muncul apa yang disebut-sebut salvation itu. Betapa komoditas sudah semakin terdiversifikasi dari yang awalnya sesuatu tak bernyawa yang memiliki massa dan relativitas alias materi, kepada manusia, alias manusia yang sudah di-“angka”-kan, alias dialgoritmakan. Dan lagi-lagi kalau bisa dibilang, kita justru menikmati suatu standar nilai yang dikelola oleh sistem dan perangkat di luar tubuh kita yang kemudian disusupkan ke tubuh kita sendiri.

[mks_pullquote align=”right” width=”300″ size=”24″ bg_color=”” txt_color=”#1e73be”]”Anggapan bahwa perangkat dapat mengeliminasi kesenjangan kelas justru berakhir pada manusia kehilangan dirinya sendiri di hadapan komputer.”[/mks_pullquote]

Perihal bagaimana pola pikir dan eksistensi bahkan respon bawah sadar manusia bisa dibentuk oleh sistem, mari kita kembali bicara soal utilitas tadi. Siapa sih yang menentukan utilitas itu adalah X atau Y? Tentu saja mereka yang punya kuasa atas perangkat tadi. Kalau kita bicara kebijakan, negara, kalau ngomongin bisnis, konglomerat. Misal kalau kita dihibur dengan suguhan “cepat lagi mudah”, apakah seutuhnya kita nikmati bagi sekadar pemenuhan hasrat diri? Sebagian tentu dinikmati oleh bos-bos pabrik tempat kita bekerja karena produktivitas yang seiring dengan “cepat lagi mudah” tadi. Sebagian orang boleh jadi justru ingin berlambat-lambat dan bermalas-malas lantaran ia sedang nikmat bermain-main dengan imajinasi bebasnya di atas ranjang, tapi diperah paksa dengan manipulasi “cepat lagi mudah” tadi, ya apalagi yang ditawarkan teknologi pada otak kita kalau bukan ini.

Arena permainan kendali teknologi ini, juga tak jauh, bahkan menempel erat pada sistem politik as simple as we say. Politik mengatur segala hal, sudah jelas lah ya. Oke, agak susah menafikan bahwa tujuan besar negara adalah tidak lain stabilitas politiknya. Ini bisa jadi kabar baik di belakang orasi “demi bangsa dan negara”. Di sisi lain, mungkin berselisih dengan nilai-nilai manusia. Amati, bagaimana China melancarkan mass surveillance system untuk mengawasi bagaimana citizens hidup. Negara coba merekognisi kehidupan masyarakat terbatas pada apa yang terlihat olehnya, meskipun dengan segala perangkat teknologi canggih. Ini kemudian jadi inventaris mahal sebagaimana mereka melihat stabilitas merupakan pencapaian yang juga mahal bagi eksistensi negara. Tujuannya adalah meletakkan legitimasi atas bagaimana pemerintahan bekerja. Sehingga, apa-apa yang menjadi hambatan bagi keberlangsungan kekuasaan dengan mudah diantisipasi dengan testruktur, terukur dan sistematis.

Bagi demokrasi, ini agaknya jadi persoalan, lantaran kemungkinan pembatasan ekspresi atas dasar legitimasi tadi. Kalau mau bicara demokrasi yang katanya harus inklusif, itu barangkali bukan berarti menghentikan pertanyaan supaya ia tak perlu lagi menjawab sesuatu semata-mata data dianggap sudah lengkap, mewakili dan menjawab segala pertanyaan. Sekalipun yang demikian itu ada di dalam pikiran masyarakatnya. inklusif mungkin justru harus memungkinkan adanya kecurigaan di antara negara dan masyarakat untuk terus-terusan diperdebatkan dan dipertanyajawabkan. Harus ada kecurigaan dan jawaban intinya, bukan membatasi kecurigaan seolah-olah sudah terjawab. Tapi, teknologi juga lah yang punya peran membangun batasan itu dan lihat saja bagaimana perangkat itu dimanfaatkan bagi sistem politik hari ini.

Bagaimana? Dari sekian pendapat ini, apakah sudah mencium aroma-aroma busuk di tengah peradaban? Kalau tidak, silakan berhenti pada sisi baiknya saja, sisanya anggap saja saya ngawur, anggap saja, karena saya pikir pengaruh itu nyata secara sistemik. Hanya saja sekilas ia tak terlihat, lebih dalam barangkali memang otak kita sudah diporak-porandakan, dengan iming-iming utilitas, “technology as salvation”, imajinasi peradaban riang gembira yang diperjual-belikan dengan atribut etika dan moral.

Kategori
Infrastruktur Transportasi

Tips Mudik Asyik via Jalan Tol Baru Trans Jawa

Sudah menjadi rutinitas tahunan bagi kita, warga negara Indonesia melakukan mudik (pulang kampung) pada hari raya Idul Fitri. Anda dapat memilih moda transportasi apapun -bisa kendaraan pribadi atau transportasi umum- yang anda nilai paling nyaman, aman dan tentunya pas dari segi biaya. Bagi anda yang berniat menggunakan mobil untuk mudik tahun ini, anda bisa menggunakan fasilitas jalan tol baru untuk mempercepat perjalanan anda ke tujuan.

Mudik via tol tahun ini akan terasa berbeda, khususnya bagi pemudik yang melintasi Pulau Jawa. Karena Tol Trans Jawa yang dicanangkan oleh pemerintah telah berhasil tersambung dari mulai Merak, Banten sampai ke Pasuruan, Jawa Timur tepat sebelum mudik lebaran tahun ini dimulai. Rute tol ini berturut-turut tersambung dari pintu tol Merak-Cikampek-Palimanan-Cirebon-Pejagan-Brebes Timur-Pemalang-Batang-Semarang-Ungaran-Boyolali-Solo-Sragen-Ngawi-Madiun-Kertosono-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Grati dan berakhir di Pasuruan, Jawa Timur dengan panjang total 965 Km.

Jika kebetulan rute mudik anda melewati jalur tersebut, maka tidak ada salahnya anda mencoba mencicipi jalan tol baru Trans Jawa pada kesempatan mudik tahun ini. Namun, anda perlu memperhatikan hal-hal yang penting berikut ini sebelum anda benar-benar memasuki gerbang tol saat mudik lebaran.

Berikut adalah tips mudik via jalan tol yang seharusnya Anda ketahui:

1. Persiapkan kartu E-Toll atau Jasa Marga Access dan lakukan top up

Mempunyai kartu toll (E-Toll card) adalah wajib bagi siapapun yang ingin mengakses jalan tol. Maka dari itu bagi anda yang belum memiliki kartu E-Toll ini bergegaslah untuk segera membuatnya.

Sebenarnya cara membuat E-Toll Card ini sangatlah mudah, dimana kalian hanya perlu mengunjungi kantor penerbit E-Money atau beberapa kantor yang menyediakan kartu E-Toll, seperti E-Toll Card BPJT, Mandiri E-Money, BRI Brizzi, BNI Tapcash, BTN Link, BCA Flazz, E-Toll Card Mandiri, GAZ Card dan Indomaret Card.

Pastikan pula anda telah mengisi saldo E-Toll ini sesuai kebutuhan biaya tol pulang-pergi, dari gerbang tol asal sampai dengan gerbang tol tujuan. Apakah anda sudah tahu tarifnya? Tenang, berikut adalah tarif tol resmi yang telah dikeluarkan oleh Jasa Marga.

Silahkan cek Informasi tarif jalan tol dan buku panduan mudik tol Trans Jawa lebih lengkapnya di artikel pijak.id berikut.

 

Baca: Tarif Tol Trans Jawa Lengkap

 

2. Memastikan kendaraan dalam kondisi prima dan mengisi BBM jauh-jauh hari

Jangan sampai momen berbahagia mudik asyik anda ternodai oleh peristiwa mobil mogok di jalan atau hal-hal lain yang tidak diinginkan akibat abai terhadap kondisi kendaraan. Pastikan anda sudah melakukan servis terhadap mobil yang akan anda bawa untuk mudik dan mengecek semua komponen kendaraan masih dalam keadaan prima.

Tentu akan merepotkan bila anda harus berlama-lama antri mengisi BBM saat mudik. Untuk mengantisipasi hal tersebut, penuhilah tanki BBM (sesuai kebutuhan) anda sebelum masa mudik telah tiba. Sedangkan saat perjalanan mudik sangat disarankan untuk anda selalu mengecek kondisi ban dan air radiator mesin.
 

 

3. Rencanakanlah titik rest area dimana rombongan anda akan beristirahat 

Mudik dibawa asyik saja. Jangan terlalu memaksakan fisik anda untuk segera sampai tujuan. Perkirakanlah perjalanan yang ideal bagi anda untuk berkendara (menatap jalanan), misal waktu rata-rata seseorang dapat berkonsentrasi saat berkendara adalah dalam waktu 4-5 jam. Atau dari pengalaman anda selama ini, seberapa lama anda kuat menatap jalanan hingga mulai merasa suntuk dan mengantuk. Dengan estimasi waktu berkendara tersebut, anda dapat menentukan titik rest area mana yang cocok untuk anda dan rombongan untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan.

Sudah tau titik rest area yang disediakan saat mudik via tol lebaran ini? Tenang, berikut adalah titik-titik rest area yang bisa anda singgahi saat mudik.

4. Patuhilah semua rambu jalan tol, jangan berhenti/beristirahat di bahu jalan!

Jalan tol adalah jalan bebas hambatan, dimana anda dituntut untuk berkendara dalam rentang kecepatan tertentu. Ketidakpatuhan anda terhadap rambu dan rentang kecepatan yang di isyaratkan akan sangat membahayakan untuk pengendara yang lainnya.

Anda hanya dapat berhenti dan beristirahat di tempat rest area yang disediakan. Dan jika tidak dalam situasi yang darurat, anda tidak diperkenankan untuk menepi dan berhenti ke bahu jalan. Larangan melintas di bahu jalan tol diatur dalam PP Nomor 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol, khususnya pasal 41. Bagi anda ketahuan melintasi/berhenti di bahu jalan akan dikenai hukuman denda minimum Rp. 500.000 ,-. Ingin tahu lebih lanjut tentang peratuan-peraturan berkendara di jalan tol? Klik link disini.
Peraturan Pemerintah Tentang Jalan Tol-PP 15 Tahun 2005

5. Jadikanlah perjalanan mudik lebaran sebagai momen yang mengasyikan

Jangan terlalu terpaku bahwa momen yang paling bahagia mudik hanya saat berkumpul dengan sanak saudara. Anda juga perlu menjadikan perjalanan mudik sebagai momen berbahagia bersama keluarga kecil. Dalam sepanjang jalan tol tersebut anda juga dimungkinkan dapat melihat pemandangan yang indah. Pergunakan suasana tersebut untuk menciptakan pengalaman baru dan seru berkendara bersama keluarga.

Mudik sembari berwisata, why not? Dengan merencanakan perjalanan dengan matang, anda juga dapat mengunjungi tempat-tempat wisata alternatif di sepanjang rute mudik anda. Selain wisata wahana, anda juga dapat berwisata kuliner, mencicipi kuliner khas daerah yang anda lalui. Senangkanlah hati anda pribadi dan keluarga dengan menikmati momen liburan lebaran secara maksimal.

Nah, Itu tadi adalah tips mudik asyik via jalan tol ala Pijak.ID. Bagaimana dengan anda, apakah sudah melakukan persiapan sebelum mudik? Sekali lagi, tujuan mudik tidak hanya berkumpul dengan sanak saudara di kampung, namun juga membahagiakan hati dan menikmati waktu liburan lebaran bersama keluarga kecil anda. Termasuk menikmati perjalanannya.

Kami dari tim Pijak Indonesia @pijak.id @pijak.consulting @pijakpodcast mengucapkan, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1440 H, mohon maaf lahir dan batin. Selamat mudik. Selamat bebahagia. Utamakan selamat!

RID
PijakID

 

Kategori
Transportasi

Info Tarif Tol Trans Jawa Lengkap

Mudik via tol tahun ini akan terasa berbeda, khususnya bagi pemudik yang melintasi Pulau Jawa. Karena Tol Trans Jawa yang dicanangkan oleh pemerintah telah berhasil tersambung dari mulai Merak, Banten sampai ke Pasuruan, Jawa Timur tepat sebelum mudik lebaran tahun ini. Rute tol ini berturut-turut tersambung dari pintu tol Merak-Cikampek-Palimanan-Cirebon-Pejagan-Brebes Timur-Pemalang-Batang-Semarang-Ungaran-Boyolali-Solo-Sragen-Ngawi-Madiun-Kertosono-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Grati dan berakhir di Pasuruan, Jawa Timur dengan panjang total 965 Km.

Bagi anda yang berniat mudik dengan menggunakan kendaraan pribadi, dapat menjadikan jalan tol sebagai alternatif pilihan dalam mudik tahun ini. Jalan tol Trans Jawa yang kini sudah menyambung dari Merak Banten sampai dengan Pasuruan Jawa timur tentunya akan sangat mempersingkat waktu perjalanan anda, karena tidak perlu keluar masuk tol lagi seperti tahun lalu. Selain itu, pemandangan di sepanjang jalan tol juga patut menjadi perhatian anda untuk mendapatkan kenyamanan berkendara. Lantas bagaimana dengan tarif nya? Apakah sesuai dengan kantong Anda?

Baca juga: Tips Mudik Asyik Via Jalan Tol Baru Trans Jawa

Berikut adalah rincian tarif tol Trans Jawa secara lengkap

 

1.       Dari Dari Merak
Tujuan:
Cikampek: Rp 78.000
Palimanan: Rp 180.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 186.000
Pejagan: Rp 221.000
Brebes Timur: Rp 241.000
Pemalang: Rp 284.000
Batang: Rp 313.500
Semarang: Rp 365.500
Unggaran: Rp 373.000
Boyolali: Rp 422.000
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 431.000
Sragen: Rp 466.500
Ngawi: Rp 517.500
Madiun: Rp 541.500
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 585.500
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 649.500
Surabaya: Rp 637.500
Sidoarjo: Rp 645.500
Grati/Probolinggo Timur: Rp 687.500
Pasuruan: Rp 682.000
2.       Dari Cikampek
Tujuan:
Merak: Rp 78.000
Palimanan: Rp 117.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 123.000
Pejagan: Rp 158.000
Brebes Timur: Rp 178.000
Pemalang: Rp 221.000
Batang: Rp 250.500
Semarang: Rp 302.500
Unggaran: Rp 310.000
Boyolali: Rp 359.000
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 368.000
Sragen: Rp 403.500
Ngawi: Rp 454.500
Madiun: Rp 478.500
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 522.000
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 586.500
Surabaya: Rp 584.500
Sidoarjo: Rp 588.000
Grati/Probolinggo Timur: Rp 624.500
Pasuruan: Rp 619.000
3.       Dari Palimanan
Tujuan:
Merak: Rp 180.000
Cikampek: Rp 117.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 6.000
Pejagan: Rp 41.000
Brebes Timur: Rp 61.000
Pemalang: Rp 104.000
Batang: Rp 133.500
Semarang: Rp 185.500
Unggaran: Rp 193.000
Boyolali: Rp 242.000
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 251.000
Sragen: Rp 286.500
Ngawi: Rp 337.500
Madiun: Rp 361.500
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 405.000
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 469.500
Surabaya: Rp 467.500
Sidoarjo: Rp 471.000
Grati/Probolinggo Timur: Rp 507.500
Pasuruan: Rp 502.000
4.       Dari Cirebon/GT Ciperna
Tujuan:
Merak: Rp 186.000
Cikampek: Rp 123.000
Palimanan: Rp 6.000
Pejagan: Rp 35.000
Brebes Timur: Rp 55.000
Pemalang: Rp 98.000
Batang: Rp 127.500
Semarang: Rp 211.500
Unggaran: Rp 219.000
Boyolali: Rp 268.000
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 277.000
Sragen: Rp 312.500
Ngawi: Rp 363.500
Madiun: Rp 387.500
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 431.000
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 495.500
Surabaya: Rp 493.500
Sidoarjo: Rp 497.000
Grati/Probolinggo Timur: Rp 533.500
Pasuruan: Rp 528.000
5.       Dari Pejagan
Tujuan:
Merak: Rp 221.000
Cikampek: Rp 158.000
Palimanan: Rp 41.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 35.000
Brebes Timur: Rp 20.000
Pemalang: Rp 63.000
Batang: Rp 92.500
Semarang: Rp 176.500
Unggaran: Rp 184.000
Boyolali: Rp 223.000
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 242.000
Sragen: Rp 277.500
Ngawi: Rp 328.500
Madiun: Rp 352.500
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 396.000
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 460.500
Surabaya: Rp 458.500
Sidoarjo: Rp 462.000
Grati/Probolinggo Timur: Rp 498.500
Pasuruan:Rp 493.000
6.       Dari Brebes Timur
Tujuan:
Merak: Rp 241.000
Cikampek: Rp 178.000
Palimanan: Rp 61.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 55.000
Pejagan: Rp 20.000
Pemalang: Rp 43.000
Batang: Rp 72.500
Semarang: Rp 156.500
Unggaran: Rp 164.000
Boyolali: Rp 213.000
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 222.000
Sragen: Rp 257.500
Ngawi: Rp 308.500
Madiun: Rp 332.500
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 376.000
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 440.500
Surabaya: Rp 438.500
Sidoarjo: Rp 442.000
Grati/Probolinggo Timur: Rp 483.500
Pasuruan: Rp 478.000
7.       Dari Pemalang
Tujuan:
Merak: Rp 284.000
Cikampek: Rp 221.000
Palimanan: Rp 104.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 98.000
Pejagan: Rp 63.000
Brebes Timur: Rp 43.000
Batang: Rp 29.500
Semarang: Rp 114.000
Unggaran: Rp 121.500
Boyolali: Rp 170.500
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 179.500
Sragen: Rp 215.000
Ngawi: Rp 266.000
Madiun: Rp 290.000
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 333.500
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 398.000
Surabaya: Rp 396.000
Sidoarjo: Rp 399.500
Grati/Probolinggo Timur: Rp 441.000
Pasuruan: Rp 435.500
8.       Dari Batang
Tujuan:
Merak: Rp 313.500
Cikampek: Rp 250.500
Palimanan: Rp 133.500
Cirebon/GT Ciperna: Rp 127.500
Pejagan: Rp 92.500
Brebes Timur: Rp 72.500
Pemalang: Rp 29.500
Semarang: Rp 84.000
Unggaran: Rp 91.500
Boyolali: Rp 140.500
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 149.500
Sragen: Rp 185.000
Ngawi: Rp 236.000
Madiun: Rp 260.000
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 303.500
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 368.000
Surabaya: Rp 366.000
Sidoarjo: Rp 369.500
Grati/Probolinggo Timur: Rp 402.000
Pasuruan: Rp 396.500
9.       Dari Semarang
Tujuan:
Merak: Rp 365.500
Cikampek: Rp 302.500
Palimanan: Rp 185.500
Cirebon/GT Ciperna: Rp 211.500
Pejagan: Rp 176.500
Brebes Timur: Rp 156.500
Pemalang: Rp 114.000
Batang: Rp 84.000
Unggaran: Rp 12.500
Boyolali: Rp 61.500
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 70.500
Sragen: Rp 106.000
Ngawi: Rp 157.000
Madiun: Rp 181.000
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 224.500
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 289.000
Surabaya: Rp 287.000
Sidoarjo: Rp 290.500
Grati/Probolinggo Timur: Rp 327.000
Pasuruan: Rp 321.500
10.   Dari Ungaran
Tujuan:
Merak: Rp 373.000
Cikampek: Rp 310.000
Palimanan: Rp 193.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 219.000
Pejagan: Rp 184.000
Brebes Timur: Rp 164.000
Pemalang: Rp 121.500
Batang: Rp 91.500
Semarang: Rp 12.500
Boyolali: Rp 49.500
Solo/Yogya via Colomadu: Rp 58.000
Sragen: Rp 93.500
Ngawi: Rp 144.500
Madiun: Rp 168.500
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 212.000
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 276.500
Surabaya: Rp 323.000
Sidoarjo: Rp 326.500
Grati/Probolinggo Timur: Rp 363.000
Pasuruan: Rp 357.500
11.   Dari Boyolali
Tujuan:
Merak: Rp 422.000
Cikampek: Rp 359.000
Palimanan: Rp 242.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 268.000
Pejagan: Rp 233.000
Brebes Timur: Rp 213.000
Pemalang: Rp 170.500
Batang: Rp 140.500
Semarang: Rp 61.500
Unggaran: Rp 49.500
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 9.000
Sragen: Rp 44.500
Ngawi: Rp 95.500
Madiun: Rp 119.500
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 163.000
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 227.500
Surabaya: Rp 274.000
Sidoarjo: Rp 277.500
Grati/Probolinggo Timur: Rp 314.000
Pasuruan: Rp 308.500
12.   Dari Solo/Yogya via GT Colomadu
Tujuan:
Merak: Rp 431.000
Cikampek: Rp 368.000
Palimanan: Rp 251.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 277.000
Pejagan: Rp 242.000
Brebes Timur: Rp 222.000
Pemalang: Rp 179.500
Batang: Rp 149.500
Semarang: Rp 70.500
Unggaran: Rp 58.000
Boyolali: Rp 9.000
Sragen: Rp 35.000
Ngawi: Rp 86.500
Madiun: Rp 110.500
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 154.500
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 218.500
Surabaya: Rp 265.000
Sidoarjo: Rp 268.500
Grati/Probolinggo Timur: Rp 305.000
Pasuruan: Rp 299.500
13.   Dari Sragen
Tujuan:
Merak: Rp 466.500
Cikampek: Rp 403.500
Palimanan: Rp 286.500
Cirebon/GT Ciperna: Rp 312.500
Pejagan: Rp 277.500
Brebes Timur: Rp 257.500
Pemalang: Rp 215.000
Batang: Rp 185.000
Semarang: Rp 106.000
Unggaran: Rp 93.500
Boyolali: Rp 44.500
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 35.000
Ngawi: Rp 51.000
Madiun: Rp 75.000
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 118.500
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 183.000
Surabaya: Rp 229.500
Sidoarjo: Rp 233.000
Grati/Probolinggo Timur: Rp 269.500
Pasuruan: Rp 264.000
14.   Dari Ngawi
Tujuan:
Merak: Rp 517.500
Cikampek: Rp 454.500
Palimanan: Rp 337.500
Cirebon/GT Ciperna: Rp 363.500
Pejagan: Rp 328.500
Brebes Timur: Rp 308.500
Pemalang: Rp 266.000
Batang: Rp 236.000
Semarang: Rp 157.000
Unggaran: Rp 144.500
Boyolali: Rp 95.500
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 86.500
Sragen: Rp 51.000
Madiun: Rp 24.000
Kertosono/GT Nganjuk: 67.500
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 132.000
Surabaya: Rp 178.500
Sidoarjo: Rp 182.000
Grati/Probolinggo Timur: Rp 214.500
Pasuruan: Rp 209.000
15.   Dari Madiun
Tujuan:
Merak: Rp 541.500
Cikampek: Rp 478.500
Palimanan: Rp 361.500
Cirebon/GT Ciperna: Rp 387.500
Pejagan: Rp 352.500
Brebes Timur: Rp 332.500
Pemalang: Rp 290.000
Batang: Rp 260.000
Semarang: Rp 181.000
Unggaran: Rp 168.500
Boyolali: 119.500
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 110.500
Sragen: Rp 75.000
Ngawi: Rp 24.000
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 43.500
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 108.000
Surabaya: RRp 154.500
Sidoarjo: Rp 158.000
Grati/Probolinggo Timur: Rp 194.500
Pasuruan: Rp 189.000
16.   Dari Kertosono/GT Nganjuk
Tujuan:
Merak: Rp 585.000
Cikampek: Rp 522.000
Palimanan: Rp 405.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 431.000
Pejagan: Rp 396.000
Brebes Timur: Rp 376.000
Pemalang: Rp 333.500
Batang: Rp 303.500
Semarang: Rp 224.500
Unggaran: Rp 212.000
Boyolali: Rp 163.000
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 154.500
Sragen: Rp 118.500
Ngawi: Rp 67.500
Madiun: Rp 43.500
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 64.500
Surabaya: Rp 111.000
Sidoarjo: Rp 114.500
Grati/Probolinggo Timur: Rp 151.000
Pasuruan: Rp 145.500
17.   Dari Mojokerto/ Mojokerto Barat
Tujuan:
Merak: Rp 649.500
Cikampek: Rp 586.500
Palimanan: Rp 469.500
Cirebon/GT Ciperna: Rp 495.500
Pejagan: Rp 460.500
Brebes Timur: Rp 440.500
Pemalang: Rp 398.000
Batang: Rp 368.000
Semarang: Rp 289.000
Unggaran: Rp 276.500
Boyolali: Rp 227.500
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 218.500
Sragen: Rp 183.000
Ngawi: Rp 132.000
Madiun: Rp 132.000
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 64.500
Surabaya: Rp 46.500
Sidoarjo: Rp 50.000
Grati/Probolinggo Timur: Rp 86.500
Pasuruan: Rp 81.000
18.   Dari Surabaya
Tujuan:
Merak: Rp 649.500
Cikampek: Rp 584.500
Palimanan: Rp 467.500
Cirebon/GT Ciperna: Rp 493.500
Pejagan: Rp 458.500
Brebes Timur: Rp 438.500
Pemalang: Rp 396.000
Batang: Rp 366.000
Semarang: Rp 287.000
Unggaran: Rp 323.000
Boyolali: Rp 274.000
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 265.000
Sragen: Rp 229.500
Ngawi: Rp 178.500
Madiun: Rp 154.500
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 111.000
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 46.500
Sidoarjo: Rp 8.000
Grati/Probolinggo Timur: Rp 44.500
Pasuruan: Rp 48.000
19.   Dari Sidoarjo
Tujuan:
Merak: Rp 645.500
Cikampek: Rp 588.000
Palimanan: Rp 471.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 497.000
Pejagan: Rp 462.000
Brebes Timur: Rp 442.000
Pemalang: Rp 399.500
Batang: Rp 369.500
Semarang: Rp 290.500
Unggaran: Rp 326.500
Boyolali: Rp 277.500
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 268.500
Sragen: Rp 233.000
Ngawi: Rp 182.000
Madiun: Rp 158.000
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 114.500
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 50.000
Surabaya: Rp 8.000
Grati/Probolinggo Timur: Rp 43.500
Pasuruan: Rp. 44.500
20.   Dari Grati/ GT Probolinggo Timur
 Tujuan:
Merak: Rp 687.500
Cikampek: Rp 624.500
Palimanan: Rp 507.500
Cirebon/GT Ciperna: Rp 533.500
Pejagan: Rp 498.500
Brebes Timur: Rp 483.500
Pemalang: Rp 441.000
Batang: Rp 402.000
Semarang: Rp 327.000
Unggaran: Rp 363.000
Boyolali: Rp 314.000
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 305.000
Sragen: Rp 269.500
Ngawi: Rp 214.500
Madiun: Rp 194.500
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 151.000
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 86.500
Surabaya: Rp 44.500
Sidoarjo: Rp 43.500
Pasuruan: Rp 13.500
21.   Dari Pasuruan
Tujuan
Merak: Rp 682.000
Cikampek: Rp 619.000
Palimanan: Rp 502.000
Cirebon/GT Ciperna: Rp 528.000
Pejagan: Rp 493.000
Brebes Timur: Rp 478.000
Pemalang: Rp 435.500
Batang: Rp 396.500
Semarang: Rp 321.500
Unggaran: Rp 357.500
Boyolali: Rp 308.500
Solo/Yogya via GT Colomadu: Rp 299.500
Sragen: Rp 264.000
Ngawi: Rp 209.000
Madiun: Rp 189.000
Kertosono/GT Nganjuk: Rp 145.500
Mojokerto/GT Mojokerto Barat: Rp 81.000
Surabaya: Rp 48.000
Sidoarjo: Rp 44.500
Grati/Probolinggo Timur: Rp 13.500

Letak Titik Rest Area

Jangan terlalu memaksakan fisik anda untuk segera sampai tujuan. Perkirakanlah perjalanan yang ideal bagi anda untuk berkendara (menatap jalanan), misal waktu rata-rata seseorang dapat berkonsentrasi saat berkendara adalah dalam waktu 4-5 jam. Atau dari pengalaman anda selama ini, seberapa lama anda kuat menatap jalanan hingga mulai merasa suntuk dan mengantuk. Dengan estimasi waktu berkendara tersebut, anda dapat menentukan titik rest area mana yang cocok untuk anda dan rombongan untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan.

Sudah tau titik rest area yang disediakan saat mudik via tol lebaran ini? Tenang, berikut adalah titik-titik rest area yang bisa anda singgahi saat mudik.

 

Menjadikan perjalanan mudik lebaran sebagai momen yang mengasyikan

Tujuan mudik tidak hanya berkumpul dengan sanak saudara di kampung, namun juga membahagiakan hati dan menikmati waktu liburan lebaran bersama keluarga kecil anda. Termasuk menikmati perjalanannya.

Mudik sembari berwisata, why not? Dengan merencanakan perjalanan dengan matang, anda juga dapat mengunjungi tempat-tempat wisata alternatif di sepanjang rute mudik anda. Selain wisata wahana, anda juga dapat berwisata kuliner, mencicipi kuliner khas daerah yang anda lalui. Senangkanlah hati anda pribadi dan keluarga dengan menikmati momen liburan lebaran secara maksimal.

Berikut adalah link buku Panduan Perjalanan Darat Anti Boring yang diterbitkan oleh Jasa Marga. Buku ini berisi tentang semua informasi terkait tol Trans Jawa dan rekomendasi tempat yang dapat anda kunjungi di daerah sepanjang jalan tol tersebut.

Panduan Perjalanan Darat Anti Boring-Jasa Marga.pdf (30 MB)

Selamat mudik. Selamat berbahagia bersama keluarga. Utamakan selamat!

Kategori
Society

Sampah, Sampah, Sampah, Kalau Banyak Mau Jadi Apa?

Sejauh pengamatan saya, tercatat dua kali media nasional telah memberitakan penutupan Tempat Pembuangan Sampah (TPS). Pada tahun 2018 Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi mengancam akan menutup TPS Bantar Gebang. Kemudian, baru-baru ini terjadi pemboikotan TPST Piyungan, Bantul oleh warga sekitar.

Boikot tersebut membuat sampah pada TPS-TPS kecil yang ada di perumahan atau di pasar menumpuk. Tumpukan sampah ini menimbulkan pemandangan yang tidak elok dan bau yang mengganggu.

Menurut Detikcom, warga menutup TPST Piyungan karena truk-truk yang membawa sampah merusak jalan kampung. Selain itu, tumpukan sampah di TPST tersebut menimbulkan bau yang menyengat ketika musim hujan.

Penutupan TPS oleh warga sejatinya adalah akibat dari pengelolaan sampah yang kurang baik. Sebenarnya apa saja yang membuat sampah bisa menumpuk sampai sebuah kota kewalahan untuk mengurusi sampah-sampah tersebut?

Penyebab tumpukan sampah bisa disebabkan oleh berbagai hal. Penumpukan sampah bisa terjadi karena berlebihnya sampah dibandingkan kapasitas tampungan sampahnya. Kemudian, kurangnya tempat pengelolaan kembali sampah yang bisa didaur ulang.

Integrasi antar-daerah juga terkadang bermasalah. Contohnya, DKI Jakarta kan membuang sampahnya di TPS Bantar Gebang, Bekasi. Jika birokrasi antara kedua Pemda tidak harmonis, maka kejadian boikot TPS kapan saja bisa terjadi.

Permasalahan tata ruang wilayah menjadi induk dari permasalahan-permasalahan tersebut. Sistem zonasi seharusnya diatur dengan baik sehingga di tempat pembuangan sampah tidak ada pemukiman dengan radius tertentu, sehingga masyarakat tidak terganggu dengan aktivitas TPS.

Tata ruang ini tidak hanya mengatur posisi TPSnya saja, tapi juga jalur transportasi truk agar semaksimal mungkin tidak melewati pemukiman warga. Infrastruktur prasarananya pun perlu diperhatikan dengan seksama agar tidak terjadi kerusakan-kerusakan jalan yang tidak diinginkan.

Solusi Permasalahan Sampah

Solusi permasalahan sampah bisa dilakukan dengan dua pendekatan. Pendekatan yang pertama adalah dari sisi masyarakat kemudian pendekatan kedua dilakukan dari sisi pemerintah.

Hal yang bisa dilakukan masyarakat adalah mengurangi sampah dengan gerakan zero waste, yaitu mengurangi penggunaan bungkusan plastik pada setiap belanja. Zero waste juga bisa dengan cara memanfaatkan sisa bahan makanan untuk dimasak agar tidak semerta-merta dibuang ke tempat sampah.

Mulai membiasakan diri untuk tidak meminta plastik jika hanya berbelanja sedikit dan membawa tas belanjaan jika memang ingin belanja dengan jumlah banyak. Faktor kali dari gerakan ini pasti akan berdampak besar terhadap volume sampah yang terbuang.

Sampah juga harus dipilah dan benar-benar dibuang sesuai dengan kategori. Harapannya, sampah organik dapat diproses kembali menjadi bahan organik. Sampah plastik dan sampah lain yang bisa didaur ulang akan masuk ke tempat daur ulang. Baru nanti residu atau sampah sisa yang masuk ke TPS.

Solusi yang dapat dilakukan oleh pemerintah antara lain dengan menata ulang TPS dengan pemukiman warga agar tidak terjadi komplain di kemudian hari. Perbaikan infrastruktur jalan akses juga harus diperhatikan. Pengelolaan sampah ini harus terintegrasi dari mulai perumahan sampai dengan TPS akhir.

Sampah selalu menjadi tantangan di daerah urban maupun rural. Pemerintah dan masyarakat harus menyesuaikan sistem pengelolaan sampah sesuai dengan karakteristik masing-masing daerah. Integrasi yang baik antara pengelolaan dan pengurangan sampah diharapkan dapat mengurangi permasalahan sampah di kemudian hari.

Kategori
Infrastruktur

Banjir, Penanganan vs Perencanaan

Intensitas hujan yang belakangan tinggi membuat banjir terjadi di beberapa daerah baik di dalam negeri maupun luar negeri. Hujan memang memiliki peranan penting dalam proses terjadinya banjir. Namun, di balik kejadian banjir, ternyata tersimpan sebab akibat yang kompleks mulai dari sisi teknis, sosial, budaya, ekonomi, dan lain-lain.

Jika kita ingin membahas penanganan banjir, maka kita perlu melihat permasalahan secara utuh. Kita tidak bisa melihat fenomena banjir hanya dari satu sudut pandang saja.

Penanganan banjir yang komprehensif artinya adalah kita melihat fenomena banjir dari satu siklus hidrologi yang utuh. Apabila kita melihat hanya dari satu sampel daerah saja, jelas, penanganan banjir tidak bisa terjadi secara berkelanjutan.

Jika air hujan yang berubah menjadi limpasan langsung terlalu banyak dan sungai-sungai tidak bisa menampung debit air, maka air akan meluap. Inilah yang menyebabkan banjir. Kebanyakan masyarakat membahas penyebab banjir hanya sekadar masalah membuang sampah di sungai saja. Hal itu memang benar. Tetapi untuk perencanaan yang lebih komprehensif, sebenarnya ada hal yang lebih penting.

Daerah rural (desa) harus bisa lebih banyak menyerap air hujan ke dalam tanah. Penyerapan air ini juga dalam rangka menjaga kestabilan air tanah. Jika air tidak terserap, maka jangan heran akan terjadi kekeringan. Proses banjir memang tidak bisa dilepaskan dari dampak kekeringan nantinya.

Misal saja jumlah air yang melimpas ke daerah urban tinggi karena air dari daerah rural tidak terserap. Maka, daerah urban yang cenderung sudah menjadi perkotaan akan menerima air dalam jumlah besar dan tidak dapat ditampung, atau dalam bahasa kerennya “banjir kiriman”.

Fenomena ini dapat dijelaskan dari dua sisi, dari sisi rural maupun dari sisi urban. Daerah urban merupakan daerah yang menarik orang datang karena prospek perekonomiannya bagus. Akibatnya, pembangunan daerah urban tersebut tidak dapat terkendali dan semakin padat.

Di sisi lain, lemahnya penegakan hukum dalam masalah koefisien bangunan dan perencanaan wilayah, membuat alih fungsi lahan di daerah rural begitu masif. Tanah pertanian yang sangat baik dalam menyerap air hujan banyak yang berubah jadi permukiman.

Pengembangan wilayah juga tidak bisa lepas dari ego masing-masing daerah. Ego inilah yang membuat daerah-daerah rural menjadi berkembang menuju daerah urban. Tidak ketatnya peraturan pemerintah dalam mengatur tata ruang membuat hal-hal seperti ini dapat terjadi.

DKI Jakarta memang dirancang untuk menjadi wilayah perkotaan dan Kota Bogor menjadi daerah rural. Berkembangnya metropolitan membuat pembangunan Jakarta mulai menyasar pinggiran seperti Tanggerang, Bekasi, dan Bogor. Oleh karena itu, Bogor mau tidak mau harus mengembangkan wilayahnya menjadi penyokong ibukota.

Permasalahannya, Bogor juga berfungsi sebagai daerah rural yang tugasnya adalah menjaga volume air agar tidak langsung terlimpas ke Jakarta. Dengan adanya pembangunan dan alih fungsi menjadi perkotaan, maka tugas tersebut otomatis akan menjadi hilang.

Bahkan daerah Puncak dan Cisarua yang tadinya banyak lahan terbuka, berubah menjadi tempat rekreasi dengan pembangunan yang berkembang cepat. Semakin berkuranglah daerah resapan air yang harusnya menahan laju dan volume air ke Jakarta.

Penanganan banjir bisa dilakukan dengan dua cara. Menggunakan rekayasa teknik atau membuat perencanaan wilayah yang baik. Rekayasa teknik membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan tidak bisa berkelanjutan, tapi ini perlu dilakukan jika pelaksanaan tata ruang terlanjur buruk.

Sementara itu, cara yang paling “murah” adalah dengan penegakan hukum tata ruang yang baik. Proses perizinan harus diperketat oleh pemerintah daerah setempat, guna menjaga siklus air agar terjaga dengan baik.

Berdasarkan uraian di atas kita akhirnya paham. Banjir ternyata bukan hanya menjadi permasalahan warga yang buang sampah sembarangan atau hujan yang tiada henti. Peran pemerintah pun di sini sangat krusial dalam perencanaan tata kota agar siklus air dapat berjalan dengan baik.

Kategori
Transportasi

Logistik Jawa Bagian Keempat: Efisiensi Intermodal dengan Jalan Rel

Baca bagian ketiganya di sini

Setelah menelaah permasalahan Tol Trans Jawa yang lumayan rumit, mari kita membahas lebih lanjut tentang konsep logistik Pulau Jawa. Ini pertanyaan pentingnya: apakah pemerintah akan terus mengandalkan truk atau ingin mendorong koneksi intermodal dengan moda transportasi lainnya?

Sebelum kita membahas perbandingan antar-moda, berikut ini adalah sedikit penjelasan tentang kelebihan dan kekurangan dari masing-masing moda. Kelebihan dan kekurangan ini digunakan sebagai acuan perusahaan untuk memilih moda yang paling efektif.

Moda Jalan Raya
Kendaraan logistik yang memakai jalan raya adalah truk. Biaya logistik kendaraan ini lebih pasti dibandingkan dengan moda kendaraan lainnya. Hal ini dikarenakan moda truk memiliki proses transfer barang yang sangat sederhana dan relatif tidak ada biaya lainnya selain biaya transportasi dan bongkar muat.

Baca juga: Infrastruktur Jokowi Tidak Demokratis

Kapasitas angkut truk tidak besar. Oleh karena itu, waktu keberangkatan armada lebih fleksibel sehingga pengirim barang dapat lebih leluasa dalam mengatur jadwal pengiriman barangnya.

Kelebihan lainnya dari moda truk ialah barang bisa dikirim dari pintu ke pintu. Barang dapat diangkut dari depan gudang hingga ke depan toko tempat orang yang memesan. Kemudahan inilah yang membuat logistik dengan truk masih diminati sampai sekarang.

Moda Jalan Rel
Kereta memiliki ketepatan waktu yang tinggi. Hal ini dikarenakan tidak banyaknya hambatan lalu-lintas yang membuat kereta berhenti.

Rangkaian kereta akan lebih efisien dalam membawa logistik karena dalam sekali jalan dapat membawa banyak gerbong. Efesiensi didapat dari lebih sedikitnya bahan bakar dan sumberdaya manusia yang digunakan.

Baca juga: Evaluasi Skema Pembiayaan Infrastruktur dan Proses Pembangunan di Rezim Jokowi

Namun demikian, moda jalan rel membutuhkan bongkar muat yang lebih kompleks sehingga akan efisien jika barang logistik dibawa untuk perjalanan jarak jauh. Jika jarak pengiriman pendek, maka waktu akan tidak efisien karena lebih banyak dipakai untuk bongkar muat.

Keamanan kereta api lebih tinggi daripada moda jalan raya. Kita lebih sering mendengar kecelakaan truk daripada kereta api, bukan? Tingkat keamanan tinggi ini tentu saja akan menarik minat pengirim barang.

Sumber: FreightHub

Jalan Raya vs Jalan Rel
Narasi pemerintah yang mendorong logistik jalan raya melalui Tol Trans Jawa perlu dikaji lebih dalam lagi. Moda transportasi jalan raya memiliki banyak keunggulan sekaligus memiliki banyak konsekuensi yang harus ditanggung.

Semakin banyak pemerintah membangun akses untuk mempermudah logistik jalan raya maka akan berimbas kepada semakin banyaknya truk yang akan tumbuh. Pada prakteknya jalan raya pun harus berbagi ruang dengan pengemudi pribadi. Jika ruas jalan ditambah terus, maka pertumbuhan kendaraan logistik ini pun tidak bisa dibendung.

Salah satu solusi moda yang dapat dikembangkan untuk transportasi logistik di Pulau Jawa adalah memberdayakan moda jalan rel sebagai tulang punggung logistik. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa jalan rel memiliki efesiensi tenaga yang lebih tinggi daripada transportasi jalan raya.

Baca juga: Logistik Jawa Bagian Kedua: Menyelesaikan Masalah Tarif Tol

Selain mengurangi biaya logistik, transportasi dengan jalan rel pun mengurangi emisi karbon yang dikeluarkan oleh kendaraan truk. Menurut data New Zealand Transportation Agency (NZTA), yang membandingkan antara transportasi truk, kereta, dan kapal laut untuk mengangkut sebuah kontainer, terlihat emisi karbon dan penggunaan bahan bakar untuk kereta lebih sedikit daripada truk dan kapal laut.

Sumber: New Zealand Transportation Agency

Dari data di atas dapat dilihat bahwa semakin banyak barang yang dibawa oleh moda transportasi tersebut, maka biaya bahan bakar dan emisi akan makin mengecil. Intinya, biaya dan kerusakan lingkungan yang dihasilkan oleh proses pengiriman barang logistik tersebut akan lebih sedikit.

Pengalihan logistik dari jalan raya menuju jalan rel untuk Trans Jawa tentu saja memiliki beberapa kendala. Kendala yang pertama adalah belum terpisahnya jalur rel antara kereta barang dengan kereta penumpang.

Baca juga: Biar Sukses, Tol Probolinggo-Banyuwangi Perlu Dibarengi Pengembangan Pelabuhan

Kereta barang memiliki kecepatan yang lebih lambat daripada kereta penumpang. Rangkaian kereta barang pun jauh lebih panjang. Rangkaian kereta penumpang biasanya sekitar 12 kereta, sedangkan kereta batu bara rangkaian panjang (Babaranjang) bisa mencapai 70 gerbong.

Permasalahan rangkaian dan kecepatan ini akan sangat berpengaruh pada Grafik Perjalanan Kereta (Gapeka) secara keseluruhan. Integrasi yang kurang baik antara kereta barang dan penumpang malah akan menimbulkan masalah.

Selain itu, fasilitas bongkar muat harus dibuat dengan baik agar proses pemindahan barang antara moda jalan rel dengan moda yang lainnya menjadi cepat. Tempat menyimpan kontainer harus disediakan dengan baik dan cukup agar barang yang belum terambil dapat ditumpuk.

Baca juga: Transjogja dan Masalah Transportasi Perkotaan yang Tak Akan Selesai

Hal terakhir yang paling penting dari konektivitas intermoda dengan jalan rel adalah terkoneksinya simpul-simpul moda transportasi. Contohnya, terdapat fasilitas bongkar muat antara kapal laut dengan kereta api, kereta api dengan truk, dan lain-lain. Ini untuk menjamin proses logistik dapat terkoneksi dengan baik.

Kita tidak boleh terlena dengan kemegahan Tol Trans Jawa. Jika narasinya adalah logistik, maka kita harus memandang secara keseluruhan dan harus mempertimbangkan untuk mengembangkan moda yang lainnya.

Kategori
Transportasi

Logistik Jawa Bagian Ketiga: Jalan Tol (Masih) Bukan Untuk Logistik

Selain untuk meningkatkan efisiensi waktu perjalanan dan mengurai kemacetan, tujuan utama pembangunan jalan tol adalah untuk memangkas biaya logistik. Berdasarkan paparan Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019, targetnya biaya logistik bisa turun hingga 20% dari PDB. Namun, setelah dua bulan diterapkannya tarif normal pada sejumlah ruas jalan tol, pelaku distribusi logistik alias pengemudi truk malah banyak yang memilih menggunakan Jalur Pantai Utara (Pantura). Lalu apakah masalah logistik benar bisa diatasi dengan jalan tol?

Dalam salah satu wawancara oleh TribunNews, Faisal Basri, pengamat ekonomi Institut for Development of Economic and Finance, menilai bahwa jalan tol bukanlah solusi dalam meringankan biaya logistik nasional. Padahal, selama ini pemerintah selalu mengatakan bahwa jalan tol dibangun untuk konektivitas logistik Pulau Jawa. Basri mengatakan bahwa untuk menurunkan biaya logistik dapat dilakukan dengan angkutan laut, karena selain muatan yang dibawa lebih banyak dan daerah yang dilayani bisa lebih luas, mencakup kepulauan di seluruh Indonesia. Menurutnya, lebih tepat dikatakan jika jalan tol memperlancar arus mudik.

Mulai tanggal 21 Januari 2019, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) telah berkoordinasi dengan Badan Usaaha Jalan Tol (BUJT) dalam pemberlakuan tarif normal pada jalan tol Trans Jawa. Sejak saat itu, banyak truk yang mengangkut logistik kembali berpindah ke Jalur Pantura karena para pengemudi merasa tarif normal yang diterapkan terlalu mahal. Dibandingkan pembayaran yang diberlakukan kepada pengemudi truk dengan sistem borongan, menggunakan jalan tol masih kurang efisien secara biaya.

Baca juga: Infrastruktur Jokowi Tidak Demokratis

Selain tarif tol yang memberatkan pengemudi, hal lain yang luput dari perhatian dalam pembangunan jalan tol adalah aspek sosial budaya. Pada umumnya, truk muatan bergerak dengan kecepatan yang relatif lambat, 15 sampai 20 km per jam. Apalagi untuk barang-barang curah yang memang tidak boleh diangkut dengan kecepatan tinggi. Kebiasaan itu membuat pengemudi truk sering berhenti untuk beristirahat, hal yang tidak bisa dilakukan jika melewati jalan tol.

Melihat kurangnya minat pengemudi truk menggunakan jalan tol menunjukkan bahwa alasan pemerintah membangun jalan tol sebagai upaya menurunkan biaya logistik merupakan legitimasi yang tidak terbukti. Lalu bagaimana dengan arus mudik? Apakah tol merupakan solusi?

Beradasarkan data yang dihimpun oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Kementerian Perhubungan, dari tahun 2013 sampai tahun 2016 jumlah pemudik selalu lebih dari angka 18 juta orang. Sebagian besar masih didominasi kendaraan pribadi. Efeknya, jalur-jalur favorit seperti Pantura menjadi sangat padat.

Baca juga: Evaluasi Pembiayaan Infrastruktur dan Proses Pembangunan di Rezim Jokowi

Keberadaan tol Trans Jawa menjadi solusi untuk mengurai kemacetan di jalan arteri yang semakin tidak terbendung. Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, pada tahun 2018, mobil yang melintasi Trans Jawa mencapai 1.308.803 buah. Hal tersebut membuktikan terurainya lalu lintas pemudik yang sebelumnya banyak melewati jalan arteri.

Selama masa konsesi, jalan tol masih harus menetapkan tarif yang sesuai agar tercapainya pengembalian dari investasi awal. Dengan kata lain, jalan tol masih belum menjadi solusi atas permasalahan logistik. Keberadaan jalan tol mungkin akan menjadi jawaban atas tingginya lalu lintas harian rerata puncak yang terjadi saat arus mudik lebaran, meskipun terjadinya cuma sekali setahun. Namun, tercapainya penurunan biaya logistik sesuai target masih jauh dari jangkauan.

Kategori
Transportasi

Logistik Jawa Bagian Kedua: Menyelesaikan Masalah Tarif Tol

Baca bagian pertamanya di sini 

Ketika yang lewat Trans Jawa sudah disuruh bayar, para pengemudi truk banting stir ke jalan arteri (Pantura). Para pengusaha truk menilai, tarif Trans Jawa terlalu mahal. Akibatnya, jalan tol tidak lagi menjadi pilihan utama sebagai prasarana distribusi logistik, malah “hanya” dinikmati oleh kendaraan pribadi.

Tentu muncul tanda tanya besar ketika kita menengok lagi ke belakang. Pembangunan jalan tol yang merupakan proyek strategis nasional ini kan bertujuan memangkas biaya logistik, meningkatkan efisiensi, dan mengurai kemacetan. Namun, kenaikan tarif tol ini bagi angkutan logistik tentu saja kontraproduktif dari tujuan awalnya. Kenaikan tarif justru menjadi beban terhadap biaya logistik.

Pada dasarnya, adanya jalan tol menjadi tambahan pilihan bagi moda angkutan logistik. Jalan tol yang menawarkan perjalanan cepat diharapkan akan menjadi pilihan utama selain jalan arteri sebagai alternatif pilihan. Namun, kondisi hari ini justru berkebalikan, jalan tol justru dilalui lebih banyak oleh kendaraan pribadi yang juga berimplikasi terhadap “seret”-nya aktivitas ekonomi di sepanjang jalan arteri. Selain itu, hal ini tentu berdampak terhadap berkurangnya occupancy ratio jalan tol dengan lalu lintas harian rata-rata yang rendah terutama untuk angkutan barang.

Sebagai proyek strategis nasional, investasi jalan tol tidak kecil. Anggaran belanja negara niscaya tak mampu membiayai penuh pembangunan jalan tol. Pun, jika harus mempertimbangkan subsidi yang membebani sektor lainnya meskipun porsi terbesar pembiayaan jalan tol masih tetap dibebankan pada APBN. Sehingga, perlu adanya public private partnership, yaitu menarik swasta sebagai investor.

Artinya, jalan tol tidak dipandang sebagai sekadar prasarana transportasi umum, tetapi juga sebagai komoditas bisnis dengan nilai ekonomi yang prospek. Operasionalnya tentu tidak hanya bertanggung jawab terhadap efektifitas distribusi logistik tetapi juga harus melindungi kepentingan bisnis swasta dengan return of investment (RoI) yang ditargetkan dalam jangka waktu konsesi tertentu.

Baca juga: Biar Sukses, Tol Probolinggo-Banyuwangi Perlu Dibarengi Pengembangan Pelabuhan

Besaran tarif yang demikian,—meskipun jalan tol menawarkan waktu dan jarak perjalanan yang jauh lebih singkat—masih dirasa tinggi bagi para penggiat logistik. Hal ini perlu menjadi evaluasi bagi pemerintah untuk mencari nilai tarif equilibrium yang memenuhi target baik occupancy logistik maupun RoI yang stabil.

Penurunan tarif tentu saja akan menurunkan pendapatan. Hal ini memang bisa diakali dengan menambah masa konsesi atau memberi subsidi dari APBN atau meningkatkan beban pajak. Namun, sebelum mengambil tindakan mengurangi tarif tol dengan konsekuensi sebagaimana di atas, perlu dipertegas bahwa besaran tarif yang tinggi tidak lantas berbanding lurus dengan pengembalian yang diharapkan, mengingat volume kendaraan—terutama moda angkutan logistik—yang menurun drastis semenjak pemberlakuan tarif penuh.

Baca juga: Terima Kasih Pak Jokowi, Jalan Tol Membuat Perjalanan Saya Singkat dan Enak

Perlu ada upaya mengoptimumkan tarif terhadap banyaknya kendaraan agar jalan tol kembali menjadi pilihan utama distribusi logistik dibanding jalan arteri. Tentunya dengan harapan pengembalian yang dihasilkan pun konsisten dan stabil sehingga tidak perlu menambah masa konsesi ataupun membebani APBN.

Beberapa hal yang perlu dijadikan pertimbangan untuk meletakkan besaran tarif optimum bergantung pada perbandingan Benefit Cost Ratio (BCR) antara penggunaan jalan tol dan jalan arteri. Variabelnya cukup kompleks, besaran tarif, waktu, jarak tempuh, beban emisi, kemacetan, serta hambatan lain sepanjang trip perlu diperhitungkan. Dari pendekatan ini diharapkan adanya perbandingan produktivitas terhadap biaya antara jalan tol dan jalan arteri agar para penggiat logistik beralih ke jalan tol sehingga tercapai dan terpenuhi manfaatnya sebagai infrastruktur prasarana transportasi logistik yang tepat sasaran.

Tapi ingat, jangan kecanduan jalan tol. Walaupun, infrastruktur yang sudah ada perlu dikelola. Sebab tak mungkin ditinggalkan sekadar sebagai monumen, atau tak perlu dibumiratakan. Ini bukan berarti harus terus-terusan membangun tol.

Kategori
Infrastruktur Politik

Evaluasi Skema Pembiayaan Infrastruktur dan Proses Pembangunan di Rezim Jokowi

Di sektor transportasi darat, Presiden Jokowi menargetkan ada 1800 km jalan tol baru, ribuan kilometer perbaikan jalan nasional, ribuan kilometer jalan rel, ratusan unit jembatan, satu paket Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta hingga puluhan bandara yang harus terselesaikan pada tahun 2019. Selain bertujuan untuk mengurai kemacetan, dalih pengadaan infrastruktur ini ditujukan untuk menekan biaya logistik hingga mencapai 20%.

Belum lagi pembangunan ribuan kilometer saluran irigasi, ratusan pasar, ratusan unit rumah susun sederhana sewa (rusunawa), puluhan ribu perumahan rakyat, puluhan pos lintas batas negara (PLBN), 49 bendungan, pembangkitan listrik tenaga uap (PLTU), pembangkit listrik tenaga air (PLTA), dan pelabuhan yang tentunya menelan biaya yang sangat besar selama 5 tahun ini.

Untuk mencapai ambisi pembangunan ini, banyak anggaran dana sektor lain yang dikorbankan. Salah satunya dengan mengorbankan alokasi dana subsidi energi seperti pencabutan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang malah mengakibatkan barang dan jasa mengalami inflasi lebih tinggi. Dengan berbagai usaha itu pun, paling nekat, pemerintah hanya berani mengalokasikan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sektor infrastruktur sebesar 415 triliun untuk tahun anggaran 2019 (20% dari APBN), meningkat dari dari tahun 2015 yang hanya 256 triliun, lalu berturut-turut 269 Triliun di tahun 2016, 388 triliun di tahun 2017, dan tahun lalu 410 triliun. Apakah penganggaran dana yang besar itu cukup untuk membiayai seluruh pembangunan? Sayangnya tidak.

Menurut para ahli ekonomi, Jokowi akan menghabiskan setidaknya 4000 triliun untuk membangun infrastuktur sampai masa pemerintahannya habis. Jika dilihat dari APBN infrastruktur selama 5 tahun di atas, angggap saja masih ada kekurangan anggaran 2000 triliun. Lalu dari mana asal dana 2000 triliun untuk menutupi kekurangan biaya pesta pembangunan Jokowi yang progresif itu?

Program Tax Amnesty, Usaha yang Gagal

Bulan Maret tahun 2018 sering kita dengar pemberitaan tentang Tax Amnesty (pengampunan pajak). Program ini ditempuh untuk mewujudkan ambisi pembangunan pemerintah dengan menekan para pembangkang pajak agar segera bertaubat, menjadi warga negara yang baik rutin bayar pajak. Program ini setidaknya punya dua tujuan. Pertama, tujuan jangka panjang, yaitu untuk meningkatkan pendapatan pajak tahunan di tahun-tahun kedepan. Kedua, tujuan jangka pendek, yaitu mengumpulkan dana repatriasi pembangkang pajak untuk menutup sebagian besar kekurangan biaya pembangunan dengan target pendapatan sampai 1000 triliun.

Sialnya, dari target capaian dana repatriasi sebesar 1000 triliun, yang terkumpul hanya 147 triliun atau 14,7 persen saja. Sehingga, dapat dikatakan program Tax Amnesty ini gatot alias gagal total untuk menolong ambisi pembangunan Jokowi.

Kebijakan Utang

Proyek pembangunan yang sangat banyak membuat anggaran belanja negara kita kian melecit tajam, jauh lebih besar dibanding pendapatan negara yang terkumpul. Akhirnya, defisit anggaran inilah yang menyebabkan pemerintah terpaksa harus berutang. Misalnya untuk saat ini, dalam rangka memenuhi APBN tahun 2018, pemerintah menyiapkan skenario utang dengan menerbitkan surat berharga negara (SBN) sebesar 414 triliun. Tetapi  ironisnya, 247,6  dari 414 triliun tersebut akan terbuang sia-sia hanya untuk membayar bunga utang-utang sebelumnya.

Skenario utang selanjutnya adalah mengajukan permintaan bantuan utang kepada negara sahabat atau pun lembaga multilateral seperti Bank Dunia dan International Monetary Fund (IMF). Secara persentase, 90 persen bentuk bantuan utang adalah berupa bantuan proyek, 10 persen lainnya berupa bantuan dana tunai. Contoh yang dapat kita lihat dari bantuan proyek adalah pembangunan MRT Jakarta dari Jepang, Water Resource and Irrigation Sector Management Program Phase-2 (WISMP-2) dari Bank Dunia, dan program tol laut dari Bank Dunia.

Meski kebijakan utang ini dinilai efektif untuk membantu mewujudkan program pemerintah, tapi banyak juga pihak-pihak yang berteriak lantang menentang kebijakan itu. Pasalnya, utang negara saat ini sudah mencapai 3866 trilliun dan akan bertambah menjadi 4280 triliun jika SBN baru resmi diterbitkan. Utang ini diprediksi para ahli ekonomi akan mencapai 5000 triliun pada akhir kepemimpinan Jokowi.

Namun, jika dilihat rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB), Indonesia masih dalam batas aman dengan nilai sekitar 28 persen (di bawah angka aman 30 persen). Nilai rasio itu lebih kecil daripada negara ASEAN lainnya, bahkan jauh lebih kecil dari pada negara maju seperti Jepang (220 persen), Amerika (107 persen), Perancis (98 persen), Inggris (89 persen) dan Jerman (68 persen). Harus kita ketahui bahwa rata-rata waktu jatuh tempo pun masih aman yaitu selama 8,8 tahun (di atas 5 tahun).

Walaupun beberapa indikator menyatakan utang Indonesia masih aman, kebijakan utang ini harus diwaspadai. Jangan sampai pemerintah terus menuhankan kebijakan utang sebagai solusi utama untuk menutup masalah finansial negara. Karena bagaimana pun juga, bunga utang tersebut akan senantiasa membebani anggaran negara. Jika hal ini terus terjadi, maka akan ada dampak serius di kemudian hari, yakni harga tawar Indonesia di mata pihak pemberi utang menjadi semakin rendah. Akibatnya, kebijakan Indonesia mudah terintervensi. Si pemberi utang akan memaksa pemerintah membuat produk kebijakan yang tidak berpihak kepada masyarakat secara penuh.

Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)

Kita masih mempunyai pertanyaan besar: bagaimana memenuhi ambisi pembangunan dengan kekurangan biaya mencapai 2000 triliun? Program Tax Amnesty faktanya tidak banyak membantu. Sejalan dengan kegagalan program tersebut, pemerintah juga ditekan untuk menghentikan perilaku utang yang sudah terlanjur dilakukan. Lalu, kalau sudah begitu, apakah kita harus memupuskan target pembangunan yang agung itu dan kembali mengandalkan APBN murni untuk membiayai proyek? Apakah kita rela menunggu lambatnya pembangunan gara-gara seretnya pembiayaan? Yang pasti tidak.

Berbagai kajian juga mengatakan, sangatlah tidak mungkin pembangunan negara sebesar ini dilakukan hanya dengan dana APBN saja. Oleh sebab itu kita membutuhkan bantuan. Solusi utamanya adalah mengikutsertakan swasta dalam skema pembangunan infrastruktur prioritas di Indonesia. Namun, untuk menjalankan program ini, pemerintah harus siap menghadapi banyak hambatan dan tantangan. Salah satu hambatannya yang sudah diterima adalah penyerangan dan pembelokan isu oleh beberapa oknum beberapa waktu lalu yang ingin menjatuhkan Jokowi dengan mengatakan, “Pemerintah jual-jual aset negara. Jalan, jembatan, pelabuhan hingga BUMN dijual semua.”

Isu “jual-jual aset” tersebut mungkin dilontarkan oleh orang yang kurang memahami skema kerjasama pemerintah-swasta yang biasa disebut public private partnership (PPP). Jadi asal nyeplos saja bilang ada transaksi jual beli aset kepada swasta, mentang-mentang pernah dilakukan pemerintahan periode dulu (penjualan Indosat dan Telkom oleh Presiden Megawati). Padahal tidak seperti demikian. Ya bisa dimaklumi, pada musim pemilu ini, isu apa pun, selagi bisa menjatuhkan lawan bisa digoreng.

Skema PPP ini banyak bentuknya, klasifikasinya antara lain: built own operate, build develop operate, design construct management finance, buy build operate, lease develop operate, warp around addition, built operate transfer, build own operate transfer, build rent own transfer, build lease operate transfer, dan build transfer operate (IMF, 2006). Partisipasi swasta dengan skema-skema tersebut dianggap membuat investasi publik menjadi menarik, terutama bagi negara-negara penganut ekonomi liberalisme untuk mempercepat pembangunan infrastruktur negaranya. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Ya sama, skema PPP inilah yang dibangun oleh pemerintah untuk memenuhi target pembangunan dengan kekurangan biaya 2000 triliun tersebut.

Pilihan pemerintah Indonesia jatuh kepada skema build operate transfer karena pemerintah masih ingin mengontrol PPP dengan mengadakan sebagian anggaran dan penjaminan risiko proyek. Singkatnya, skema ini memungkinkan pihak swasta untuk membangun infrastruktur yang diprioritaskan oleh pemerintah, lalu diberikan kesempatan mengambil keuntungan dari dioperasikannya infrastruktur tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Lalu setelah jatuh tempo, aset infrastruktur harus diserahkan kepada pemerintah.

Contohnya adalah pembangunan jalan tol. Ada pihak developer swasta yang ingin bekerjasama untuk membangun jalan. Lalu setelah proyek selesai dikerjakan, pihak developer tersebut diberikan kesempatan waktu 20 tahun untuk mengambil keuntungan dari tiket masuk tol. Setelah 20 tahun, tol tersebut diserahkan kepada pemerintah, lalu jalannya bisa digratiskan untuk umum oleh pemerintah.

Pastinya ada beberapa kelemahan dari skema built operate transfer ini. Salah satunya adalah kesulitan menarik investor. Developer mau pun investor hanya tertarik untuk berperan dalam proyek yang sifatnya sangat vital saja seperti Jalan Tol, MRT, Light Rapid Transit (LRT), pelabuhan dan PLTU. Sedangkan untuk pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL), rusunawa, dan jaringan irigasi kurang diminati karena nilai indeks pengembalian (Internal Rate of Return) tidak jelas.

Lalu, apakah skema yang lain bisa lebih baik? Ya tidak juga. Daripada buang tenaga mengganti skema baru yang tentunya membutuhkan tenaga untuk membuat regulasi baru, pemerintah sebaiknya lebih fokus untuk menghadapi tantangan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) ke depannya.

Tantangan pengembangan KPS/PPP kedepan, antara lain:

  1. Pemerintah perlu mengubah pola pikir Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) dalam merencanakan skema pembiayaan proyek. Yaitu dengan mengalokasikan APBN infrastruktur sebagai fasilitator dan katalisator, sedangkan investasi swasta sebagai tulang punggung pembiayaan infrastruktur.
  2. Pemerintah bersama PJPK perlu menyiapkan dana untuk meningkatkan kelayakan proyek, baik dalam bentuk dukungan penyediaan tanah, fiskal, dan sebagian konstruksi.
    Meningkatkan minat perbankan dan institusi pembiayaan dalam negeri lainnya dalam pembiayaan proyek KPS dengan mendorong perubahan strategi bisnis dari yang awalnya Corporate Finance menjadi Project Finance.
  3. Harus ada penyelarasan/integrasi dalam keseluruhan proses pelaksanaan proyek, mulai dari penyiapan, transaksi dan perijinan sehingga ada kepastian jangka waktu dan proses dalam pelaksanaan proyek KPS.

Salah satu langkah awal yang dilakukan untuk menjawab tantangan tersebut adalah dengan mengintegrasikan antara siklus perencanaan dan pelaksanaan proyek KPS dengan siklus perencanaan dan Penganggaran Tahunan dalam rangka penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) atau Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Langkah kedua yang dapat dilakukan adalah membuka pintu bagi Pemerintah Daerah menerbitkan surat obligasi untuk membantu pembiayaan dalam rangka percepatan pembangunan di daerah masing-masing.

Evaluasi Proses Pembangunan

Kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur memang mau tidak mau harus dilakukan oleh siapa pun (ganti atau nggak ganti) presiden Indonesia mendatang. Namun skema untuk mewujudkan pembangunan infrastruktur itu perlu didasari dengan perencanaan yang matang dan tentunya berkelanjutan. Perencanaan yang matang artinya pembangunan benar-benar diproyeksikan menjadi sesuatu yang menguntungkan dan tidak merugikan berbagai pihak. Jangan sampai hanya karena untuk mengejar target selesai pembangunan, mengorbankan sisi kemanusiaannya, misal tidak memperhatikan nasib orang tergusur/terdampak proyek.

Ganti untung saja tidak cukup. Pemerintah juga wajib mengganti lahan pekerjaan yang hilang akibat proyek pembangunan. Pemerintah seharusnya juga mengajak para terdampak ikut serta menikmati bunga pembangunan, misal selain memberikan uang ganti rugi, pihak terdampak juga diberikan sebagian saham dari operasional infrastruktur tersebut (untuk infrastruktur PPP komersil seperti jalan tol, bandara, pertambangan, atau industri). Sehingga masyarakat terdampak juga menikmati pertambahan nilai tahun ke tahun dari tanah yang direlakannya. Dan pemerintah wajib menyiapkan skema peraturan untuk mewujudkan itu.

Pembangunan harus berkelanjutan artinya pembangunan infrastruktur harus disertai proyeksi pembangunan sektor yang lain seperti ekonomi, industri, pariwisata, budaya, serta secara teknis dapat memenuhi masa layan bangunan (biasanya 50 Tahun). Sehingga nilai guna infrastruktur itu juga tinggi dan tidak dirasa terlalu mahal jika dilihat besarnya manfaat yang ditimbulkan.

Namun di balik semua itu, banyak yang dapat dikritik dari pembangunan di era Jokowi dan dapat dijadikan pelajaran kedepan. Kesan pembangunan mendadak (spontan) dan kejar target selama 5 tahun ini menimbulkan berbagai kontra, terutama dari kalangan aktivis lingkungan. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) seperti tidak diindahkan dan hanya dijadikan formalitas belaka. Padahal, AMDAL ini sangat penting untuk mengetahui kualitas lingkungan sebagai penunjang kehidupan di masa mendatang. AMDAL menjawab berbagai pertanyaan seberapa tinggikah pembangunan itu mempunyai risiko merusak lingkungan atau diterjang bencana, lalu bagaimana skema pencegahan dan mitigasi dari permasalahan tersebut?

AMDAL seharusnya dibuat dengan serius dengan penilaiaan yang sangat objektif. Jangan dipaksakan AMDAL seolah-olah “ok” namun nyatanya “belum tentu”. Contoh saja pembangunan New Yogyakarta International Air Port (NYIA) di Kulon Progo yang diproyeksikan menjadi aerocity, kota baru yang mengerubungi area bandara. Padahal menurut dokumen perencanaan nasional, area tersebut menjadi zona rawan bencana dan seharusnya dihindari untuk pembangunan skala besar. Okelah kalau memang infrastruktur bandaranya dibangun dengan konsep “anti gempa” dan “anti tsunami”. Nah, apa kabar dengan bangunan-bangunan aerocitynya? Apakah nantinya juga dibangun dengan konsep “anti gempa”? Kalau tidak bisa menjamin itu, yaa, penduduk aerocity-lah yang akan menjadi korbannya. Inilah yang seharusnya ada dalam AMDAL. Segala risiko dijelaskan secara detail dengan membuat parameter hitungan kuantitatif yang hasilnya akhirnya “ok” atau “tidak ok”. Kalau dipaksakan ya silahkan tanggung risikonya.

Kesimpulan

Pembangunan infrastruktur harus didasarkan kepada skala prioritas dan dokumen perencanaan jangka panjang yang telah dibuat. Jangan spontan ingin membangun tapi belum tahu bagaimana dampak dan manfaatnya kedepan.

Di sisi lain, pemerintahan Jokowi sudah baik dalam menuntaskan proyek-proyek yang diwacanakan sejak lama. Namun di sisi lainnya, kejar target infrastruktur yang terlalu menggebu-gebu yang cenderung memaksakan pembangunan tanpa didasari pelaksanaan feasibility study serius, akhirnya menimbulkan banyak kontra dikalangan aktivis lingkungan dan aktivis sosial karena timbul banyak kerugian masyarakat terdampak pembangunan dan kerusakan lingkungan.

Skema pembiayaan entah itu PPP, KPS atau yang lainnya juga harus direncanakan sedemikian sehingga dapat menarik lebih banyak investor lokal. Investor lokal yang tidak hanya dari kalangan konglomerat saja, tapi juga dari himpunan masyarakat yang menyatukan modalnya untuk turut serta dalam investasi bidang infrastruktur. Pemerintah harus menyiapkan wadah ini dan melakukan sosialisasi secara luas. Agar tidak hanya kalangan orang kaya saja yang menikmati bunga pembangunan, namun masyarakat dengan modal kecil yang terhimpun juga dapat menikmati madunya. Tidak menutup kemungkinan nanti ada “TOLMIRA” (Tol Milik Rakyat), “TOLMIBUTU” (Tol Milik Buruh Bersatu) dan lain sebagainya.

Kita berharap masa kepemimpinan kedepan, skema pembiayaan yang melibatkan investasi di kalangan masyarakat menjadi sebuah pertimbangan serius dan feasibility study (studi kelayakan pembangunan) juga dilakukan lebih konsisten sebelum dieksekusinya sebuah pembangunan. Tujuannya tidak lain agar tiada lagi masyarakat yang dirugikan dalam masa proses pelaksanaan maupun masa operasional infrastuktur tersebut. Sebaliknya, manfaatnya benar-benar dapat dirasakan masyarakat secara luas.

Kategori
Transportasi

Logistik Jawa Bagian Pertama: Trans Jawa Ternyata Tak Seperti yang Diduga

Pada 21 januari 2019 tarif Tol Trans Jawa resmi berbayar penuh setelah sebelumnya digratiskan saat baru diresmikan. Tarif Tol Trans Jawa ini ternyata membawa masalah terhadap pengemudi truk yang biasa membawa logistik. Mereka menilai bahwa tarif Tol Trans Jawa terlalu mahal sehingga membebani biaya logistik.

Menurut para supir truk, jika menggunakan Tol Trans Jawa, maka uang operasional mereka akan habis di jalan dan tidak bisa membawa pulang uang saku. Tidak adanya peningkatan uang jalan dari pemilik perusahaan membuat supir truk akhirnya kembali menggunakan jalur pantura.

Setelah adanya penetapan tarif normal Tol Trans Jawa, menurut data Dinas Perhubungan Kota Pekalongan, kenaikan lalu lintas di Kota Pekalongan naik sebesar 70%. Kenaikan tersebut didominasi oleh truk yang semula hanya 200 truk per jam hingga menjadi dua kali lipatnya9.

Menurut Corporate Finance Group Head PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR) Eka Setia Adrianto tidak semua operator mengeluhkan mahalnya harga Tol Trans Jawa. Justru beberapa ada yang berbahagia karena dengan adanya Tol Trans Jawa, waktu perjalanan terpangkas hingga setengahnya. Sehingga ritase (perjalanan pergi-pulang) dan efesiensi waktu akan menjadi lebih tinggi.

Baca juga: Biar Sukses, Tol Probolinggo-Banyuwangi Perlu Dibarengi Pengembangan Pelabuhan

Kendaraan logistik berat memang kerap menjadi topik debat praktisi politik, sosial, ekonomi, dan bisnis. Banyak negara yang menggratiskan tol untuk kendaraan logistik berat. Namun, banyak juga negara yang mengimplementasikan pembayaran pada tol.

Pemilik jasa ekspedisi harus memutar otak karena mereka harus mengatur strategi keuangan untuk bisa beroperasi dengan sehat.

Biaya Komponen Logistik

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa yang menjadi permasalahan utama dari mengeluhnya operator dan supir truk adalah tingginya biaya tol. Tarif tol ini kemudian akan meningkatkan biaya logistik yang harus dibebankan kepada operator. Tetapi sebenarnya apa saja komponen biaya keseluruhan yang harus ditanggung oleh operator? Biaya yang harus ditanggung operator secara garis besar dibagi menjadi dua, komponen tetap dan komponen operasional.

Baca juga: Terima Kasih Pak Jokowi, Jalan Tol Membuat Perjalanan Saya Singkat dan Enak

Untuk komponen tetap hal yang pertama adalah operator harus mempuyai modal untuk menyediakan atau mengadakan kendaraan logistik. Modal untuk membeli kendaraan ini yang kemudian menjadi salah satu komponen biaya yang harus ditanggung oleh operator. Tidak lupa juga kendaraan ini harus diasuransikan sesuai dengan masa layannya.

Sebelumnya operator telah memprediksi panjang umur kendaraan. Hal ini berguna untuk menghitung penurunan nilai dari kendaraan tersebut. Misal sebuah truk mempunyai masa layan sebelas tahun, sehingga setelah waktu sebelas tahun maka nilai truk tersebut menjadi nilai sisa. Selisih nilai sisa dengan harga kendaraan saat ini dibagi dengan jumlah tahun kendaraan tersebut menghasilkan nilai depresiasi per tahun.

Baca juga: Transjogja dan Masalah Transportasi Perkotaan yang Tak Akan Selesai

Misal, suatu kendaraan memiliki harga 1 miliar rupiah dan memiliki masa layan selama sepuluh tahun. Setelah sepuluh tahun dianggap harga kendaraan tersebut habis atau nol. Maka nilai depresiasi per tahun adalah seratus juta rupiah. Tentu saja perhitungan nilai depresiasi barang ini disederhanakan agar mudah dipahami.

Biaya modal lainnya yang harus ditanggung oleh operator adalah biaya untuk menggantikan kendaraan tersebut apabila sudah melewati masa layan. Biaya ini juga dibagi per tahun sampai pada saatnya perusahaan harus membeli kendaraan baru. Biaya modal untuk kendaraan ini juga memperhitungkan keausan ban dan biaya untuk perawatan bengkel.

Biaya operasional terdiri dari biaya bahan bakar, biaya tol (kalau lewat tol), biaya makan dan kebutuhan supir, biaya jembatan timbang, biaya tak terduga (ban bocor), dan lain-lain. Biaya-biaya tersebut dibebankan pada saat kendaraan membawa logistik sedangkan jika kendaraan tidak bergerak maka tidak memakan biaya operasional.

Apakah Tol Membuat Logistik Menjadi lebih Murah?

Jika melihat dari rincian biaya logistik yang ada di atas maka kita dapat membedah beragam biaya tersebut sesuai dengan rincian biaya-biaya beban perusahaan. Jika kita menggunakan tol, maka seharusnya waktu tempuh akan menjadi lebih rendah dikarenakan minimnya hambatan pada jalan tol. Truk juga tidak harus melewati jembatan timbang, sehingga biaya terpotong.

Permasalahan ekonomi dalam memilih tol atau jalan biasa adalah perbandingan antara waktu dengan biaya. Biaya tol akan menjadi masalah jika waktu yang dihemat tidak sebanding dengan harga. Biaya tol akan dapat diterima jika waktu yang dihemat jauh dari biaya yang dikeluarkan, sehingga ritase kendaraan akan lebih besar.

Baca juga: Banjir Bukan Salah Hujan

Namun permasalahan selanjutnya, biaya tol terlalu tinggi sehingga biaya operasional menjadi tinggi. Tingginya biaya tol sangat terasa karena untuk truk dan trailer dari Jakarta menuju Surabaya bisa di atas satu juta rupiah untuk biaya tolnya. Kenaikan biaya operasional ini sangat signifikan jika yang dibandingkan hanya biaya operasional.

Perlu ada studi lebih lanjut tentang efesiensi biaya. Tol banyak berpengaruh pada menurunkan harga pokok seperti bahan bakar, penggunaan ban, suku cadang, dan biaya modal kendaraan itu sendiri. Dengan menggunakan tol, maka kendaraan tidak banyak berhenti dan lebih halus perjalanannya. Jadi, saat menghitung biaya keseluruhan, harusnya lewat tol akan lebih hemat untuk jangka panjang.

Pertanyaannya adalah, bagaimana cara untuk menurunkan harga tol agar bisa sesuai dengan ekspektasi operator logistik? Pertama, kebijakan harga ini tergantung bagaimana model bisnis yang diterapkan oleh negara. Negara bisa menggunakan uang pajak untuk membangun tol, atau bisa menunjuk perusahaan untuk bekerja sama dengan pemerintah dengan sistem konsesi.

Jika jalan tol dibiayai oleh pemerintah, maka salah satu cara untuk menekan biaya tol adalah dengan menaikkan pajak. Kenaikan pajak yang paling berhubungan adalah pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar yang tentu saja akan menimbulkan protes besar-besaran di negara Indonesia.

Baca juga: Banjir di Tol Madiun, Apakah Tolnya Salah Desain?

Pilihan kedua adalah dengan cara konsesi. Untuk menekan biaya pengembalian investasi dengan harga yang lebih murah, maka harus dilakukan perpanjangan masa konsesi. Misalnya konsesi antara perusahaan dan pemerintah tadinya tiga puluh tahun, maka diperpanjang menjadi lima puluh tahun agar biaya tol dapat ditekan.

Narasi pemerintah yang berkata bahwa Tol Trans Jawa dimaksudkan untuk menekan biaya logistik patut dikaji lebih dalam. Ternyata permasalahan antara logistik dengan biaya tol yang mahal tidak terjadi di Indonesia saja, namun terjadi juga di negara-negara Eropa. Tol Trans Jawa akan lebih masuk akal apabila dinarasikan untuk mengurangi beban saat musim lebaran, bukan untuk menurunkan harga logistik.

Lalu bagaimana caranya untuk menekan biaya logistik? Biaya logistik dapat ditekan salah satunya dengan cara memilih moda transportasi yang tepat. Pertanyaannya bagaimana cara memilih moda transportasi yang tepat untuk logistik? Pembahasan tersebut akan kami lanjutkan pada artikel yang akan datang.